Jakarta, EKOIN.CO – Menteri Agama Republik Indonesia, Nasaruddin Umar, menyampaikan pidato kunci pada International Conference on Cohesive Societies (ICCS) 2025 yang berlangsung di Singapura, Selasa (24/6/2025). Dalam kesempatan tersebut, ia mempromosikan Pancasila dan diplomasi agama sebagai solusi global dalam membangun masyarakat majemuk yang harmonis.
Dalam pidatonya, Menag menegaskan bahwa Pancasila merupakan konsep rasional yang dapat menjadi contoh dunia dalam membangun persatuan di tengah keberagaman. “Pancasila menawarkan konsep yang rasional untuk menciptakan persatuan dan kesatuan bangsa dan role model kerukunan dunia,” ujar Nasaruddin.
Ia menekankan bahwa Pancasila lahir dari konsensus para pendiri bangsa dan telah terbukti memayungi keanekaragaman Indonesia. Menurutnya, keberagaman suku, budaya, adat istiadat, dan bahasa justru menjadi kekuatan pemersatu yang diakui dunia.
“Kita bersyukur Indonesia adalah negara yang majemuk dan memiliki keberagaman suku, budaya, adat istiadat, bahasa,” kata Menag. Ia menyebut bahwa nilai “bersatu dalam perbedaan” bukan hanya slogan, melainkan cerminan karakter bangsa Indonesia.
Menurut Nasaruddin, prinsip unity in diversity telah menjadi ciri khas Indonesia yang patut dibanggakan. “Keberagaman yang menjadi pembentuk lahirnya bangsa Indonesia dan disegani dunia. Kita menjadi contoh yaitu prinsip bersatu dalam perbedaan atau sering dikenal dengan istilah unity in diversity adalah berbeda-beda tetapi satu juga,” ucapnya.
Promosi Diplomasi Agama
Selain Pancasila, Nasaruddin juga memperkenalkan konsep religious diplomacy sebagai pendekatan alternatif yang efektif dalam menyelesaikan persoalan global. Ia mengatakan bahwa bahasa agama memiliki kemampuan untuk menjangkau nilai-nilai kemanusiaan yang lebih luas.
“Kami terus mempromosikan apa yang disebut sebagai diplomasi agama ‘religious diplomacy’. Bahasa agama mampu menembus batas keyakinan, karena bagi kami, kemanusiaan itu satu. Tidak ada yang lain,” jelasnya.
Ia menilai bahwa diplomasi formal kerap dibatasi oleh kepentingan politik yang sempit, sehingga tidak mampu menjangkau dimensi universal manusia. Sebaliknya, pendekatan agama lebih inklusif dan menyentuh nilai-nilai mendasar umat manusia.
Dalam forum internasional tersebut, Nasaruddin juga mengangkat Deklarasi Istiqlal sebagai contoh konkret kontribusi Indonesia dalam mengintegrasikan nilai-nilai agama dengan falsafah kebangsaan dan pluralitas global.
“Deklarasi Istiqlal mencerminkan keselarasan antara nilai-nilai agama, Bhinneka Tunggal Ika dan falsafah kebangsaan Indonesia. Bahkan, Vatikan memberi kontribusi dengan menambahkan unsur Pancasila dalam naskah deklarasi,” ungkapnya.
Respons terhadap Krisis Global
Menag menegaskan bahwa Deklarasi Istiqlal merupakan respons aktif terhadap dua krisis utama dunia saat ini, yaitu dehumanisasi dan perubahan iklim. Menurutnya, kolaborasi lintas keyakinan menjadi langkah penting dalam membangun solidaritas global.
Ia menyampaikan bahwa nilai-nilai dalam Deklarasi Istiqlal dapat menjadi pijakan moral bersama bagi negara-negara dunia dalam menghadapi tantangan global. “Deklarasi Istiqlal merupakan respons terhadap dua krisis besar dunia, yakni dehumanisasi dan perubahan iklim dunia,” pungkasnya.
Hadirnya Indonesia di forum internasional seperti ICCS menunjukkan posisi aktif Indonesia dalam mempromosikan kerukunan antarumat dan nilai-nilai kebangsaan kepada dunia. Pidato Nasaruddin menjadi penegasan akan pentingnya pendekatan humanis dalam membangun kohesi sosial global.
Konferensi ICCS 2025 sendiri dihadiri oleh para pemimpin agama, akademisi, dan pembuat kebijakan dari berbagai negara yang mendiskusikan peran agama dan kebudayaan dalam menciptakan masyarakat yang inklusif dan damai.
Kehadiran Menteri Agama Nasaruddin Umar dalam konferensi internasional di Singapura menjadi momentum penting bagi Indonesia untuk menunjukkan komitmen terhadap perdamaian dunia melalui nilai-nilai Pancasila dan diplomasi agama. Dalam pidatonya, Nasaruddin menekankan pentingnya persatuan dalam keberagaman serta kekuatan bahasa agama dalam menjangkau nilai kemanusiaan universal.
Promosi Pancasila sebagai ideologi pemersatu dan contoh kerukunan bangsa mendapat respons positif dari komunitas global. Indonesia tidak hanya mempromosikan nilai-nilai lokal, tetapi juga mengajak dunia untuk bersama-sama merespons tantangan global melalui kolaborasi lintas iman dan budaya.
Dengan mengangkat Deklarasi Istiqlal, Menag juga menegaskan bahwa Indonesia memiliki konsep dan pengalaman konkret dalam menghadapi krisis global. Hal ini memperkuat posisi Indonesia sebagai salah satu role model dalam pembangunan masyarakat majemuk yang inklusif dan harmonis.(*)