Jakarta, EKOIN.CO – Menteri Agama Nasaruddin Umar mengajak para pengelola zakat meneladani sosok Abu Hurairah sebagai amil yang profesional dan amanah. Seruan itu disampaikan saat menutup Rakornas Pengawasan Pengelolaan Zakat Tahun 2025 di Jakarta, Rabu (25/6/2025).
Dalam pidatonya, Menag menyoroti pentingnya profesionalisme dalam mengelola dana umat. Ia menyebut Abu Hurairah sebagai contoh ideal amil zakat yang jujur, amanah, dan memiliki integritas tinggi.
“Mari kita menjadi amil yang benar, mari kita menjadi Abu Hurairah,” ujar Nasaruddin di hadapan peserta Rakornas yang terdiri dari para pemangku kepentingan pengelolaan zakat nasional.
Ia juga menjelaskan perbedaan makna antara amil dan fa’il. Meskipun berasal dari akar kata yang sama, keduanya memiliki pengertian yang berbeda dalam konteks kerja dan tanggung jawab.
“Kalau yang ditunjuk tidak kompeten, maka itu bukan amil, tapi fa’il,” tegas Nasaruddin.
Kisah Abu Hurairah Jadi Teladan
Menag kemudian mengisahkan penunjukan Abu Hurairah oleh Rasulullah SAW untuk memegang kunci Baitul Mal. Amanah tersebut mencerminkan tingginya kepercayaan terhadap integritas Abu Hurairah.
Ia menambahkan, Abu Hurairah tetap menjalankan tugasnya dengan baik meski sempat diuji oleh seorang pemuda yang mencoba mencuri karena kelaparan selama tiga malam berturut-turut.
Pemuda tersebut akhirnya memberikan wirid berupa Ayat Kursi, yang diyakini bisa mengusir setan. Keesokan harinya, Rasulullah SAW menjelaskan bahwa pemuda itu sebenarnya adalah iblis yang menyamar.
“Nabi tahu siapa yang pantas memimpin Baitul Mal. Itulah Abu Hurairah yang sangat jujur dan pantas menjadi amil,” ujar Menag menutup kisahnya.
Zakat sebagai Pilar Sosial Keagamaan
Dalam kesempatan yang sama, Ketua BAZNAS Noor Achmad menegaskan bahwa separuh ajaran agama Islam adalah urusan sosial. Karena itu, penguatan zakat, infak, dan sedekah (ZIS) menjadi krusial.
“Separuh agama itu adalah urusan sosial, separuhnya lagi ibadah mahdah,” kata Noor. Ia menekankan pentingnya pendekatan sosial dalam membangun kehidupan beragama yang berdampak.
Menurutnya, pengelolaan ZIS secara kolektif dan inklusif dapat menjadi solusi untuk mengatasi ketimpangan sosial serta kemiskinan yang masih meluas.
“Jika pengelolaan ZIS berjalan efektif, berarti kita telah menyelesaikan separuh dari persoalan keagamaan,” imbuhnya.
ZIS yang kuat, menurut Noor, mencerminkan kepedulian umat dan pemerintah dalam mewujudkan masyarakat yang adil dan berdaya.
Rekomendasi dan Harapan Rakornas
Rakornas yang berlangsung selama tiga hari itu menghasilkan sejumlah rekomendasi strategis bagi penguatan tata kelola zakat nasional. Dirjen Bimas Islam, Abu Rokhmad, menyampaikan poin-poin penting hasil Rakornas.
Ia menegaskan bahwa Kementerian Agama memiliki peran penting sebagai regulator, pembina, dan pengawas dalam pengelolaan zakat di Indonesia.
“Rakornas merekomendasikan penguatan posisi Kementerian Agama sebagai regulator, peningkatan kapasitas kelembagaan BAZNAS dan LAZ, serta pemahaman menyeluruh terhadap regulasi zakat,” ucap Abu Rokhmad.
Penutupan Rakornas ditandai dengan pemukulan gong oleh Menag Nasaruddin Umar, didampingi Sekjen Kemenag Kamaruddin Amin, Ketua BAZNAS Noor Achmad, dan Dirjen Bimas Islam Abu Rokhmad.
Rakornas Pengawasan Pengelolaan Zakat 2025 menegaskan kembali pentingnya integritas dan profesionalisme dalam pengelolaan dana umat. Menag Nasaruddin Umar mengajak semua pihak meneladani Abu Hurairah, sosok terpercaya dan penuh amanah yang dipilih langsung oleh Nabi Muhammad SAW untuk memegang tanggung jawab besar.
Di sisi lain, Ketua BAZNAS Noor Achmad menekankan pentingnya zakat sebagai wujud ajaran sosial dalam agama. Ia menyebut separuh ajaran agama Islam berkaitan dengan tanggung jawab sosial, yang bisa diwujudkan melalui penguatan ZIS secara kolektif.
Rekomendasi Rakornas menyoroti penguatan peran Kementerian Agama dan peningkatan kapasitas lembaga zakat nasional agar mampu menjawab tantangan sosial-ekonomi. Semua pihak diharapkan terus membangun ekosistem zakat yang akuntabel, inklusif, dan berdampak nyata bagi masyarakat luas.(*)