EKOIN.CO – Jakarta, 25 Juni 2025
Tradisi jamuan makan dan minum dalam acara takziah di Indonesia sudah mengakar sejak lama. Namun, banyak ulama kini kembali mengingatkan bahwa praktik tersebut tidak sesuai tuntunan syariat Islam. Bahkan, dalam beberapa kasus, keluarga duka terjerat utang karena ‘kewajiban sosial’ yang justru membebani mereka di tengah kesedihan.
Larangan Jamuan oleh Keluarga Duka: Makruh dan Membebani
Dalam pandangan mayoritas ulama empat mazhab, termasuk Mazhab Syafi’i yang dominan di Indonesia, menyediakan makanan oleh keluarga mayit kepada pelayat adalah makruh. Bahkan sebagian ulama menganggap hal itu mendekati bid’ah, karena menyerupai bentuk ratapan dan hura-hura dalam kesedihan.
“Menjamukan makanan kepada pelayat oleh keluarga mayit bukan ajaran Rasulullah. Bahkan dalam hadits disebutkan bahwa yang diperintahkan justru tetangga yang memasakkan untuk mereka,” ujar Ustaz Ahmad Zain An Najah dalam sebuah kajian daring.
Banyak tokoh agama juga mengkritik fenomena ini yang makin mengarah ke konsumtifisme spiritual. Bahkan dalam beberapa kampung, keluarga duka merasa ‘malu’ jika tidak menyajikan minimal tiga jenis makanan untuk pelayat yang datang berturut-turut selama tiga hari.
Yang Dianjurkan: Makanan dari Tetangga, Bukan Keluarga Mayit
Sebaliknya, Islam sangat menganjurkan agar tetangga dan kerabat dekat-lah yang membawa makanan untuk keluarga yang berduka, bukan sebaliknya. Ini ditegaskan dalam hadits Nabi:
“Buatkan makanan untuk keluarga Ja’far. Sungguh, mereka sedang dalam kondisi yang menyibukkan mereka.” (HR. Ahmad dan Tirmidzi)
Tradisi ini justru menggambarkan solidaritas sosial yang sejati—bukan menjadikan keluarga mayit sebagai tuan rumah yang harus melayani tamu.
Minuman Ringan Masih Dibolehkan
Namun, bukan berarti semua bentuk penyambutan kepada pelayat dilarang. Para ulama membolehkan pemberian minuman ringan seperti air putih, teh, kopi, atau kurma, asalkan tidak diniatkan sebagai jamuan besar.
“Kalau hanya air putih atau teh, sebagai bentuk sopan santun atau adat budaya lokal, itu dibolehkan. Tapi kalau sampai ada nasi kotak, apalagi prasmanan, maka itu yang dilarang,” lanjut Ustaz Ahmad.
Tradisi Takziah: Antara Syariat dan Budaya
Fenomena makan besar di rumah duka sering kali tak lepas dari adat istiadat. Di beberapa daerah, budaya menyajikan makanan bahkan dilakukan berulang pada malam ke-3, ke-7, bahkan ke-40. Padahal, dalam Islam, tidak ada dasar kuat untuk ‘kenduri’ berkala atas nama orang yang sudah meninggal, kecuali sedekah biasa yang diniatkan untuk amal jariyah.
Beberapa ulama lokal bahkan menyebut hal ini telah bergeser ke arah syiar riya, karena menjadi ajang pertunjukan dan beban sosial. Ada keluarga yang sampai menjual barang rumah hanya untuk menjamu pelayat demi gengsi dan “tak enak”.
Solusi Sosial: Empati Bukan Euforia
Dalam konteks keadaban sosial, sudah saatnya masyarakat Indonesia membedakan antara simpati dengan seremoni. Takziah seharusnya menjadi ajang dukungan moral dan spiritual, bukan beban ekonomi. Apalagi jika semua bermuara pada hutang demi gengsi.
“Yang kita butuhkan dalam duka bukan makanan, tapi doa dan ketulusan,” kata Nurul Halimah, seorang relawan takziah di Depok.
- Menjamukan makanan oleh keluarga mayit tidak sesuai ajaran Islam, bahkan berpotensi bid’ah dan makruh.
- Justru tetangga dan kerabat yang disunnahkan membawa makanan untuk keluarga duka, bukan sebaliknya.
- Minuman ringan seperti teh, kopi, air putih, atau kurma masih dibolehkan sebagai bentuk sopan santun.
- Tradisi kenduri malam ke-3, ke-7, hingga ke-40 tidak memiliki dasar syariat yang kuat dan berpotensi membebani.
- Takziah seharusnya menjadi bentuk simpati dan solidaritas, bukan euforia sosial atau ajang pamer.
- Pemerintah desa dan MUI setempat dapat mengeluarkan fatwa atau himbauan agar takziah kembali ke jalur syariat.
- Tokoh agama perlu aktif mengedukasi masyarakat bahwa tak menjamu bukan aib, justru bagian dari syariat.
- Lembaga sosial bisa membentuk Tim Sahabat Takziah yang membantu keluarga duka tanpa membebani mereka.
- Media massa dan media sosial perlu mempromosikan kebiasaan takziah yang sesuai Islam, bukan budaya gengsi.
- Setiap individu muslim hendaknya mengingat bahwa amal saleh dan doa jauh lebih bernilai daripada sekedar nasi kotak.
📲 Ingin tahu topik sosial religius lainnya? Gabung WA News EKOIN di 0821-0000-XXXX
📌 EKOIN.CO — Barometer informasi terpercaya, tajam, dan bernapas Indonesia.
Apakah artikel ini ingin kamu tambahkan infografis atau versi narasi TikTok/Instagram Reels? Saya siap bantu!