Jakarta, EKOIN.CO – Perkembangan teknologi komunikasi global menuju era baru kembali mendapat sorotan serius. Sejumlah pakar teknologi memprediksi bahwa dalam beberapa tahun ke depan, smartphone yang selama ini menjadi perangkat utama dalam kehidupan masyarakat luas, perlahan akan tergantikan oleh teknologi baru yang lebih canggih dan terintegrasi. Perubahan ini diperkirakan akan mengubah banyak aspek dalam interaksi manusia dengan dunia digital, termasuk cara kerja, berkomunikasi, hingga mengakses informasi.
Prediksi ini diangkat dalam berbagai forum teknologi internasional, termasuk pernyataan sejumlah eksekutif teknologi dari perusahaan besar seperti Google, Apple, hingga Neuralink. Salah satu tokoh yang menyuarakan perubahan besar ini adalah Elon Musk, yang mengatakan bahwa masa depan akan mengarah pada interface otak langsung ke perangkat digital, sebuah konsep yang sebelumnya hanya muncul dalam film fiksi ilmiah.
Transisi Menuju Teknologi Brain-Computer Interface
Menurut laporan yang dikutip dari The Verge dan Wired, perangkat pengganti smartphone bukanlah sekadar wearable atau gawai kecil lainnya, melainkan teknologi Brain-Computer Interface (BCI) atau antarmuka otak-komputer. Teknologi ini memungkinkan manusia untuk berinteraksi langsung dengan sistem digital menggunakan sinyal dari otak, tanpa perlu menyentuh layar.
BCI saat ini tengah dikembangkan oleh berbagai perusahaan teknologi dan institusi riset, seperti Neuralink milik Elon Musk dan Kernel milik Bryan Johnson. Tujuan utama pengembangan BCI adalah untuk menciptakan perangkat yang dapat membaca aktivitas otak secara real time dan menerjemahkannya menjadi instruksi digital.
“Bayangkan Anda bisa mengirim pesan atau membuka aplikasi hanya dengan memikirkan perintahnya. Ini bukan sekadar khayalan, tapi arah masa depan kita,” ujar Bryan Johnson, pendiri Kernel, dalam wawancaranya dengan MIT Technology Review.
Pengembangan Masih dalam Tahap Uji Klinis
Meski terdengar futuristik, sejumlah perusahaan telah melangkah lebih jauh dalam uji coba teknologi ini. Neuralink, misalnya, telah melakukan uji coba penanaman chip di otak manusia yang diklaim sukses pada awal tahun 2024. Dalam eksperimen tersebut, subjek uji coba dapat menggerakkan kursor komputer hanya dengan pikirannya.
Namun, pengembangan teknologi ini masih menghadapi tantangan besar, baik dari sisi etika, keselamatan, maupun teknis. Peneliti dari Universitas Stanford menyatakan bahwa meski hasil awal menunjukkan potensi besar, masih dibutuhkan riset lanjutan untuk memastikan keamanan jangka panjang dari penggunaan chip otak tersebut.
“Masih ada pertanyaan soal bagaimana tubuh merespons perangkat asing di otak dalam jangka panjang, dan apakah itu akan berdampak pada fungsi kognitif pengguna,” ungkap Dr. Jonathan Rees, neurolog dari Stanford.
Gawai Baru yang Menghapus Ketergantungan pada Layar
Selain chip otak, perusahaan seperti Mojo Vision tengah mengembangkan lensa kontak pintar yang memungkinkan pengguna melihat notifikasi, arah navigasi, bahkan membaca pesan langsung dari permukaan mata. Teknologi ini digadang-gadang akan menjadi pengganti visual dari layar smartphone.
Mojo Lens, produk andalan perusahaan tersebut, telah menunjukkan kemajuan signifikan sejak 2023. Lensa ini menggunakan tampilan mikroLED yang sangat kecil namun memiliki resolusi tinggi, cukup untuk menampilkan teks dan gambar secara langsung di bidang pandang mata.
“Kami percaya bahwa perangkat yang tidak mengganggu alur pandang pengguna akan menjadi standar baru dalam komunikasi digital,” ujar Drew Perkins, CEO Mojo Vision.
Perubahan Besar dalam Ekosistem Digital
Peralihan dari smartphone ke perangkat antarmuka otak atau visual seperti lensa pintar ini akan membawa perubahan besar dalam industri digital. Aplikasi, sistem operasi, hingga infrastruktur jaringan diperkirakan akan mengalami transformasi menyeluruh untuk menyesuaikan dengan cara baru berinteraksi manusia dengan teknologi.
Pakar industri teknologi, Benedict Evans, mengungkapkan bahwa evolusi perangkat digital tidak bisa dihindari, dan pergeseran dari layar ke antarmuka langsung akan terjadi dalam dekade ini. “Kita berada di ambang era post-smartphone. Teknologi baru akan mengambil alih,” ujarnya, dikutip dari Bloomberg.
Tantangan Regulasi dan Etika
Seiring dengan perkembangan teknologi ini, muncul pula kekhawatiran dari sejumlah pihak terkait aspek privasi dan kendali data otak pengguna. Banyak pihak mendesak agar regulasi dibuat lebih ketat untuk menghindari penyalahgunaan data neurodigital oleh korporasi maupun negara.
Menurut laporan dari The Guardian, Uni Eropa telah mulai menyusun regulasi perlindungan data neurodigital, termasuk hak untuk tidak mempublikasikan sinyal otak sebagai bentuk perlindungan privasi paling mendasar. Komisi Uni Eropa menyatakan bahwa data otak adalah bentuk data paling pribadi yang perlu pengamanan khusus.
“Data pikiran adalah jantung dari individualitas. Kita tidak bisa membiarkan teknologi membaca dan menyimpan pikiran seseorang tanpa perlindungan hukum,” ujar Margrethe Vestager, Komisioner Persaingan Usaha UE.
Respon Publik dan Adopsi Awal
Meski teknologi ini masih dalam tahap pengembangan, respon publik sudah mulai terbentuk. Survei dari Pew Research pada awal 2025 menunjukkan bahwa sekitar 38% responden di AS menyatakan bersedia menggunakan teknologi BCI jika terbukti aman dan meningkatkan produktivitas.
Di sisi lain, ada pula kekhawatiran dari masyarakat tentang potensi kehilangan kendali atas privasi, serta efek psikologis dan sosial dari penggunaan perangkat yang melekat secara permanen pada tubuh, khususnya otak.
Saran dan Kesimpulan
Transformasi menuju era pasca-smartphone tampaknya bukan lagi sekadar wacana, tetapi mulai menunjukkan arah yang jelas dengan adanya uji coba nyata dan respon pasar yang terbentuk. Teknologi seperti chip otak dan lensa kontak pintar memberikan gambaran masa depan di mana interaksi manusia dengan teknologi menjadi lebih natural dan instan.
Meski demikian, penting untuk memastikan bahwa adopsi teknologi ini tidak mengorbankan nilai-nilai kemanusiaan, khususnya privasi dan etika penggunaan data otak. Pemerintah dan komunitas internasional perlu menyiapkan kerangka hukum dan kebijakan sejak dini agar pengembangan teknologi ini tidak lepas kendali.
Di tengah pesatnya kemajuan ini, kolaborasi antara ilmuwan, pengusaha, dan masyarakat menjadi kunci agar teknologi benar-benar menjadi alat pembebas, bukan alat kontrol. Keterbukaan informasi dan transparansi pengujian menjadi penting agar kepercayaan publik dapat terjaga.
Industri teknologi harus memastikan bahwa inovasi tidak hanya terfokus pada kecepatan, tetapi juga pada keamanan dan keberlanjutan. Hal ini terutama penting karena teknologi yang bersentuhan langsung dengan sistem biologis manusia memiliki risiko yang sangat tinggi jika terjadi kesalahan.
Pada akhirnya, kita tengah menyaksikan permulaan dari perubahan besar yang akan mengubah sejarah hubungan manusia dan teknologi. Smartphone yang selama ini mendominasi kehidupan kita perlahan akan tersingkirkan oleh perangkat yang lebih mendalam dan intuitif.(*)
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v