Jakarta, EKOIN.CO – Menteri Agama Nasaruddin Umar secara resmi membuka kick off Musabaqah Qira’atil Kutub (MQK) Internasional Ke-1 Tahun 2025 di Auditorium H.M Rasjidi, Jakarta, pada Selasa, 8 Juli 2025.
Dalam sambutannya, Nasaruddin menekankan pentingnya dimensi spiritual dalam lomba ini. Ia menyampaikan bahwa MQK tidak sekadar menilai kemampuan membaca kitab kuning, tetapi harus mengandung pemaknaan yang sakral dan mendalam.
“Perlombaan Qiroatul Kutub tidak hanya menekankan aspek qiraatnya saja tanpa ada penghayatan. Tetapi harus menekankan makna sakralnya sesuai dengan tujuan perlombaan ini yaitu untuk menjiwai kitab-kitab turats itu sendiri,” tegasnya.
Ia menjelaskan bahwa kitab turats adalah warisan intelektual Islam yang mencakup berbagai bidang keilmuan. Kitab ini mengandung nilai-nilai penting yang harus dipahami bukan hanya secara teknis, tetapi secara substansi.
Salah satu contoh kitab turats, menurutnya, adalah Lagaligo yang berasal dari Sulawesi Selatan. “Kata turats berarti warisan atau peninggalan, dan dalam konteks ini mengacu pada literatur keislaman seperti fiqih, tafsir, hadits, bahasa Arab, dan sebagainya,” ujarnya.
Seleksi Digital dan Adaptasi Teknologi
Direktur Jenderal Pendidikan Islam, Suyitno, menambahkan bahwa pelaksanaan MQK tahun ini telah mengadopsi teknologi digital. Sistem Computer Based Test (CBT) menjadi metode seleksi santri pada tahap awal kompetisi.
“MQK tahun ini merupakan MQK Internasional pertama di Indonesia yang telah beradaptasi dengan perkembangan digital dan telah menggunakan sistem CBT dalam seleksi tesnya. Hal ini menjadi penanda bahwa pesantren telah melaksanakan salah satu program prioritas Kementerian Agama RI (ASTA PROTAS),” ungkap Suyitno.
Tercatat, sebanyak 8.773 santri dari 1.218 lembaga berpartisipasi. Mereka berasal dari 1.161 pondok pesantren dan 57 Ma’had Aly yang tersebar di seluruh Indonesia.
Pada tahap berikutnya, sebanyak 10 santri putra dan 10 santri putri terbaik dari berbagai provinsi akan mengikuti babak penyisihan hingga final. Acara puncak akan dilangsungkan di Pondok Pesantren As’adiyah Sengkang, Kabupaten Wajo, Sulawesi Selatan, pada 1 hingga 7 Oktober 2025.
Bungosa, maskot resmi MQK Internasional, diperkenalkan sebagai simbol kebijaksanaan dan harapan. Karakter ini terinspirasi dari Ikan Bungo yang berasal dari Danau Tempe, Sulawesi Selatan, dan menggabungkan kata “Bungo” dan “Asa”.
Makna Simbolik dan Acara Pendukung
Acara MQK Internasional turut diramaikan dengan kegiatan pendamping seperti Halaqah Ulama Internasional, Expo Kemandirian Pesantren, Macanang Bershalawat, dan Perkemahan Pramuka Santri Nusantara.
Selain itu, terdapat pula kegiatan inspiratif seperti Fajr Inspiration, Night Inspiration, dan Pesantren Hijau, yang menampilkan nilai-nilai lingkungan, kreativitas, dan spiritualitas dalam satu rangkaian.
Tiga nilai utama menjadi mantra dasar pelaksanaan MQK Internasional yaitu ekoteologi, kurikulum cinta, dan perdamaian dunia. Ketiganya menjadi landasan untuk membangun generasi santri yang religius dan berdaya saing global.
Menag Nasaruddin berharap lomba ini bisa menggugah kesadaran spiritual para santri terhadap kekayaan literasi klasik Islam. Menurutnya, pemahaman atas turats adalah jembatan untuk merawat warisan keilmuan sekaligus memupuk kedalaman jiwa.
“Kompetisi ini bukan bertujuan menguji keahlian bahasa Arab tetapi untuk menguji pemahaman mendalam dan mengetahui seberapa jauh spiritual meaning para santri terhadap kitab-kitab turats,” tambahnya.
Musabaqah Qira’atil Kutub Internasional Ke-1 Tahun 2025 menjadi momentum penting dalam memperkuat warisan keilmuan Islam di Indonesia. Dengan pendekatan yang menekankan dimensi spiritual dan pemahaman substansial, kegiatan ini menegaskan bahwa santri tidak hanya diajak memahami teks, tapi juga meresapi makna.
Kehadiran teknologi dalam seleksi peserta menandai pergeseran budaya pesantren menuju tata kelola yang lebih modern. Dengan tetap menjaga ruh klasik kitab turats, adaptasi digital yang diterapkan mencerminkan wajah baru pesantren yang siap menjawab tantangan zaman.
Simbolisasi Bungosa, serta rangkaian acara pelengkap yang penuh nilai, menegaskan bahwa MQK bukan sekadar kompetisi. Ia adalah perayaan keberagaman, spiritualitas, dan kearifan lokal yang dipadukan dalam semangat globalisasi.(*)