KAIRO, EKOIN.CO – Pemerintah Mesir resmi menandatangani kesepakatan impor gas terbesar dengan Israel senilai 35 miliar dolar AS, yang sekaligus memecahkan rekor ekspor energi dalam sejarah Israel. Kesepakatan ini diumumkan pada Kamis (7/8/2025) oleh perusahaan energi Israel, NewMed.
Gabung WA Channel EKOIN
Rekor Baru dalam Perdagangan Gas
NewMed, salah satu dari tiga pemilik bersama ladang lepas pantai Leviathan, akan menyalurkan gas sebanyak 130 miliar meter kubik (bcm) ke Mesir hingga 2040. Perusahaan ini memegang 45,34 persen cadangan gas tersebut, bersama dengan Ratio dan raksasa energi Chevron.
Nilai kontrak ini hampir tiga kali lipat dari impor gas Mesir dari ladang Leviathan selama ini. Pada 2018, kesepakatan awal memungkinkan pasokan sebesar 4,5 bcm per tahun, meski sering terganggu sejak konflik di Gaza meletus pada Oktober 2023.
Kesepakatan baru ini menandai langkah signifikan dalam hubungan energi kedua negara, sekaligus memperluas kontrak yang akan berakhir di penghujung dekade ini. Mesir memilih memperbesar impor gas seiring meningkatnya kebutuhan domestik.
Peningkatan konsumsi terjadi saat produksi gas dalam negeri Mesir menurun tiga tahun terakhir. Kebutuhan listrik, industri, dan rumah tangga menjadi pendorong utama lonjakan permintaan tersebut.
Ketergantungan Energi yang Meningkat
Kesepakatan ini juga dinilai memperdalam ketergantungan Mesir pada pasokan energi Israel. Kondisi ini memunculkan diskusi di kalangan pengamat energi dan politik luar negeri terkait implikasi jangka panjangnya.
Menurut laporan Middle East Eye, perjanjian ini adalah yang terbesar dalam sejarah ekspor gas Israel, memberikan pemasukan besar bagi sektor energi negara tersebut.
Bagi Israel, kesepakatan ini menjadi pencapaian strategis di tengah ketegangan geopolitik kawasan. Ekspor gas ke Mesir memberikan stabilitas pasar dan keuntungan finansial yang signifikan.
Mesir sendiri diperkirakan akan mengolah sebagian gas ini untuk kebutuhan domestik dan mengekspor sisanya dalam bentuk LNG ke pasar global, terutama Eropa.
NewMed menegaskan komitmennya untuk memenuhi pasokan sesuai jadwal, meski terdapat potensi gangguan keamanan di wilayah operasional.
Kesepakatan ini juga memberikan peluang kerja sama teknologi dan infrastruktur antara kedua negara, termasuk modernisasi fasilitas pengolahan gas di Mesir.
Dari sisi ekonomi, kontrak ini diperkirakan akan membantu Mesir mengatasi kekurangan pasokan energi yang sempat memicu pemadaman listrik bergilir pada musim panas lalu.
Bagi industri Mesir, pasokan tambahan ini membuka peluang untuk meningkatkan kapasitas produksi dan menarik investasi asing.
Namun, beberapa pihak di Mesir mengkritisi kebijakan ini karena khawatir akan membuat negara semakin bergantung pada pasokan luar negeri.
Pemerintah Kairo menegaskan bahwa keputusan ini adalah langkah strategis demi menjamin keamanan energi nasional.
Di sisi lain, para analis menilai kesepakatan ini dapat memperkuat posisi Mesir sebagai hub energi regional di masa depan.
Kontrak ini juga menjadi sinyal bahwa kerja sama ekonomi dapat berlangsung meski terdapat ketegangan politik di kawasan.
Bagi Israel, keberhasilan menandatangani kesepakatan ini di tengah situasi geopolitik yang rumit menjadi bukti daya tarik sektor gas mereka.
Dengan jangka waktu kontrak hingga 2040, hubungan energi Mesir-Israel diperkirakan akan semakin erat dan kompleks.
Banyak pihak memandang bahwa kesepakatan ini akan menjadi faktor penentu dalam peta energi Timur Tengah pada dekade mendatang.
Langkah ini sekaligus menegaskan bahwa gas masih memegang peranan vital dalam politik dan ekonomi kawasan.
Meski kontroversial, kesepakatan tersebut memperlihatkan bahwa kebutuhan energi kerap melampaui perbedaan politik yang ada.
Ke depan, dinamika kerja sama ini akan menjadi perhatian penting bagi para pengambil kebijakan di kedua negara.
Pemerintah dan masyarakat diharapkan dapat memanfaatkan keuntungan gas ini secara maksimal, sekaligus mengantisipasi risiko ketergantungan yang berlebihan.
Langkah strategis dalam pengelolaan energi akan menjadi kunci menjaga stabilitas pasokan dan harga di masa depan.
Mesir perlu mengembangkan kapasitas produksi domestiknya agar keseimbangan energi tetap terjaga.
Keterbukaan terhadap investasi dan transfer teknologi akan membantu Mesir memperkuat sektor energinya sendiri.
Pada akhirnya, kesepakatan ini adalah ujian bagi diplomasi dan strategi energi kedua negara.
Bila dikelola dengan bijak, kontrak ini dapat menjadi katalisator pertumbuhan ekonomi sekaligus mempererat hubungan bilateral.
Keseimbangan antara keuntungan ekonomi dan kedaulatan energi akan menentukan keberhasilan jangka panjang dari perjanjian ini.
(*)
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v