JAKARTA, EKOIN.CO– Menteri Sosial Saifullah Yusuf atau Gus Ipul menegaskan komitmennya dalam mendukung kemandirian penyandang disabilitas netra. Komitmen ini disampaikan saat audiensi bersama DPP Pertuni di Jakarta, Jumat (4/7/2025).
Audiensi tersebut berlangsung di Kantor Kementerian Sosial, dengan dihadiri pengurus Dewan Pimpinan Pusat Persatuan Tunanetra Indonesia. Gus Ipul menyampaikan ajakan agar perencanaan dilakukan secara matang.
“Bikin perencanaan yang baik. Yang bisa didukung dari Kementerian Sosial, kita akan dukung. Yang perlu kerja sama dengan pihak-pihak lain akan kita carikan mitra,” ujar Gus Ipul.
Pernyataan tersebut menjadi sinyal dukungan kuat dari pemerintah pusat, terutama dalam upaya memberdayakan kelompok rentan secara berkelanjutan. Dukungan ini juga berkaitan dengan strategi program-program rehabilitasi sosial.
Gus Ipul menekankan pentingnya membangun jejaring untuk melibatkan lebih banyak pemangku kepentingan dalam mendukung penyandang disabilitas netra.
Penyandang Disabilitas Netra Paling Banyak
Menurut Data Terpadu Sosial Ekonomi Nasional (DTSEN), jumlah penyandang disabilitas di Indonesia mencapai lebih dari 15 juta jiwa. Angka ini mencakup berbagai ragam disabilitas.
Dari jumlah tersebut, penyandang disabilitas netra menjadi kelompok terbanyak, yakni lebih dari 6 juta jiwa. Data ini menjadi dasar penting dalam menentukan arah kebijakan yang inklusif.
Banyak dari mereka yang masih menghadapi tantangan serius dalam mendapatkan akses terhadap pekerjaan dan pelatihan kerja yang memadai.
Sekretaris Umum DPP Pertuni, Rinna Prasarani, menyampaikan bahwa mayoritas penyandang disabilitas netra bekerja sebagai tukang pijat. Persentasenya mencapai 80 persen.
Namun saat ini, banyak dari mereka yang kesulitan mempertahankan profesi tersebut akibat regulasi baru soal standarisasi kompetensi.
Tantangan Standarisasi Kompetensi
“Yang terkendala adalah bahwa mereka belum bisa melanjutkan profesinya secara formil seperti dulu saat mereka bisa buka secara mandiri klinik-klinik pijat tuna netra,” ujar Rinna.
Ia menambahkan bahwa banyak penyandang disabilitas netra harus beralih profesi atau bahkan berhenti bekerja karena tidak mampu memenuhi standar baru.
Kebutuhan akan pelatihan serta waktu adaptasi menjadi tantangan yang perlu segera direspons oleh pemangku kebijakan.
Situasi ini menyebabkan semakin sempitnya ruang ekonomi bagi komunitas tuna netra yang selama ini bergantung pada profesi sebagai pemijat.
Pemerintah melalui Kementerian Sosial menyadari kondisi tersebut dan berupaya menyediakan solusi berbasis kebutuhan.
Dukungan Berupa Alat Bantu
Dalam beberapa kesempatan, Kementerian Sosial telah memberikan bantuan berupa alat bantu tongkat adaptif kepada para penyandang disabilitas netra melalui Pertuni.
Tongkat ini mampu mengeluarkan suara ketika mendeteksi getaran atau hambatan di sekitarnya. Teknologi tersebut membantu mobilitas para tuna netra.
Selain tongkat adaptif, bantuan lain juga diberikan melalui program Asistensi Rehabilitasi Sosial (ATENSI).
Bantuan ATENSI disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing penyandang disabilitas netra agar bisa kembali mandiri dan produktif.
Skema ini meliputi dukungan pemenuhan kebutuhan dasar, pemberdayaan ekonomi, dan pelatihan keterampilan.
Kolaborasi Jadi Kunci Keberhasilan
Gus Ipul juga menggarisbawahi pentingnya kolaborasi lintas sektor untuk memperluas dampak dari program-program pemberdayaan tersebut.
Ia menilai bahwa upaya pemberdayaan tidak dapat dilakukan hanya oleh satu lembaga. Kemitraan menjadi hal yang tak terhindarkan.
“Kita perlu kerja sama dengan pihak lain, dan kami siap menjembatani,” tegasnya dalam forum tersebut.
Rinna menyambut baik komitmen tersebut dan berharap kerja sama dapat mencakup pelatihan keterampilan baru yang sesuai dengan kebutuhan penyandang disabilitas netra.
Ia mengingatkan bahwa pendekatan partisipatif sangat diperlukan agar kebijakan benar-benar menyentuh akar masalah.
Kebutuhan Akses dan Inklusi
Selain alat bantu dan pelatihan, penyandang disabilitas netra juga membutuhkan akses informasi dan pendidikan yang setara.
Pendidikan inklusif menjadi pondasi penting agar mereka bisa bersaing dan mandiri secara ekonomi di masa depan.
Menurut Rinna, peningkatan kapasitas tidak bisa hanya bergantung pada individu, tetapi juga perlu dukungan kebijakan.
Regulasi dan standar kompetensi perlu dirancang dengan mempertimbangkan kondisi riil penyandang disabilitas netra.
Hal ini penting untuk memastikan tidak ada yang tertinggal dalam proses pembangunan nasional.
Kementerian Sosial Siapkan Dukungan Lanjutan
Dalam waktu dekat, Kementerian Sosial disebut tengah mengkaji ulang program pelatihan dan pemberdayaan bagi tuna netra agar lebih aplikatif.
Kajian ini melibatkan komunitas dan organisasi disabilitas agar program-program tersebut tepat sasaran dan efisien.
ATENSI dan bantuan mobilitas menjadi dua program utama yang akan terus diperluas cakupannya.
Program-program tersebut akan dikembangkan dengan skema pendampingan berkelanjutan.(Gambar diambil dari Tirto.id)
Gus Ipul berharap ke depan lebih banyak penyandang disabilitas netra yang mampu menjalani hidup mandiri.(*)
Berlangganan gratis WANEWS EKOIN lewat saluran WhatsUp EKOIN di :
https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v