Jakarta, EKOIN.CO – Menteri Agama Nasaruddin Umar menyebut potensi wakaf di Indonesia jauh lebih besar dibandingkan zakat. Ia menilai wakaf memiliki fleksibilitas dalam pengelolaan, sehingga berpotensi besar dalam mendukung pembangunan sosial dan ekonomi masyarakat.
Pernyataan tersebut disampaikan Nasaruddin saat menerima jajaran Yayasan Amaliah Astra di Kantor Kementerian Agama, Lapangan Banteng, Jakarta, pada Selasa (15/7/2025). Dalam kesempatan itu, ia membandingkan praktik wakaf di Indonesia dengan negara-negara lain.
Ia menyebut Turki sebagai salah satu contoh negara yang berhasil memanfaatkan wakaf untuk membangun berbagai fasilitas publik. “Turki mampu membangun banyak sekolah dari hasil wakaf,” ujar Nasaruddin di hadapan peserta audiensi.
Selain Turki, ia juga menyebut Jordania dan Kuwait sebagai negara yang menempatkan wakaf sebagai instrumen utama dalam pembangunan sosial. Ia mengutip data yang menunjukkan perbandingan signifikan antara pengumpulan zakat dan wakaf di Jordania.
“Jordan tahun kemarin mampu mengumpulkan zakat sekitar 20 miliar dinar dan mengumpulkan 600 miliar dinar dari wakaf, 20 banding 600,” ungkapnya tegas.
Wakaf Dinilai Lebih Fleksibel
Menag menambahkan bahwa wakaf memiliki keunggulan karena tidak dibatasi oleh asnaf seperti zakat. “Kalau zakat itu kan asnaf-nya ditentukan, enggak boleh di luar itu. Kalau wakaf lebih longgar lagi menggunakannya,” ucapnya.
Ia menjelaskan, zakat memang penting, namun besaran umumnya hanya 2,5%. Sementara itu, wakaf dapat mengoptimalkan potensi ekonomi umat melalui aset produktif yang lebih luas dan berkelanjutan.
Dalam pertemuan tersebut, Nasaruddin juga menyampaikan pandangannya tentang pentingnya peran masjid dalam kehidupan masyarakat, tidak hanya sebagai tempat ibadah tetapi juga sebagai pusat pembinaan.
“Ke depan masjid itu harus memerankan dua peran, peran memberikan kesemarakkan dan peran memberikan syiar dalam bentuk penghayatan atau pendalaman makna,” jelasnya.
Menag mengapresiasi langkah Yayasan Amaliah Astra yang telah menjalankan berbagai program pemberdayaan umat berbasis masjid. Ia menilai, pendekatan seperti ini perlu diperluas dan didukung.
Model Pemberdayaan Masjid
Yayasan Amaliah Astra dilaporkan berhasil mengelola 332 masjid dan musala di berbagai wilayah. Program yang dijalankan antara lain lomba tahfiz internasional, pelatihan keterampilan bagi dhuafa, dan peluncuran aplikasi keuangan masjid.
“Yang menjadi isu adalah bagaimana masjid memberdayakan umat dan itu sudah dilakukan oleh Astra, bukan lagi kita memberdayakan masjid tapi kita yang diberdayakan oleh masjid,” tegas Nasaruddin.
Ketua Yayasan Amaliah Astra, Riza Deliansyah, menyampaikan rasa terima kasih atas dukungan yang diberikan Kementerian Agama selama ini dalam mendukung program-program keumatan yang mereka jalankan.
“Terima kasih Pak, atas segala macam kontribusi yang Pak Menteri lakukan selama ini ke kami,” ujar Riza dalam pertemuan tersebut.
Kegiatan ini berlangsung hangat dan ditutup dengan diskusi mengenai potensi sinergi lebih lanjut antara kementerian dan lembaga swasta dalam memajukan pengelolaan wakaf nasional.
Pertemuan antara Menteri Agama dan Yayasan Amaliah Astra menegaskan pentingnya pengelolaan wakaf secara strategis untuk mendukung kesejahteraan masyarakat. Wakaf dinilai lebih fleksibel daripada zakat, sehingga mampu menampung program sosial yang lebih luas.
Keberhasilan negara lain seperti Turki dan Jordania menjadi rujukan untuk Indonesia dalam membangun infrastruktur pendidikan dan sosial melalui skema wakaf. Kementerian Agama kini melihat peluang besar untuk menjadikan wakaf sebagai pilar utama pembangunan umat.
Yayasan Amaliah Astra menjadi contoh konkret bagaimana lembaga swasta dapat berperan dalam penguatan fungsi masjid. Dukungan kebijakan dari pemerintah diharapkan mampu mempercepat transformasi masjid sebagai pusat pemberdayaan umat di masa depan.(*)