Lampung, EKOIN.CO -Seorang manajer bank pelat merah di Pringsewu, Lampung, resmi ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi pengelolaan dana nasabah senilai Rp17,96 miliar. Penetapan ini diumumkan oleh Kejaksaan Tinggi (Kejati) Lampung setelah proses penyidikan mendalam terhadap kasus yang terjadi selama periode 2021 hingga 2025.
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v
Penetapan tersangka dilakukan terhadap Cindy Almira, yang menjabat sebagai Relationship Manager Funding & Transaction (RMFT) di kantor cabang bank BUMN tersebut. Kejaksaan menyatakan bahwa modus yang digunakan tergolong sistematis dan merugikan negara dalam jumlah signifikan.
Modus Operandi dan Peran Tersangka
Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati Lampung, Armen Wijaya, menjelaskan bahwa penetapan tersangka dilakukan setelah tim penyidik memeriksa sebanyak 40 orang saksi dan memperoleh dua alat bukti yang sah secara hukum. Armen menyampaikan pernyataan ini pada Senin malam, 21 Juli 2025.
“Setelah memperoleh dua alat bukti yang cukup, tim penyidik menetapkan CA alias CND yang menjabat sebagai RMFT menjadi tersangka,” kata Armen. Ia menyebut bahwa modus yang digunakan tersangka mencakup penarikan dana dari rekening tabungan, deposito, dan giro milik nasabah tanpa sepengetahuan mereka.
Selain itu, tersangka juga membuat transaksi fiktif pada mesin Electronic Data Capture (EDC) dan mengajukan pinjaman cash collateral fiktif. Semua tindakan itu dilakukan dengan dalih memenuhi target penghimpunan dana, namun tujuannya untuk memperkaya diri sendiri dan pihak lain secara melawan hukum.
Barang Bukti dan Kerugian Negara
Dalam proses penyidikan, tim Kejati Lampung telah menggeledah sejumlah lokasi dan menyita barang bukti. Armen mengungkapkan bahwa di antaranya adalah sertifikat tanah dan bangunan yang berlokasi di kawasan Gunung Kancil, Pringsewu, dengan nilai estimasi sebesar Rp450 juta.
Penyidik juga menyita beberapa unit ponsel yang diyakini memiliki hubungan langsung dengan tindak pidana yang dilakukan. Tidak hanya itu, turut disita pula dana investasi di beberapa restoran dan uang tunai sebesar Rp552 juta yang diduga berasal dari hasil kejahatan.
“Total perkiraan nilai taksiran aset yang berhasil diperoleh untuk pemulihan kerugian negara yakni Rp3,7 miliar,” terang Armen. Kejaksaan menilai angka tersebut baru sebagian dari total kerugian negara akibat perbuatan tersangka.
Dalam upaya lanjutan untuk proses hukum, Kejati Lampung telah menahan tersangka CA di Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Kelas II A Bandar Lampung. Penahanan ini bertujuan untuk memperlancar proses penyidikan dan mencegah potensi penghilangan barang bukti.
Penyidik saat ini masih terus melakukan pendalaman terhadap aliran dana yang dikelola oleh tersangka, termasuk kemungkinan adanya pihak lain yang terlibat dalam jaringan kejahatan ini. Kejati membuka peluang adanya tersangka baru bila ditemukan bukti keterlibatan.
Kejaksaan juga bekerja sama dengan lembaga keuangan lain untuk menelusuri lebih lanjut sejumlah transaksi mencurigakan yang telah berlangsung dalam rentang waktu empat tahun terakhir. Proses pelacakan aset pun tengah dilakukan untuk mengembalikan kerugian negara semaksimal mungkin.
Tindakan penggelapan dana ini disebut telah merugikan banyak nasabah individu dan korporasi yang mempercayakan dananya di bank tersebut. Sejumlah korban bahkan baru menyadari kehilangan dana setelah penyidikan dilakukan oleh Kejati Lampung.
Hingga berita ini diturunkan, belum ada pernyataan resmi dari pihak bank pelat merah tempat tersangka bekerja. Namun Kejati menegaskan akan terus melakukan proses hukum sesuai prosedur dan tidak pandang bulu terhadap siapapun yang terlibat.
Pemeriksaan lebih lanjut juga akan difokuskan pada sistem pengawasan internal bank yang dianggap lalai dalam mendeteksi penyimpangan dana selama bertahun-tahun. Hal ini membuka wacana reformasi pengawasan dalam industri perbankan milik negara.
Kejati Lampung mengimbau kepada nasabah yang merasa menjadi korban untuk segera melapor dan memberikan data yang dibutuhkan agar proses hukum dapat berjalan secara transparan dan adil.
Di sisi lain, publik mendesak agar transparansi proses hukum dijaga serta mengharapkan pemulihan dana bisa terealisasi. Penelusuran terhadap aset tersangka menjadi langkah krusial dalam mengembalikan dana yang telah diselewengkan.
Kasus ini menjadi sorotan di Lampung dan secara nasional karena melibatkan salah satu lembaga keuangan milik pemerintah. Perkara ini juga menimbulkan kekhawatiran atas lemahnya pengawasan terhadap pengelolaan dana nasabah.
Masyarakat berharap aparat penegak hukum dapat menuntaskan kasus ini hingga ke akarnya dan menjadi pelajaran bagi semua pihak di industri keuangan. Kejati menegaskan akan menyampaikan perkembangan kasus ini secara berkala kepada publik.
Penyidikan terhadap kasus korupsi ini diyakini masih akan berlangsung dalam beberapa waktu ke depan. Kejati juga membuka ruang bagi masyarakat untuk memberikan informasi tambahan jika memiliki bukti relevan.
Kasus ini memperlihatkan pentingnya kontrol internal yang ketat dan audit berkala terhadap kegiatan manajerial perbankan. Sistem digitalisasi pengawasan juga perlu diperkuat guna mencegah kejahatan serupa di masa mendatang.
Langkah tegas Kejati Lampung diapresiasi berbagai pihak karena menunjukkan komitmen terhadap pemberantasan korupsi, terutama di sektor perbankan yang sangat vital bagi stabilitas keuangan nasional.
Sebagai kasus ini menyoroti betapa pentingnya integritas pegawai bank dalam menjaga kepercayaan nasabah. Ketika pengawasan longgar dan integritas tercederai, dampaknya sangat merugikan negara maupun masyarakat luas.
Konsistensi aparat hukum dalam memproses tersangka tanpa intervensi adalah fondasi penting agar kasus ini menjadi preseden baik ke depan. Tindakan tegas terhadap penyimpangan dana harus menjadi norma bukan pengecualian.
Transparansi publik juga perlu dijaga melalui penyampaian hasil penyidikan yang obyektif dan dapat dipertanggungjawabkan. Hal ini penting agar kepercayaan masyarakat terhadap lembaga hukum tidak pudar.
Dalam konteks ini, perbankan nasional dituntut melakukan pembenahan menyeluruh baik dari segi SDM maupun sistem keamanan digital. Penguatan audit dan sistem pengendalian internal adalah langkah konkret yang tidak bisa ditunda.
Pemerintah melalui OJK atau kementerian terkait perlu memperkuat regulasi pengawasan bank BUMN agar kejadian serupa tidak terulang di masa mendatang. Tindakan preventif akan lebih baik daripada langkah reaktif belaka. (*)