Jakarta, EKOIN.CO – Menanggapi memburuknya kualitas udara ibu kota, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) melalui Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (BPLH) mulai menerapkan program uji emisi rutin setiap pekan. Program ini berlaku bagi seluruh kendaraan roda dua dan empat yang berada di kawasan kantor KLHK/BPLH, termasuk kendaraan dinas, pegawai, dan tamu.
Langkah tersebut bukan sekadar kampanye simbolik, tetapi respons nyata terhadap meningkatnya emisi kendaraan yang mendominasi pencemaran udara di Jakarta. KLHK ingin memastikan setiap kendaraan yang beroperasi di lingkungannya memenuhi ambang batas emisi sesuai peraturan. Uji emisi dilakukan dengan metode berbeda tergantung bahan bakar kendaraan.
Untuk kendaraan berbahan solar, pengujian berlangsung selama 20 detik. Sedangkan kendaraan berbahan bensin memerlukan waktu sekitar dua menit. Prosedur ini mengacu pada Peraturan Menteri LHK Nomor 8 Tahun 2023 tentang Penerapan Baku Mutu Emisi Kendaraan Bermotor Kategori M, N, O, dan L.
“Langit Jakarta tidak sedang baik-baik saja. Kualitas udaranya makin mengkhawatirkan. Karena itu, KLH/BPLH mengambil peran konkret melalui langkah uji emisi berkala ini,” tegas Deputi Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan, Rasio Ridho Sani saat diwawancarai di Jakarta, Jumat (11/7/2025).
Berdasarkan data pemantauan, polutan di udara Jakarta telah melampaui ambang batas aman dalam beberapa bulan terakhir. Menurut Rasio, kendaraan bermotor menjadi kontributor utama dalam pencemaran udara yang semakin parah.
Langkah Edukatif dan Tegas
KLHK menekankan bahwa program ini tidak semata-mata administratif, tetapi juga bentuk keberpihakan pada hak masyarakat untuk menghirup udara bersih. Rasio menambahkan, “Upaya ini bukan sekadar formalitas, tapi bagian dari edukasi masif agar semua pihak sadar bahwa udara bersih adalah hak dan tanggung jawab bersama.”
Program uji emisi di lingkungan KLHK ini diharapkan menjadi teladan nasional. Kementerian berharap lembaga negara, BUMN, hingga pemerintah daerah dapat mengadopsi pendekatan serupa sebagai langkah kolektif menghadapi krisis kualitas udara.
“Kita tidak bisa lagi menutup mata. Setiap kendaraan wajib patuh pada baku mutu emisi. Kita butuh aksi nyata, bukan hanya wacana,” ujar Rasio dengan nada tegas saat ditemui di area parkir kantor KLHK.
Sebagai bentuk sosialisasi, kendaraan yang lulus uji akan ditempeli stiker khusus penanda ramah lingkungan. Sementara itu, kendaraan yang tidak lulus diarahkan untuk segera memperbaiki sistem emisinya.
Gerakan Bersama Jaga Langit Jakarta
Stiker tersebut bukan hanya identifikasi teknis, tetapi juga simbol kepatuhan terhadap peraturan emisi yang berlaku. KLHK berharap dengan adanya visualisasi ini, masyarakat semakin sadar akan pentingnya menjaga udara bersih secara bersama-sama.
Pemerintah juga membuka peluang kolaborasi dengan bengkel resmi dan komunitas otomotif dalam memberikan edukasi kepada masyarakat mengenai standar emisi dan perawatan kendaraan yang ramah lingkungan.
“Kita butuh keterlibatan semua pihak. Saya mengajak seluruh pemilik kendaraan, baik pribadi maupun instansi, untuk tunduk dan patuh pada baku mutu emisi. Jangan tunda lagi—udara yang kita hirup hari ini menentukan kesehatan kita esok hari. Mari kita jaga bersama, demi langit Jakarta yang bersih dan biru,” pungkas Rasio.
Program ini akan dievaluasi secara berkala dan rencananya diperluas ke kementerian lain dalam waktu dekat. KLHK juga menyiapkan laporan transparan mengenai hasil uji emisi setiap bulan untuk mendorong akuntabilitas.
Langkah KLHK dan BPLH dalam menerapkan uji emisi mingguan merupakan respons konkret terhadap kondisi udara Jakarta yang kian memburuk akibat emisi kendaraan. Program ini tidak hanya bertujuan teknis, melainkan bagian dari gerakan kolektif menuju udara bersih dan sehat.
Dukungan dari semua pihak menjadi penentu keberhasilan gerakan ini. Melalui edukasi, stiker penanda, hingga kolaborasi lintas sektor, KLHK ingin membangun kesadaran publik akan pentingnya baku mutu emisi sebagai standar umum berkendara di kawasan perkotaan.
Kebijakan ini bisa menjadi titik awal perubahan perilaku masyarakat terhadap kendaraan mereka. Jika dijalankan secara konsisten dan meluas, langit biru Jakarta bukan lagi sekadar harapan, tetapi cita-cita bersama yang bisa dicapai dengan tindakan nyata.(*)