Jakarta, EKOIN.CO – Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) bersama Islamic Cultural Center (ICC) Jakarta menjalin kemitraan riset lintas budaya dan peradaban. Kolaborasi ini diumumkan dalam pertemuan di Kampus BRIN Kawasan Sains Sarwono Prawirohardjo, Jakarta, Kamis (17/07).
Pertemuan tersebut dihadiri oleh Kepala Organisasi Riset Arkeologi, Bahasa, dan Sastra BRIN, Herry Jogaswara, serta Direktur ICC Jakarta, Mohammad Syarifani. Keduanya menyepakati penguatan kerja sama dalam bidang keagamaan, kebudayaan, sastra, dan pendekatan humaniora.
Menurut Herry, kerja sama ini telah berjalan secara informal sejak 2022 dan telah dituangkan dalam penandatanganan naskah resmi pada 2023. Beberapa agenda seperti seminar dan riset bersama sudah dilakukan sejak saat itu.
“Pada 2023, kami telah menyepakati penandatanganan naskah kerja sama. Sejak saat itu, berbagai agenda seperti riset bersama, seminar, hingga kegiatan nonformal telah dilakukan sebagai bentuk penguatan hubungan kedua lembaga,” ujar Herry.
Agenda ini disebut penting sebagai jembatan antara tradisi intelektual Islam dan perkembangan ilmu pengetahuan kontemporer. Pertemuan juga membuka peluang riset yang lebih kontekstual dan inklusif.
Empat Pilar Kerja Sama
Dalam forum tersebut, Mohammad Syarifani mengemukakan empat program kerja sama yang ditawarkan ICC. Salah satunya adalah penyelenggaraan seminar internasional bertema salat, peran ibu dan anak, serta teknologi di era digital.
Ia menyebut Indonesia sebagai mitra strategis karena memiliki lebih dari satu juta masjid aktif. “Indonesia, dengan lebih dari satu juta masjid aktif, merupakan mitra strategis untuk bertukar pengalaman dalam memanfaatkan teknologi demi memperkuat praktik keagamaan,” ujar Syarifani.
Program kedua ialah kolaborasi sastra Islam, khususnya puisi dari tokoh besar Persia seperti Rumi dan Sa’di. ICC mengundang Indonesia untuk berpartisipasi dalam Malam Puisi lintas budaya.
Seminar bertema Nahjul Balaghah menjadi program ketiga. Karya sastra Islam ini mengandung refleksi keagamaan dan filsafat politik, yang dinilai relevan untuk kajian sosial-humaniora lintas agama.
ICC juga membuka peluang riset kolaboratif bagi peneliti BRIN. Syarifani berharap FGD tematik dapat digelar bulanan membahas isu-isu pendidikan, Al-Quran, dan praktik keagamaan masa kini.
Tanggapan Peneliti dan Isu Strategis
Respons positif datang dari berbagai kelompok riset BRIN. Kelompok pendidikan agama anak usia dini menyebut tema salat dan teknologi sebagai isu penting pembentukan karakter religius.
Pusat Riset Manuskrip, Literatur, dan Tradisi Lisan BRIN menilai kolaborasi sastra Persia dapat memperkuat hubungan budaya dengan warisan sastra lokal di Indonesia.
Topik lain yang turut muncul dalam diskusi termasuk pengaruh globalisasi terhadap sejarah Nusantara dan jejak budaya Persia di Indonesia. Beberapa peneliti menekankan pentingnya pendekatan akademik dalam memahami warisan bahasa dan budaya.
Praktik penggunaan bahasa lokal dalam pendidikan, seperti di Jepang dan Iran, juga menjadi sorotan. Ini dinilai dapat memperkuat identitas budaya sejak dini dalam sistem pendidikan nasional.
Syarifani menyatakan ICC siap menyusun estimasi pembiayaan dan skema pendanaan bersama. Ia juga membuka ruang topik lain yang relevan dengan konteks sosial dan keagamaan di Indonesia.
Jalan Panjang Menuju Kolaborasi Inklusif
Diskusi ditutup dengan rencana pembentukan forum FGD bulanan sebagai wadah pertukaran gagasan dan evaluasi kemajuan. Peta jalan kolaborasi juga akan disusun dalam waktu dekat.
Kedua pihak menyepakati prinsip keterbukaan dan saling menghargai sebagai dasar kerja sama. BRIN dan ICC menargetkan pengembangan wacana keilmuan dan spiritual yang lintas batas.
Kolaborasi ini diharapkan melahirkan riset-riset strategis yang menjembatani nilai-nilai peradaban Islam dan tantangan global masa kini. Prosesnya dirancang bertahap dan melibatkan berbagai komunitas keilmuan.
Inisiatif kolaboratif antara BRIN dan ICC Jakarta merepresentasikan upaya serius membangun jembatan intelektual antara warisan budaya Islam dan ilmu pengetahuan modern. Dengan cakupan luas dari sastra hingga teknologi keagamaan, kerja sama ini menunjukkan potensi besar memperkaya kajian humaniora yang kontekstual.
Pendekatan dialogis yang diambil kedua lembaga menunjukkan kesadaran akan pentingnya lintas budaya dalam pengembangan riset yang inklusif. Diskusi yang digelar tidak hanya membahas konten akademik, tetapi juga dampak sosialnya terhadap masyarakat luas, khususnya di bidang pendidikan dan keberagaman.
Langkah konkret seperti FGD bulanan dan kolaborasi terbuka menandakan keseriusan kedua pihak dalam membentuk ekosistem pengetahuan baru yang berakar pada nilai, toleransi, dan identitas kebudayaan. Kolaborasi ini dapat menjadi model kerja sama intelektual antarnegara berbasis nilai dan visi kemanusiaan.(*)