JAKARTA EKOIN.CO – Kejaksaan Agung Republik Indonesia menyita sejumlah mobil mewah milik tersangka kasus korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang di PT Pertamina (Persero), Mohammad Riza Chalid (MRC). Penyitaan dilakukan oleh tim penyidik Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) di kawasan Tegal Parang, Jakarta Selatan, pada Minggu malam, 4 Agustus 2025.
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Anang Supriatna, menyampaikan bahwa barang-barang mewah yang disita berupa satu unit Toyota Alphard, satu Mini Cooper Countryman, serta tiga unit Mercedes-Benz, masing-masing tipe Maybach S500, S450, dan satu bermesin V8 Biturbo. Penyitaan dilakukan sebagai bagian dari upaya memulihkan kerugian negara yang mencapai Rp 285 triliun akibat korupsi ini.
“Tim penyidik dalam penanganan perkara dugaan tindak pidana korupsi pada Pertamina telah melakukan penyitaan,” ujar Anang dalam konferensi pers di kantor Kejaksaan Agung, Jakarta, Senin 5 Agustus 2025, sebagaimana dilansir dari Kompas.com.
Menurut Anang, penyitaan ini merupakan langkah hukum yang bertujuan memburu aset milik tersangka untuk mendukung proses pemulihan kerugian negara. Ia menegaskan bahwa kejaksaan tidak hanya memproses pelaku korupsi, namun juga menyita harta benda hasil kejahatan.
Aset Disita dari Pihak Terafiliasi
Barang-barang mewah tersebut disita dari pihak-pihak yang memiliki keterkaitan dengan Riza Chalid. Pihak tersebut sebelumnya telah dipanggil untuk diperiksa, namun tidak memenuhi panggilan, sehingga penyidik melakukan penggeledahan.
“Barang-barang ini disita dari pihak terafiliasi. Yang bersangkutan sudah dipanggil, namun tidak hadir, sehingga dilakukan penggeledahan,” kata Anang. Dalam penggeledahan itu, ditemukan barang bukti yang diduga berkaitan dengan kepemilikan Riza Chalid.
“Dari penggeledahan ini, kita mendapatkan barang-barang bukti yang diduga ada kaitannya dengan kepemilikan atas nama tersangka MRC,” tambah Anang dalam pernyataannya.
Dalam kasus ini, Kejaksaan Agung telah menetapkan sembilan tersangka, termasuk pejabat tinggi di lingkungan Pertamina serta pihak dari perusahaan swasta yang diduga terlibat dalam persekongkolan jahat yang merugikan negara.
Riza Chalid Belum Ditahan
Sembilan orang yang ditetapkan sebagai tersangka adalah Alfian Nasution (Vice President Supply dan Distribusi PT Pertamina), Hanung Budya Yuktyanta (Direktur Pemasaran dan Niaga PT Pertamina), Toto Nugroho (VP Integrated Supply Chain), dan Dwi Sudarsono (VP Crude and Trading PT Pertamina 2019-2020).
Tersangka lainnya adalah Arief Sukmara (Direktur Gas Petrochemical Pertamina International Shipping), Hasto Wibowo (VP Integrated Supply Chain 2019-2020), Martin Haendra (Business Development Manager PT Trafigura 2019-2021), Indra Putra (Business Development Manager PT Mahameru Kencana Abadi), dan Riza Chalid (beneficial owner PT Orbit Terminal Merak).
Namun dari kesembilan tersangka tersebut, hanya Riza Chalid yang belum ditahan oleh Kejaksaan Agung. Riza diduga memainkan peran utama dalam intervensi kebijakan tata kelola minyak di Pertamina.
Dalam proses penyidikan, diketahui bahwa Riza Chalid berupaya mendorong kerja sama penyewaan terminal BBM Merak. Padahal, saat itu Pertamina belum memerlukan tambahan fasilitas penyimpanan BBM.
Intervensi tersebut dianggap sebagai penyalahgunaan kekuasaan yang merugikan keuangan negara dan berdampak besar terhadap perekonomian nasional.
Akibat ulah para tersangka, negara dirugikan sebesar Rp 285 triliun. Angka ini mencakup kerugian keuangan dan kerugian dalam perekonomian nasional yang dihitung berdasarkan dampak sistemik dari pengelolaan minyak yang bermasalah.
Kejaksaan menyatakan akan terus mengejar aset-aset yang berkaitan dengan para tersangka untuk menutup kerugian negara tersebut, sekaligus menegaskan komitmen pemberantasan korupsi di sektor energi.
Dalam upaya hukum lanjutan, Kejaksaan Agung masih mendalami kemungkinan adanya aset lain milik Riza Chalid dan para tersangka lain yang tersebar di berbagai wilayah.
Kejaksaan juga tidak menutup kemungkinan menetapkan tersangka tambahan jika ditemukan fakta hukum baru dalam proses penyidikan lanjutan.
Penyitaan mobil mewah ini menjadi simbol penegakan hukum terhadap pelaku korupsi kelas kakap dan bentuk keseriusan kejaksaan dalam memulihkan keuangan negara.
Kejaksaan Agung mengimbau seluruh pihak yang merasa terkait dengan aset-aset hasil korupsi untuk segera menyerahkannya secara sukarela guna memperlancar proses hukum.
Penyidikan kasus korupsi di tubuh Pertamina ini akan terus berlanjut, dan Kejaksaan memastikan akan bersikap transparan dalam menyampaikan hasil pengembangan perkara kepada publik.
Kasus ini menjadi sorotan karena melibatkan dana yang sangat besar serta aktor-aktor penting di sektor energi nasional yang semestinya menjaga kepentingan negara.
Dalam waktu dekat, Kejaksaan juga berencana menjadwalkan ulang pemanggilan terhadap Riza Chalid untuk dimintai keterangan sebagai tersangka.
Pihak Kejaksaan menyatakan bahwa jika Riza Chalid tetap tidak kooperatif, langkah hukum tegas seperti penjemputan paksa akan diambil sesuai ketentuan hukum.
Kasus ini menjadi momentum penting bagi pemerintah dalam membenahi tata kelola sektor energi agar tidak terulang kasus serupa yang merugikan negara.
Kejaksaan Agung menegaskan bahwa proses hukum akan berjalan objektif dan berdasarkan bukti, tanpa intervensi pihak manapun.
dari kasus ini menunjukkan bahwa korupsi di sektor energi dapat berdampak luas dan merusak stabilitas perekonomian nasional secara signifikan.
Sanksi terhadap para pelaku korupsi harus ditegakkan agar memberi efek jera serta mengembalikan kepercayaan publik terhadap institusi negara.
Selain itu, perlunya pengawasan internal dan eksternal yang lebih ketat dalam pengelolaan aset negara sangat penting untuk mencegah kerugian di masa depan.
Penegakan hukum yang konsisten menjadi kunci dalam menekan angka korupsi dan menjaga integritas pelayanan publik, khususnya di sektor strategis seperti energi.
Akhirnya, upaya kejaksaan dalam menyita aset hasil korupsi ini harus didukung oleh seluruh elemen masyarakat demi terwujudnya keadilan dan pemulihan kerugian negara. (*)