Jakarta, EKOIN.CO – Indonesia, dengan kekayaan Sumber Daya Alam (SDA) yang sangat melimpah, kini semakin gencar mengelola aset strategisnya. Devisa Hasil Ekspor (DHE) dari kekayaan alam ini menjadi salah satu pilar utama bagi penerimaan negara. Devisa adalah seluruh bentuk kekayaan atau aset dalam valuta asing yang dimiliki oleh suatu negara dan dapat digunakan untuk transaksi internasional. DHE sendiri adalah penerimaan dalam bentuk valuta asing yang diperoleh eksportir dari kegiatan ekspor barang atau jasa.
Pemerintah Indonesia, melalui berbagai kebijakan, berupaya memaksimalkan potensi DHE SDA agar memberikan manfaat optimal bagi perekonomian nasional. Presiden Prabowo Subianto pada Senin, 17 Februari 2025, di Istana Merdeka, Jakarta, mengumumkan kebijakan terbaru yang dituangkan dalam PP Nomor 8 Tahun 2025. Peraturan ini hadir untuk memperketat aturan terkait penyimpanan DHE, terutama dari sektor-sektor strategis seperti pertambangan, perkebunan, kehutanan, dan perikanan.
Baca juga : Koperasi Desa Merah Putih: Menggerakkan Roda Ekonomi Rakyat
Kekayaan SDA yang melimpah menjadikan Indonesia salah satu eksportir utama komoditas penting, termasuk batu bara, minyak kelapa sawit, gas alam, dan nikel. Penerimaan dari sektor ini memiliki kontribusi yang sangat signifikan bagi kas negara. Devisa yang terkumpul dapat digunakan untuk membiayai impor barang dan jasa, membayar utang luar negeri, serta menjadi cadangan untuk menjaga stabilitas ekonomi dan nilai tukar mata uang. Sebaliknya, cadangan devisa yang rendah dapat memicu krisis keuangan, inflasi, dan pelemahan nilai tukar. Oleh karena itu, pengelolaan DHE menjadi sangat vital bagi stabilitas dan kemajuan ekonomi.
Sejarah kebijakan penyimpanan DHE di Indonesia berawal dari krisis ekonomi 1998 yang mengakibatkan pelemahan nilai tukar rupiah yang sangat parah. Kurangnya cadangan devisa menjadi salah satu pemicu utama. Sejak saat itu, pemerintah mengambil langkah strategis untuk memperkuat cadangan devisa negara, salah satunya dengan memberlakukan kebijakan penyimpanan DHE di dalam negeri. Berbagai regulasi telah diterbitkan, mulai dari UU No. 24 Tahun 1999 tentang Lalu Lintas Devisa hingga PP No. 36 Tahun 2023.
Berbagai regulasi penting yang mengatur pemanfaatan SDA dan pengelolaan DHE telah diterbitkan pemerintah. Ini termasuk Undang-Undang No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi dan Undang-Undang No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Lebih lanjut, pemerintah juga mengeluarkan PP No. 1 Tahun 2019 dan PBI No. 21/3/PBI/2019 yang mewajibkan eksportir SDA menyimpan devisanya minimal tiga bulan di dalam sistem perbankan domestik. Aturan ini kemudian diperkuat dengan PMK No. 32 Tahun 2023, yang mengatur persentase minimum DHE SDA yang harus ditempatkan di bank dalam negeri, dan PP No. 36 Tahun 2023 yang memperketat aturan tersebut.
Kebijakan Devisa Hasil Ekspor melalui PP Nomor 8 Tahun 2025
Melalui PP Nomor 8 Tahun 2025, pemerintah menetapkan bahwa eksportir di sektor pertambangan (kecuali minyak dan gas bumi), perkebunan, kehutanan, dan perikanan wajib menempatkan 100 persen DHE SDA dalam sistem keuangan nasional. Devisa tersebut harus disimpan selama 12 bulan dalam rekening khusus di bank nasional. Untuk sektor minyak dan gas bumi, aturan ini tetap mengacu pada PP Nomor 36 Tahun 2023. Kebijakan ini merupakan langkah progresif yang diharapkan dapat memberikan dampak signifikan bagi perekonomian negara.
Dengan adanya PP Nomor 8 Tahun 2025, DHE Indonesia diperkirakan bertambah sebanyak 80 miliar dolar Amerika pada tahun 2025. Perkiraan penambahan ini akan menguatkan cadangan devisa Indonesia secara substansial. Selain itu, kebijakan ini juga diharapkan dapat meningkatkan pasokan valuta asing, sehingga turut membantu stabilisasi nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing. Stabilitas nilai tukar sangat penting untuk menjaga daya beli masyarakat dan mengendalikan inflasi.
Untuk mendorong kepatuhan eksportir, pemerintah memberikan sejumlah insentif. Eksportir yang menempatkan devisanya di bank dalam negeri akan menikmati suku bunga yang lebih kompetitif dibandingkan bank luar negeri. Selain itu, mereka juga akan mendapatkan keringanan pajak jika menyimpan DHE dalam bentuk deposito di perbankan nasional. Para eksportir juga diberikan akses yang lebih mudah ke pembiayaan berbasis DHE SDA melalui bank nasional serta jaminan stabilitas nilai tukar yang lebih baik.
Di sisi lain, eksportir juga diberikan fleksibilitas dalam penggunaan DHE yang ditempatkan di dalam negeri. Dana tersebut dapat ditukar ke rupiah di bank yang sama untuk kebutuhan operasional bisnis. Selain itu, DHE juga bisa digunakan untuk membayar kewajiban pajak, penerimaan negara bukan pajak, kewajiban lainnya dalam valuta asing, hingga membayar dividen dalam bentuk valuta asing. Fleksibilitas ini dirancang agar eksportir tidak merasa terbebani dengan aturan baru ini.
Agar kebijakan ini efektif, pemerintah menerapkan mekanisme pengawasan ketat dan memberikan sanksi bagi eksportir yang melanggar aturan. Sanksi yang dapat dikenakan meliputi denda administrasi, pembatasan fasilitas perdagangan dan ekspor, serta pengawasan ketat melalui sistem digital untuk melacak arus DHE SDA. Presiden Prabowo menegaskan bahwa penerapan aturan ini dimulai pada 1 Maret 2025, dan pemerintah akan terus mengevaluasi dampaknya terhadap perekonomian nasional.
Kebijakan Serupa di Berbagai Negara
Patut diketahui, beberapa negara lain juga telah menerapkan kebijakan serupa untuk memastikan DHE tetap berada di dalam sistem keuangan domestik. Sebagai contoh, Tiongkok menerapkan Foreign Exchange Control Law yang mewajibkan eksportir menukarkan sebagian besar pendapatan ekspor mereka ke mata uang Yuan. Kebijakan ini terbukti efektif dalam memperkuat cadangan devisa dan menjaga stabilitas ekonomi Tiongkok.
Hal serupa juga dilakukan India dengan aturan Foreign Exchange Management Act (FEMA), yang membatasi arus keluar modal devisa dan mewajibkan eksportir menyimpan sebagian hasil ekspor di dalam negeri. Kebijakan ini membantu India mempertahankan cadangan devisa yang memadai untuk menstabilkan nilai tukar Rupee dan membiayai impor.
Pemerintah Rusia juga menerapkan Devisa Repayment Rule yang mewajibkan eksportir sektor energi menyimpan sebagian besar hasil ekspornya di bank nasional. Meskipun sedang menghadapi sanksi internasional, kebijakan ini memungkinkan Rusia mempertahankan likuiditas dan mendukung sektor industri domestik mereka.
Dengan adanya kebijakan penyimpanan DHE SDA di dalam negeri, Indonesia memiliki peluang besar untuk memperkuat stabilitas ekonomi, meningkatkan cadangan devisa, dan menjaga nilai tukar rupiah tetap stabil. Melalui PP Nomor 8 Tahun 2025, kebijakan ini semakin diperketat agar manfaat DHE SDA lebih optimal bagi stabilitas ekonomi nasional. Selain itu, kebijakan ini diharapkan mampu mendorong kepatuhan eksportir sekaligus memberikan manfaat bagi perekonomian nasional.
Sinergi yang baik antara pemerintah, sektor perbankan, dan para pelaku usaha akan menjadi kunci utama dalam optimalisasi devisa. Jika dikelola dengan baik, kebijakan ini tidak hanya akan memperkuat daya saing Indonesia di pasar global, tetapi juga memastikan manfaat dari kekayaan SDA dapat dirasakan oleh seluruh masyarakat. Peraturan ini juga mencerminkan komitmen pemerintah dalam membangun fondasi ekonomi yang kokoh dan berkelanjutan, bebas dari gejolak eksternal yang dapat merugikan.
Tujuan utama dari kebijakan ini adalah untuk menciptakan kemandirian ekonomi yang lebih kuat bagi Indonesia. Dengan memastikan DHE dari kekayaan alam tetap berada di dalam negeri, pemerintah dapat memiliki kendali lebih besar atas pasokan valuta asing, yang krusial untuk menjaga stabilitas nilai tukar dan mencegah krisis keuangan. Kebijakan ini juga membuka peluang baru bagi perbankan nasional untuk mengembangkan produk dan layanan yang lebih kompetitif. Selain itu, insentif yang ditawarkan diharapkan dapat mendorong eksportir untuk berpartisipasi secara sukarela, mengubah kewajiban menjadi sebuah kemitraan yang saling menguntungkan.
Secara keseluruhan, PP Nomor 8 Tahun 2025 bukan sekadar aturan baru, melainkan sebuah strategi makroekonomi yang komprehensif. Kebijakan ini dirancang untuk memaksimalkan potensi devisa dari sumber daya alam Indonesia, meminimalkan risiko ekonomi, dan menciptakan ekosistem yang kondusif bagi pertumbuhan ekonomi jangka panjang. Melalui langkah ini, pemerintah menunjukkan keseriusannya dalam membangun ketahanan ekonomi yang tangguh. Keberhasilan implementasinya akan menjadi bukti bahwa kekayaan alam dapat menjadi motor penggerak utama bagi kemajuan bangsa.(*)
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v”