Jakarta, EKOIN.CO – Beredar kabar upaya penggeledahan rumah Jampidsus Kejagung Febrie Adriansyah oleh polisi dari Polda Metro Jaya itu adalah tidak benar alias hoaks. Pemberitaan dari media ternama itu tidak akurat karena hanya berdasarkan satu sumber dan tanpa dilakukan verifikasi data informasi.
Hal tersebut berdasarkan penelusuran tim ekoin.co di lapangan di Jalan Radio Dalam, Jakarta Selatan, yang menjadi lokasi kediaman Febrie. Ketua RT setempat Agus mengatakan bahwa tidak pernah menerima laporan adanya penggeledahan.
“Saya tidak pernah mendapatkan laporan tentang penggeledahan rumah Pak Febrie, baik pagi, siang, sore, maupun malam hari,” ucap Agus kepada tim ekoin.co saat menanyakan soal kebenaran isu penggeledahan di rumah Jampidsus Febrie.
Agus mengatakan, foto pos penjagaan yang beredar di media adalah pos milik Dukcapil, bukan rumah Febrie. Kesalahan identifikasi dan verifikasi itu, menurutnya, menandakan bahwa pemberitaan awal yang dilakukan media ternama itu tidak akurat, dan terkesan berita Hoaks.
Ia menambahkan, rumah Febrie dijaga ketat oleh TNI dan kehadiran mereka disambut positif warga.
Sementara isu penggeledahan yang akan dilakukan Polda Metro Jaya pada 4 Agustus 2025 gagal karena intervensi anggota TNI dibantah Agus. Karena tidak pernah ada sejumlah polisi mendatangi kediaman Jampidsus.
“Tidak pernah ada polisi datang menggeledah,” katanya. Ia menjelaskan bahwa setiap keramaian di wilayahnya langsung diketahui melalui grup WhatsApp RT.
Penuturan Pedagang Sekitar
Selain Agus, para pedagang kaki lima di sekitar rumah Febrie juga menyatakan tidak pernah melihat adanya penggeledahan. Kesaksian mereka memperkuat bantahan bahwa peristiwa itu tidak pernah terjadi.
Sebelumnya, Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung (Kejagung), Anang Supriatna menegaskan bahwa tidak ada laporan terkait isu penggeledahan rumah Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Febrie Adriansyah. Ia meminta agar sumber informasi yang beredar divalidasi sebelum disebarluaskan.
“Sumbernya dari mana? Sumbernya harus jelas. Sampai hari ini tidak ada,” ujar Anang saat ditemui di Gedung Kejagung, Senin (4/8).
Anang menjelaskan bahwa penebalan personel TNI di kediaman Febrie merupakan bagian dari pengamanan rutin yang telah disepakati dalam MoU antara Kejagung dan TNI. Bahkan hal tersebut diatur dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 66 Tahun 2025 tentang Perlindungan Negara terhadap Jaksa yang ditandatangani oleh Presiden Prabowo Subianto.
Dalam Pasal 4 Perpres tersebut, pengamanan terhadap jaksa, termasuk Jampidsus yang menangani sejumlah perkara korupsi besar merupakan tanggung jawab gabungan TNI dan Polri.
“Pak Febrie ini kan Jampidsus yang menangani kasus-kasus korupsi. Pengamanan dari dulu memang sudah dilakukan oleh TNI,” kata Anang.
Sekedar informasi, publik dihebohkan oleh pemberitaan yang menyebut adanya penggeledahan rumah Jampidsus oleh polisi. Kabar tersebut menyebar luas di media sosial. Kejagung meminta masyarakat tidak mudah terprovokasi oleh kabar yang belum terbukti kebenarannya, dan tetap mengacu pada informasi resmi lembaga terkait. Masyarakat diharapkan untuk menjaga Jampidsus dari serangan balik koruptor yang menghembuskan isu penggeledahan dan mempersoalkan penjagaan anggota TNI.
Merespons isu tersebut, Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Ade Ary Syam Indradi, juga membantah. “Tidak benar,” ujarnya singkat. Bantahan ini mempertegas pernyataan Kejagung.
Namun, sumber internal Kejagung yang ternyata Hoaks atau mengada-ngada kebenarannya menyebutkan bahwa pada Jumat sebelumnya, sejumlah penyidik kepolisian sempat mendatangi rumah Febrie dengan membawa Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (SPDP) terkait kasus penganiayaan di hotel Borobudur, Jakarta Pusat. Kasus itu melibatkan seseorang berinisial F yang mengaku mengenal dan dekat dengan Jampidsus. Padahal tidak ada hubungan kedekatan F dengan Jampidsus. Berita yang menyebut ada hubungan kedekatan Ferry dengan Jampidsus itu tidak benar alias hoaks dan mengada-ngada.
Menurut sumber tersebut, penggeledahan ditolak karena Febrie merasa tidak terkait dengan kasus itu. Pengetatan keamanan ini mengingatkan pada peristiwa pertengahan 2024, ketika Febrie dikuntit oleh sejumlah anggota Densus 88.
Situasi ini memunculkan spekulasi tentang adanya gesekan antar lembaga penegak hukum. Namun, baik Kejagung maupun Kepolisian menegaskan bahwa tidak ada konflik institusional.
Hal tersebut menjadi wajar mengingat prestasi kejagung yang berhasil mengungkap berbagai kasus korupsi besar dan berhasil mengembalikan uang negara dalam jumlah fantastis dari para koruptor.
Anang kembali menegaskan pentingnya masyarakat memeriksa kebenaran informasi sebelum menyebarkan. “Jangan sampai terprovokasi isu yang tidak berdasar,” ujarnya.
Pihak terkait juga diminta memastikan koordinasi komunikasi agar publik mendapat informasi yang jelas dan benar serta konsisten. Hal ini penting untuk mencegah kabar hoaks berkembang di tengah masyarakat.
Kejelasan informasi dapat meredam spekulasi dan menjaga kepercayaan masyarakat terhadap aparat penegak hukum. Transparansi menjadi kunci untuk menyelesaikan isu ini secara tuntas.
Masyarakat diimbau tetap mengacu pada sumber resmi dan tidak terjebak narasi yang belum diverifikasi. Langkah ini diharapkan dapat menjaga stabilitas dan fokus pada penegakan hukum yang adil.
Dalam kasus ini, sinergi antara lembaga penegak hukum dan keterbukaan informasi menjadi faktor penting untuk meredam isu sensitif yang berpotensi menimbulkan keresahan publik.
Pengerahan Dua Panser Anoa di Kejagung
Anang Supriatna menjelaskan bahwa kehadiran dua kendaraan Panser Anoa di Kejagung dan personel TNI di rumah Febrie berkaitan dengan tugas Satgas Penertiban Kawasan Hutan (Satgas PKH) yang dipimpin Febrie sebagai Ketua Pelaksana.
“Perlindungan terhadap jaksa ini juga bagian dari operasi rutin Satgas PKH, di mana ada unsur TNI,” ucap Anang. ( * )