Yerusalem EKOIN.CO – Pemerintah Israel secara resmi memutus aliran listrik dan air ke seluruh kantor Badan PBB untuk Pengungsi Palestina (UNRWA) pada Selasa, 15 Juli 2025. Kebijakan ini diumumkan langsung oleh Menteri Energi Israel, Eli Cohen, sebagai upaya akhir untuk menghentikan seluruh kegiatan UNRWA di wilayah Israel.
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v
Melalui akun X resminya, Cohen menyatakan, “Undang-undang untuk memutus listrik dan air dari kantor-kantor UNRWA, yang akan menyebabkan penghentian kegiatan organisasi tersebut di Israel, telah diterbitkan.” Ia menambahkan pernyataan keras yang menyebut UNRWA sebagai “cabang operasional Hamas”.
Langkah ini mempertegas sikap Israel yang sejak Januari 2025 telah melarang kegiatan UNRWA secara keseluruhan. Badan tersebut bahkan telah dipaksa meninggalkan kantor pusatnya di kawasan Sheikh Jarrah, Yerusalem Timur, wilayah yang masih dalam status pendudukan.
Penutupan tersebut diperluas ke lembaga pendidikan di bawah pengelolaan UNRWA. Enam sekolah yang sebelumnya dikelola badan PBB tersebut di Yerusalem Timur diperintahkan tutup oleh otoritas Israel.
Kebijakan pemutusan utilitas ini menjadi implementasi lanjutan dari dua undang-undang final yang disahkan oleh Knesset pada 28 Oktober 2024. Kedua undang-undang itu secara eksplisit melarang UNRWA beroperasi di wilayah Israel.
Selain mencabut hak kekebalan diplomatik UNRWA, peraturan itu juga melarang seluruh bentuk kontak formal antara pejabat Israel dengan pihak badan tersebut. Kebijakan tersebut disebut sebagai bentuk pertahanan keamanan nasional oleh otoritas Israel.
Pemutusan Layanan Diiringi Tuduhan Keterlibatan dengan Hamas
Menurut Menteri Cohen, badan PBB yang dibentuk pada tahun 1949 itu tidak lagi menjalankan fungsi kemanusiaan sebagaimana mestinya. Ia menuding UNRWA telah menjadi “sarang hasutan dan pembunuhan” di wilayah konflik.
“Matikan lampu di UNRWA!” menjadi slogan yang digunakan Cohen dalam menyampaikan langkah pemerintahnya. Ia juga menuding badan tersebut beroperasi di luar mandat dan telah menyimpang dari jalur kemanusiaan.
Langkah Israel ini menuai sorotan dari komunitas internasional, terlebih karena UNRWA masih menjadi satu-satunya badan PBB yang secara khusus menangani pengungsi Palestina di wilayah seperti Gaza, Tepi Barat, Lebanon, dan Suriah.
Namun hingga berita ini diturunkan, belum ada tanggapan resmi dari pihak UNRWA terkait keputusan Israel ini. Belum diketahui pula bagaimana nasib pengungsi Palestina yang masih bergantung pada bantuan organisasi tersebut di wilayah Israel.
Larangan Sejak Awal Tahun dan Implikasi Diplomatik
Sejak awal tahun 2025, Israel telah menyatakan sikap keras terhadap keberadaan UNRWA. Pelarangan operasional, pengosongan kantor, hingga penutupan sekolah telah dilakukan secara bertahap.
Pengosongan kantor pusat UNRWA di Sheikh Jarrah menjadi simbol kuat dari konflik ini. Kawasan tersebut sendiri merupakan wilayah sensitif yang telah lama menjadi titik panas dalam konflik antara Israel dan Palestina.
Dengan diberlakukannya undang-undang larangan pada akhir Oktober tahun lalu, Israel tidak hanya menghentikan operasi UNRWA secara fisik, tetapi juga memutus seluruh bentuk hubungan hukum dan diplomatik dengan badan tersebut.
Hingga kini, belum ada pernyataan apakah langkah ini juga akan mempengaruhi bantuan internasional yang mengalir melalui UNRWA, atau apakah negara-negara donor akan menanggapi dengan sanksi diplomatik terhadap Israel.
Krisis ini menunjukkan ketegangan yang terus meningkat antara pemerintah Israel dan lembaga internasional yang dianggap mendukung rakyat Palestina. Langkah ini diyakini akan berdampak besar bagi sekitar 5 juta pengungsi Palestina yang secara langsung atau tidak langsung menerima bantuan dari UNRWA.
Dalam situasi ini, berbagai organisasi HAM telah memperingatkan bahwa pemutusan layanan dasar seperti listrik dan air dapat memperburuk kondisi kemanusiaan. Namun, pemerintah Israel tetap pada keputusannya dan menilai langkah tersebut sah menurut hukum domestik mereka.
Meski begitu, keputusan pemutusan layanan ini tetap menyisakan pertanyaan besar di ranah hukum internasional, mengingat UNRWA merupakan badan resmi PBB yang diakui secara global.
Langkah Israel ini bisa menjadi preseden baru dalam hubungan antara negara dan lembaga internasional, terutama terkait mandat dan yurisdiksi operasional lembaga seperti UNRWA di wilayah konflik.
Situasi di Yerusalem dan wilayah sekitarnya diperkirakan akan semakin tegang menyusul keputusan ini. Masyarakat sipil dan para pengungsi Palestina menjadi pihak paling terdampak dalam krisis yang terus berlanjut ini.
Keputusan ini juga dikhawatirkan akan memicu gelombang protes, baik dari dalam negeri maupun dari komunitas internasional. Tekanan terhadap pemerintah Israel diprediksi akan meningkat dalam beberapa hari ke depan.
Meskipun tindakan ini berdasar pada undang-undang yang disahkan Knesset, berbagai pihak menyerukan perlunya dialog dan penyelesaian diplomatik untuk menghindari krisis kemanusiaan yang lebih luas.
Komunitas internasional diminta untuk segera turun tangan mencegah terjadinya pelanggaran hak asasi manusia terhadap warga sipil yang menggantungkan hidupnya pada bantuan UNRWA.
Sebagai langkah ke depan, perlu adanya evaluasi dari Dewan Keamanan PBB mengenai mandat UNRWA dan bagaimana lembaga ini dapat beroperasi tanpa menghadapi hambatan politik di wilayah-wilayah konflik.
Krisis yang terjadi antara Israel dan UNRWA mencerminkan persoalan yang jauh lebih besar, yaitu ketidakpastian status pengungsi Palestina dan masa depan mereka yang kian tidak menentu di tengah konflik yang belum kunjung usai.
Langkah Israel untuk memutus listrik dan air ke kantor UNRWA menunjukkan bahwa pendekatan konfrontatif masih mendominasi kebijakan luar negeri mereka terhadap isu Palestina. Namun, dampaknya yang luas terhadap warga sipil membuat banyak pihak mempertanyakan urgensinya.
Kondisi ini mempertegas pentingnya kehadiran lembaga internasional yang netral dan bertindak sesuai mandat kemanusiaan, terutama di wilayah-wilayah dengan tensi politik tinggi seperti Yerusalem.
Langkah Israel yang memutus layanan dasar bagi UNRWA menciptakan ketidakpastian besar terhadap masa depan pengungsi Palestina di wilayah tersebut. Keberlanjutan bantuan dan pendidikan mereka kini berada dalam ancaman langsung.
Untuk itu, penting bagi komunitas internasional memberikan perhatian serius terhadap dinamika ini dan memastikan perlindungan hak-hak dasar pengungsi tetap dijaga, meskipun terjadi perbedaan pandangan antara negara anggota PBB.
UNRWA memiliki peran penting dalam menjaga stabilitas sosial dan memberikan pelayanan dasar kepada pengungsi Palestina. Tanpa lembaga ini, jutaan pengungsi terancam kehilangan akses terhadap pendidikan, kesehatan, dan logistik kemanusiaan.
yang bisa dipertimbangkan oleh pemerintah Israel adalah membuka jalur diplomasi terbatas untuk menyelamatkan layanan dasar yang diberikan UNRWA, tanpa harus mengabaikan aspek keamanan nasional. Kerja sama selektif dapat menjadi jalan tengah yang lebih konstruktif.
Selain itu, PBB perlu mengevaluasi kembali mekanisme operasional UNRWA dan memastikan bahwa badan tersebut benar-benar menjalankan tugas kemanusiaannya tanpa afiliasi politis. Transparansi dan audit independen bisa memperkuat legitimasi badan tersebut.
Negara-negara donor juga harus memainkan peran aktif dalam menekan semua pihak agar menghentikan tindakan sepihak yang dapat memperburuk krisis kemanusiaan. Bantuan harus tetap mengalir demi menyelamatkan jutaan jiwa yang bergantung pada UNRWA.
Terakhir, perlu ada upaya global yang lebih terkoordinasi dalam menyelesaikan akar permasalahan pengungsi Palestina. Selama status mereka belum jelas, krisis seperti ini akan terus terulang dan berdampak buruk bagi stabilitas regional.
(*)