TEHERAN, EKOIN.CO – Iran dikabarkan tengah memperkuat kembali kekuatan militernya setelah mengalami kerusakan signifikan pascaperang 12 hari melawan Israel. Penasihat Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei, Yahya Rahim Safavi, menegaskan bahwa situasi kedua negara saat ini tidak bisa disebut gencatan senjata, melainkan berada dalam kondisi perang berkelanjutan.
Gabung WA Channel EKOIN
Safavi mengatakan, “Kami tidak dalam gencatan senjata, kami dalam posisi berperang. Tidak ada protokol, regulasi atau perjanjian yang telah ditulis di antara kami dan AS atau Israel.”
Ia menilai, konflik berikutnya kemungkinan tidak akan berhenti pada sebuah jeda, melainkan bisa menjadi perang terakhir yang menentukan arah masa depan kawasan.
Iran Bangun Kembali Kapabilitas Militer Perang
Pasca pertempuran sebelumnya, fasilitas nuklir dan sejumlah sistem pertahanan Iran dilaporkan mengalami kerusakan serius. Safavi menekankan pentingnya pemulihan kekuatan militer untuk memastikan Iran tetap memiliki daya tangkal terhadap lawan-lawannya.
“Amerika dan Zionis mengatakan mereka menciptakan perdamaian lewat kekuatan; sehingga, Iran juga harus menjadi kuat, karena dalam sistem alamiah, yang lemah akan diinjak-injak,” ujarnya.
Menurutnya, Iran tidak hanya perlu memperkuat kekuatan bersenjata, tetapi juga mengembangkan kemampuan di bidang diplomasi, media, rudal, drone, serta strategi perang siber. “Kami, militernya, menjalankan skenario perencanaan. Kami melihat skenario terburuk, dan kami menyiapkan sebuah rencana untuk itu,” kata Safavi menambahkan.
Sementara itu, Wakil Presiden Iran Mohammad Reza Aref menegaskan bahwa negaranya tidak mencari perang, namun akan siap menentukan akhir dari konflik jika lawan memulainya.
Diplomasi dan Strategi Iran Menghadapi Perang
Dalam pertemuan dengan para presiden universitas besar di Teheran, Senin (18/8/2025), Aref mengatakan, “Hari ini, kita dalam keadaan akibat dari sebuah perang. Kita tidak dalam gencatan senjata, tapi pada penghentian sementara aksi militer, sehingga kita harus bersiap berkonfrontasi dengan musuh kapan pun.”
Aref juga menekankan bahwa strategi utama Iran tetaplah negosiasi, meskipun ada keraguan mengenai niat baik pihak lawan. “Tentunya, strategi kita adalah untuk menyelesaikan masalah lewat negosiasi, tapi kami khawatir apakah pihak lawan percaya pada negosiasi atau tidak,” ujarnya.
Lebih lanjut, ia mengkritik pendekatan Barat yang dianggap berupaya mendikte kebijakan negara-negara lain. “Ini adalah bagaimana bentuk dari hak asasi manusia dan peradaban Barat,” kata Aref.
Namun, ia menegaskan sikap Iran yang tetap tegak melawan segala tekanan. “Kami tidak mencari perang, tapi strategi kami adalah jika mereka memulai, akhir (kemenangan) perangnya akan menjadi milik kita,” tandasnya.
Iran terus memperkuat kapabilitas militernya dengan mengembangkan rudal, drone, hingga strategi perang siber. Pihak berwenang menegaskan, mereka tidak dalam kondisi damai, melainkan dalam perang berkepanjangan.
Pernyataan Safavi dan Aref menandakan bahwa Iran tidak hanya mengandalkan kekuatan militer, tetapi juga jalur diplomasi untuk menghadapi Israel.
Meskipun demikian, keraguan Iran terhadap keseriusan lawan dalam bernegosiasi memperlihatkan potensi eskalasi konflik di masa mendatang.
Skenario perang yang mungkin menjadi yang terakhir, ditekankan oleh Safavi, menjadi sinyal serius mengenai arah hubungan Iran-Israel ke depan.
Dengan demikian, perang di kawasan masih menjadi ancaman nyata yang tidak bisa diabaikan oleh komunitas internasional. (*)
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v