Jakarta, Ekoin.co – Sidang Tony Wijaya kembali berlangsung di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) PN Jakarta Pusat pada Kamis, 18 September 2025. Sidang yang dipimpin oleh Hakim Dennie Arsan Fatrika ini menghadirkan saksi mahkota Charles Sitorus. Dalam persidangan, Charles yang juga mantan Direktur Pengembangan Bisnis PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (Persero) memaparkan keterangannya mengenai kasus impor gula periode 2015–2016.
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v
Pertanyaan Hotman Paris ke Saksi
Dalam sidang Tony Wijaya, pengacara Hotman Paris melontarkan pertanyaan kepada Charles terkait keberadaan Keputusan Presiden mengenai abolisi Tom Lembong. Hotman bertanya, “Apa usaha anda sebagai terpidana tentang abolisi Tom Lembong?” Pertanyaan itu dijawab langsung oleh saksi. “Seharusnya saya pun bebas, saya sudah ajukan banding ke presiden. Dari dua hakim menyatakan ada niat jahat tetapi satu hakim menyatakan saya tidak ada niat jahat dan melawan hukum, tetapi saya tidak ajukan banding ke persidangan,” kata Charles di hadapan majelis hakim.
Keterangan tersebut menyoroti proses hukum yang dijalani Charles sebelumnya. Ia menyampaikan bahwa vonis atas dirinya sudah berkekuatan hukum tetap setelah Pengadilan Tinggi menguatkan putusan Pengadilan Tipikor. Charles kini menyandang status sebagai narapidana dalam kasus impor gula yang melibatkan Kementerian Perdagangan.
BACA JUGA: Charles Sitorus Beberkan Fakta di Sidang Tony Wijaya
Sidang Tony Wijaya juga mengulas kembali peran Charles ketika masih menjabat di PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PT PPI). Menurutnya, penugasan pertama pada Juni 2015 menetapkan harga jual gula BUMN kepada perusahaan sebesar Rp 8.900 per kilogram. Dari ketetapan itu, petani menerima 65 persen hasil keuntungan, sementara sisanya untuk pihak terkait.
Jawaban Saksi Soal Impor Gula
Dalam sidang, Hotman kembali menanyakan soal sumber tambahan gula. “Kemana lagi kamu mencari gula sebesar 200 ribu ton?” tanya Hotman Paris. Charles menjawab, “Saya tidak tahu lagi, harus kemana cari gula seberat 200 ribu ton karena produksi gula dari BUMN sudah tidak ada lagi. Karena sudah tidak ada bahan baku lagi dari Indonesia, jadi mau tidak mau kita harus impor dan tidak ada jalan lain selain impor.”
Pernyataan Charles mempertegas bahwa kebutuhan gula tidak bisa dipenuhi sepenuhnya dari produksi dalam negeri. Menurutnya, satu-satunya langkah yang dapat diambil adalah impor gula dari luar negeri.
Keterangan ini memperkuat fakta bahwa PT PPI memang mendapat penugasan dari pemerintah untuk melaksanakan impor gula dalam jumlah besar. Namun, pada praktiknya realisasi pembelian tidak sesuai target awal.
Charles juga menegaskan bahwa dirinya telah menempuh upaya hukum dengan mengajukan banding. “Sudah mengajukan banding, hasilnya menguatkan vonis, Yang Mulia,” ujarnya saat menjawab pertanyaan hakim. Ia menambahkan bahwa ada seorang hakim tinggi yang menyatakan dissenting opinion dengan menilai unsur melawan hukum serta penyalahgunaan kewenangan tidak terbukti.
Hakim kemudian menanyakan apakah Charles akan melanjutkan upaya hukum lain. Namun, Charles menegaskan tidak lagi mengajukan langkah hukum tambahan setelah putusan banding keluar.
Sidang ini menyoroti kesaksian Charles sebagai saksi mahkota. Statusnya dinilai penting karena dapat memperjelas rangkaian perkara yang melibatkan Tony Wijaya.
Dalam pembahasan, hakim Dennie Arsan Fatrika berulang kali meminta Charles memberikan jawaban runtut agar peristiwa hukum bisa tersusun jelas. Penegasan itu dilakukan untuk memastikan fakta yang diungkap bisa dipertanggungjawabkan.
Keterangan Charles juga memunculkan kembali konteks harga gula yang ditetapkan pemerintah. Harga Pokok Penjualan sebesar Rp 8.900 dipandang terlalu rendah dibandingkan harga lelang di kisaran Rp 10.300. Perbedaan harga inilah yang memengaruhi realisasi pembelian gula pada periode tersebut.
Jaksa penuntut umum menyoroti perbedaan harga itu sebagai potensi celah dalam penugasan. Dalam persidangan, jaksa menyebut bahwa mekanisme harga menjadi salah satu faktor yang membuka kemungkinan adanya kesepakatan khusus dengan pihak luar.
Tim kuasa hukum Tony Wijaya menegaskan akan memberikan bantahan terhadap sejumlah keterangan yang muncul di persidangan. Menurut mereka, kliennya tidak memiliki kewenangan penuh dalam pengambilan keputusan terkait penugasan impor gula.
Sidang ini juga menyinggung kembali dokumen terkait penugasan impor gula yang ditandatangani Menteri Perdagangan dan Menteri BUMN. Dokumen tersebut menugaskan PT PPI untuk bekerja sama dengan BUMN lain dalam realisasi impor.
Meski begitu, pelaksanaan penugasan hanya terealisasi sebagian. Kondisi bahan baku di dalam negeri yang tidak mencukupi turut disebut sebagai penyebab utama. Charles menegaskan bahwa tidak ada alternatif lain selain melakukan impor.