Jakarta, EKOIN.CO – Pemerintah di bawah Presiden Prabowo Subianto mendorong perbankan dalam negeri untuk menyalurkan kredit bagi proyek hilirisasi, dengan jaminan waktu balik modal (break-even point) hanya sekitar enam tahun—lebih cepat dibanding sektor konsumsi yang mencapai 9–10 tahun. Kebijakan ini diharapkan dapat mempercepat pertumbuhan ekonomi dan memperkuat domestik di tengah upaya hilirisasi. Meta title & tag peka terhadap kata pamungkas: “Hilirisasi” pada headline, subjudul, dan pargraf. SEO kini semakin terjaga.
Pemerataan Kredit untuk Hilirisasi
Pemerintah mewajibkan Himbara dan bank swasta untuk mendanai hilirisasi. Menteri ESDM Bahlil Lahadalia menyatakan, “Mau tidak mau perbankan dalam negeri yang harus membiayai proyek hilirisasi,” setelah rapat Satgas Hilirisasi dan Ketahanan Energi di Jakarta, Jumat (17/1/2025)
Keuntungan Lebih Cepat dari Kredit Konsumsi
Bahlil menyampaikan, “Ngapain perbankan membiayai proyek konsumsi yang 9–10 tahun break-even point. Kalau hilirisasi yang 6 tahun break-even point…,” sehingga proyek hilirisasi menjadi lebih menarik secara finansial
Dalam kesempatan terpisah, ia menegaskan bahwa IRR proyek hilirisasi umumnya di atas 11–12 persen dan tidak memerlukan subsidi bunga rendah. “Smelter nikel—BEP 4–5 tahun…,” tuturnya
Nasionalisasi Nilai Tambah
Arahan Presiden Prabowo adalah memastikan hilirisasi sebagai pemicu pertumbuhan ekonomi, penciptaan lapangan kerja, dan nilai tambah dalam negeri. “Supaya persepsi… bahwa itu nanti asing lebih banyak mendapatkan hasilnya, itu perlahan-lahan kita akan kurangi,” ujar Bahlil
Puasa Ketergantungan Anggaran
Pemerintah sengaja mengalihkan pembiayaan hilirisasi dari APBN ke perbankan dan lembaga keuangan domestik untuk efisiensi anggaran dan percepatan implementasi program
Investasi dan Proyek Masa Depan
Realitasi investasi hilirisasi pertambangan pada tahun 2024 mencapai Rp 407,8 triliun, terbesar dari sektor nikel sebesar Rp 153,2 triliun
Sebanyak 21 proyek hilirisasi juga direncanakan dalam tahap pertama, termasuk 4 proyek DME (gasifikasi batu bara) senilai US$ 11 miliar (~Rp 180 triliun), serta pembangunan refinery, kilang, dan fasilitas ketahanan energi lainnya
Presiden Prabowo bahkan meresmikan layanan bank emas pertama di Indonesia—sebuah langkah strategis dalam mendukung ekosistem industri hilirisasi
Perluasan Partisipasi dan Waspada Risiko
Rencana kebijakan juga mencakup lembaga keuangan non-bank. Anggota DPR Fathi dari Demokrat menyatakan pentingnya agar pembiayaan inklusif dan tidak hanya menguntungkan sektor tertentu, seperti nikel—tetapi juga bauksit dan sektor lain
Meski semakin terbuka, perbankan tetap harus memperhitungkan risiko kredit, modal, dan likuiditas
Pemerintah menghadirkan kebijakan kredit hilirisasi sebagai motor pertumbuhan ekonomi, dengan jaminan balik modal lebih cepat dan nilai tambah domestik lebih besar. Pemerataan pembiayaan melalui lembaga keuangan dalam negeri mendorong hilirisasi lebih inklusif dan berkelanjutan. *
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v