Jakarta, Ekoin.co – Sidang dugaan korupsi di Dinas Kebudayaan (Disbud) DKI Jakarta kembali digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta Pusat pada Selasa, 16 September 2025. Persidangan ini menyeret tiga terdakwa, yakni mantan Kepala Dinas Kebudayaan DKI Jakarta Iwan Henry Wardhana, eks Kabid Pemanfaatan M Fairza Maulana, serta pemilik event organizer GR Pro, Gatot Arif Rahmadi. Mereka didakwa menyebabkan kerugian negara mencapai Rp36 miliar dari sejumlah proyek kegiatan yang bersumber dari APBD 2022 hingga 2024.
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v
Dalam persidangan tersebut, majelis hakim kembali menghadirkan saksi M Nurdin. Nama Nurdin mencuat setelah disebut menerima aliran dana lebih dari Rp300 juta dari pihak penyelenggara kegiatan. Uang tersebut disebut berasal dari EO GR Pro melalui Gatot Arif Rahmadi.
Menurut fakta terbaru di pengadilan, dana itu disalurkan secara bertahap dengan nominal Rp50 juta untuk setiap kegiatan. Jaksa menyebut aliran dana berkaitan dengan enam kegiatan pada tahun 2023 serta dua kegiatan tambahan di tahun 2024.
Kuasa hukum Gatot Arif Rahmadi, Misfuryadi Basri, SH, hadir bersama rekannya Barends Damanik, SH. Ia mengungkapkan bahwa keterangan saksi lain turut memperkuat dugaan adanya penyerahan dana secara berkala.
“Dari keterangan saksi Pamulasih, diketahui ada penyerahan uang senilai Rp50 juta yang dilakukan berulang hingga total mencapai Rp300 juta lebih. Namun, Nurdin dalam persidangan tetap membantah menerima jumlah tersebut, bahkan mengaku sebagian, yakni Rp20 juta, sudah dikembalikan ke penyidik,” jelas Misfuryadi setelah sidang.
Perbedaan Keterangan Saksi
Sementara itu, kuasa hukum Iwan Henry Wardhana, Ezar Ibrahim, SH, menyoroti perubahan pernyataan yang disampaikan oleh Nurdin. Menurutnya, perbedaan keterangan tersebut menunjukkan tidak ada bukti kuat yang menghubungkan kliennya dengan aliran dana.
BACA JUGA: Pramono Anung Jawab Polemik Pagar Beton
“Kesaksian Nurdin tidak konsisten. Dari pernyataannya sendiri, tidak ada bukti yang menunjukkan Pak Kadis menerima atau terkait langsung dengan dana itu,” kata Ezar dalam keterangannya di ruang sidang.
Sidang ini menjadi sorotan publik lantaran menyangkut proyek kebudayaan yang menggunakan anggaran daerah dalam jumlah besar. Dugaan penyalahgunaan dana untuk kegiatan kebudayaan dianggap mencederai kepercayaan masyarakat terhadap pengelolaan anggaran publik.
Dalam jalannya persidangan, jaksa penuntut umum berulang kali menegaskan bahwa keterangan para saksi akan sangat menentukan arah pembuktian perkara. Jaksa juga menegaskan aliran dana dari pihak penyelenggara acara harus ditelusuri lebih lanjut.
Di sisi lain, penasihat hukum para terdakwa terus berupaya menunjukkan bahwa klien mereka tidak memiliki hubungan langsung dengan aliran dana yang dipermasalahkan. Mereka menekankan perlunya bukti konkret agar tidak menimbulkan persepsi yang keliru.
Jalannya Persidangan Selanjutnya
Sidang dugaan korupsi Dinas Kebudayaan DKI Jakarta masih akan berlanjut dalam beberapa pekan mendatang. Majelis hakim menjadwalkan kehadiran sejumlah saksi tambahan untuk memperjelas konstruksi kasus.
Fokus persidangan berikutnya akan tetap diarahkan pada dugaan aliran dana proyek kegiatan APBD. Hal ini bertujuan memastikan apakah benar dana tersebut disalahgunakan oleh pihak-pihak yang terlibat.
Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat menegaskan bahwa proses hukum akan dijalankan secara transparan. Setiap keterangan saksi dan bukti yang dihadirkan akan dipertimbangkan sebelum hakim mengambil keputusan.
Perkara ini menjadi perhatian serius karena melibatkan tiga pihak sekaligus, yakni pejabat, mantan pejabat, serta pihak swasta yang disebut sebagai penyedia jasa acara. Kombinasi ini dinilai memperlihatkan adanya pola kerja sama yang patut didalami lebih lanjut.
Di luar ruang sidang, sejumlah pihak terus mengikuti jalannya perkara. Media massa dan organisasi masyarakat sipil menaruh perhatian khusus karena kasus ini berkaitan dengan pengelolaan dana publik.