Cirebon EKOIN.CO – Fakta mencengangkan kembali terungkap dari kasus korupsi mega proyek Gedung Setda Cirebon. Bangunan yang seharusnya menjadi pusat pelayanan publik itu ternyata disebut tidak aman bagi Aparatur Sipil Negara (ASN) untuk ditempati, bahkan rawan rusak bila terjadi gempa. Gabung WA Channel EKOIN di sini.
Penyidik Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Cirebon, Gema, dalam konferensi pers Rabu (27/8/2025) petang, menyebut hasil pemeriksaan Politeknik Negeri Bandung menemukan adanya potensi kerusakan serius pada bangunan.
“Dari hasil pemeriksaan Politeknik Bandung, gedung tersebut memang ada potensi rusak apabila ada gempa bumi,” kata Gema.
Fakta Gedung Setda Cirebon dalam Korupsi
Menurut penyidik, sejak awal proyek pembangunan, gedung Setda Cirebon dikerjakan tidak sesuai dengan spesifikasi teknis maupun standar keamanan. Hal itu menyebabkan kualitas bangunan jauh dari kata layak.
“Gedung tersebut memang dibangun tidak sesuai dengan spesifikasi dan tingkat keamanannya. Jadi diperlukan adanya perbaikan-perbaikan agar bisa digunakan secara aman dan maksimal,” jelas Gema.
Saat ini, retakan dinding dan kerusakan fisik lain sudah terlihat jelas di beberapa bagian gedung. Kondisi tersebut membuat suasana kerja di dalam gedung tidak nyaman bagi para ASN yang beraktivitas.
Selain masalah keamanan, penetapan enam tersangka dalam kasus korupsi mega proyek ini menjadi sorotan besar. Tim penyidik Kejari Cirebon menyatakan telah menemukan bukti kuat adanya penyimpangan anggaran yang mencapai puluhan miliar rupiah.
Enam Tersangka Korupsi Setda Cirebon
Kasi Pidsus Kejari Cirebon, Feri, menegaskan keenam tersangka terdiri dari unsur pejabat daerah hingga pihak swasta. Mereka adalah PH (59) selaku PPTK, BR (67) Kepala Dinas PU tahun 2017, IW (58) PPK yang kini menjabat Kadispora, HM (62) Team Leader PT Bina Karya, AS (52) Kepala Cabang Bandung PT Bina Karya, serta FR (53) Direktur PT Rivomas Pentasurya.
“Berdasarkan penghitungan Tim Politeknik Negeri Bandung, kualitas dan kuantitas bangunan tidak sesuai kontrak. Akibatnya, timbul kerugian keuangan negara sebesar Rp 26,5 miliar,” ujar Feri.
Dalam konferensi pers, enam tersangka dihadirkan mengenakan pakaian tahanan merah. Mereka berdiri berjejer di belakang pejabat kejaksaan tanpa memberikan komentar. Uang sitaan Rp 788 juta hasil dari proyek tersebut juga turut ditampilkan.
Usai konferensi, keenam tersangka langsung digiring ke mobil tahanan. Proses hukum pun dipastikan terus berlanjut.
Sebelumnya, Kepala Kejari Cirebon, M. Hamdan S, menegaskan bahwa kasus ini sudah diaudit secara resmi. “Insyaallah segera, dalam waktu dekat. Kita sudah punya hasil audit dari Polban, Alhamdulillah BPK juga kalau secara garis besar sudah dapat, tinggal menunggu resmi turunnya saja,” kata Hamdan pada 12 Agustus 2025 lalu.
Hamdan juga mengungkapkan lebih dari 50 saksi telah diperiksa, termasuk mantan Wali Kota Cirebon. “Semua yang berperan tidak luput dari pemeriksaan. Secepat mungkin akan kita tetapkan, jangan sampai lewat Agustus,” jelasnya.
Kasus korupsi proyek Setda ini berawal dari temuan Inspektorat Kota Cirebon. Tercatat ada Rp 32,4 miliar yang belum disetorkan kontraktor ke kas daerah. Dari jumlah tersebut, Rp 11 miliar di antaranya merupakan kelebihan pembayaran dan denda keterlambatan sebagaimana tercatat dalam laporan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Kepala Inspektorat Kota Cirebon, Asep Gina Muharam, menuturkan masalah muncul karena pihak ketiga tidak menuntaskan kewajibannya. “Ada yang langsung setor dan lunas, ada yang mencicil, ada juga yang belum bayar,” ucap Asep.
Keenam tersangka kini dijerat dengan pasal tindak pidana korupsi sesuai UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001. Dengan demikian, mega proyek yang semula diharapkan menjadi simbol pelayanan publik, kini berubah menjadi simbol kasus hukum terbesar di Kota Cirebon.
( * )
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v