Jakarta, EKOIN.CO – Kementerian Pariwisata kembali menekankan pentingnya kepatuhan terhadap Standar Operasional Prosedur (SOP) pendakian ekstrem, menyusul insiden tragis yang dialami wisatawan asal Brasil, Juliana Marins, di Taman Nasional Gunung Rinjani, Nusa Tenggara Barat.
Juliana Marins (26) dilaporkan terjatuh ke jurang sedalam 600 meter saat mendaki di kawasan Gunung Rinjani pada Sabtu, 21 Juni 2025. Pencarian dilakukan selama empat hari oleh tim gabungan hingga jasadnya ditemukan pada Selasa, 24 Juni 2025.
Medan ekstrem dan cuaca buruk menghambat proses evakuasi jenazah. Baru pada Rabu, 25 Juni 2025, tim SAR berhasil mengevakuasi Juliana dari dasar jurang setelah menempuh jalur terjal dengan risiko tinggi.
“Kami menyampaikan belasungkawa yang tulus kepada keluarga Juliana Marins atas kehilangan tragis ini. Insiden ini mengingatkan kita bahwa setiap destinasi wisata ekstrem mengandung risiko serius,” ujar Menteri Pariwisata Widiyanti Putri Wardhana dalam pernyataan resminya, Sabtu (28/6/2025).
Apresiasi dan Peringatan Serius
Kementerian juga menyampaikan apresiasi atas kerja keras Tim Basarnas, pengelola Taman Nasional Gunung Rinjani, serta relawan yang terlibat dalam pencarian dan evakuasi. Kolaborasi lintas pihak menjadi faktor penting dalam penanganan insiden ini.
Sebagai langkah lanjut, Kementerian Pariwisata mengingatkan seluruh pemangku kepentingan untuk menaati peraturan yang berlaku. Hal ini merujuk pada SK Kepala Balai Taman Nasional Gunung Rinjani Nomor 19 Tahun 2022 mengenai SOP pendakian ekstrem.
“Kami ingin menegaskan kewajiban ketat untuk mematuhi SOP yang telah diatur. Kepatuhan terhadap prosedur ini bukan sekadar formalitas, namun menjadi benteng utama dalam meminimalkan insiden fatal,” tegas Menteri Widiyanti.
Selain itu, pengawasan terhadap kegiatan pendakian akan diperketat, khususnya bagi wisatawan mancanegara yang kerap kurang memahami kondisi alam di jalur ekstrem. Edukasi keselamatan juga akan ditingkatkan di titik-titik masuk kawasan wisata alam.
Kementerian berharap kejadian ini menjadi pengingat kolektif akan pentingnya kesiapan, pemetaan risiko, dan pelaksanaan protokol keselamatan secara menyeluruh di destinasi wisata ekstrem Indonesia.
Kementerian Pariwisata meminta agar pelaku industri dan pengelola destinasi wisata ekstrem melakukan sejumlah hal di antaranya:
- Pengawasan dan audit mendalam terhadap semua operator serta pemandu di destinasi ekstrem, untuk memastikan mereka memiliki sertifikasi sesuai yang disyaratkan otoritas terkait.
- Pelatihan ulang wajib untuk pemandu dan porter yang mencakup teknik keselamatan, evakuasi darurat, dan komunikasi krisis.
- Kementerian Pariwisata terus melakukan kerja sama lintas Kementerian/Lembaga (Kementerian Kehutanan, Basarnas, TNI/Polri, BPBD, Balai TN, dan Dinas Pariwisata Daerah) untuk memastikan SOP berjalan efektif di lapangan.
- Edukasi publik bagi wisatawan, khususnya turis mancanegara, mengenai pentingnya menggunakan operator resmi, kelengkapan peralatan keselamatan, dan informasi risiko sebelum melakukan aktivitas ekstrem.
Seiring dengan itu, Kementerian Pariwisata juga mengajak masyarakat dan wisatawan yang sedang menikmati liburan sekolah untuk:
- Memastikan telah memilih operator resmi dan pemandu bersertifikat sebelum melakukan aktivitas ekstrem.
- Mematuhi semua protokol keselamatan dan tidak melakukan kegiatan di luar jalur resmi.
- Laporkan segera jika menemukan pelanggaran SOP di lapangan melalui nomor WhatsApp 0811‑895‑6767.
Kementerian Pariwisata menegaskan bahwa keselamatan wisatawan bukan hanya menjadi tugas pemerintah, tetapi merupakan tanggung jawab bersama antara pengelola kawasan, pemandu wisata, hingga para wisatawan itu sendiri. Tragedi yang menimpa Juliana Marins menjadi pengingat bahwa kesiapan, kedisiplinan, dan edukasi keselamatan harus menjadi fondasi utama dalam mengelola destinasi ekstrem seperti Gunung Rinjani.
Kejadian ini harus dimaknai sebagai momentum penting untuk menegakkan penerapan Standar Operasional Prosedur (SOP) secara nyata dan menyeluruh. Prosedur keselamatan tidak boleh berhenti pada dokumen, tetapi harus menjadi praktik lapangan yang wajib ditaati semua pihak. Hanya dengan cara ini, pariwisata Indonesia dapat tumbuh tanpa mengorbankan nyawa pengunjung.(*)