Solo EKOIN.CO – Mobil Esemka kini muncul di pasar kendaraan bekas dengan harga yang anjlok drastis dari harga barunya. Salah satu unit Esemka Bima bermesin 1.200 cc telah ditawarkan di platform jual-beli kendaraan online dengan banderol sekitar Rp 50 juta, jauh di bawah harga saat peluncuran perdananya. Fenomena ini terjadi seiring dengan gugatan warga Solo terhadap pihak Esemka karena kesulitan mendapatkan unit mobil tersebut.
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v
Nama Esemka kembali ramai diperbincangkan setelah seorang warga Solo, Aufaa Luqmana Re A, membawa persoalannya ke Pengadilan Negeri Solo. Ia menggugat pihak Esemka lantaran merasa dipersulit saat ingin membeli unit mobil tersebut. Meski sempat mengalami kendala, Aufaa akhirnya mendapatkan unit Esemka Bima dalam kondisi bekas dari platform jual-beli online.
Menurut Aufaa, dirinya membeli mobil Esemka bekas tersebut di Jakarta. Awalnya, mobil ditawarkan dengan harga Rp 50 juta. Ia sempat menawar Rp 40 juta, namun penjual tidak menyetujui harga tersebut. Akhirnya, kesepakatan tercapai di angka Rp 45 juta. Hal itu diungkapkan Aufaa saat membawa mobilnya sebagai barang bukti di pengadilan.
Penurunan Harga Lebih dari 50 Persen
Esemka Bima bekas milik Aufaa tergolong mobil dengan kilometer rendah, hanya menempuh jarak sekitar 16 ribu kilometer. Dalam kondisi pajak yang baru diperpanjang, harga jual Rp 45 juta dinilai sangat murah dibandingkan harga barunya yang lebih dari dua kali lipat.
Harga mobil baru Esemka memang tidak pernah diumumkan secara detail. Namun, saat peluncuran beberapa tahun lalu, pihak Esemka menyebut mobil Bima dijual di bawah Rp 150 juta. Pada 2020, harga on the road Esemka Bima diumumkan Rp 125 juta untuk wilayah pulau Jawa.
Penurunan harga hingga lebih dari setengahnya ini menunjukkan nilai jual kembali Esemka yang rendah di pasar mobil bekas. Hal ini juga menimbulkan pertanyaan mengenai kelangsungan produk dan penerimaan pasar terhadap mobil buatan dalam negeri tersebut.
Sebelumnya, Esemka sempat menjadi harapan industri otomotif nasional dengan janji sebagai mobil nasional. Namun, distribusi mobil ini dinilai sangat terbatas dan sulit diakses oleh konsumen umum. Pada saat peluncuran, Esemka menyebut pembelian hanya bisa dilakukan secara tunai tanpa fasilitas kredit.
Kondisi ini membuat banyak konsumen kesulitan memiliki unit Esemka, seperti dialami Aufaa. Gugatan yang dia ajukan mencerminkan persoalan yang dihadapi oleh calon pembeli lainnya dalam mendapatkan produk Esemka.
Sulit Dicari di Pasaran
Hingga kini, keberadaan mobil Esemka di pasar bekas tergolong langka. Di platform jual beli kendaraan online, hanya terdapat satu penjual yang menawarkan unit Esemka Bima. Hal ini menandakan sirkulasi unit Esemka di pasaran masih sangat terbatas.
Seperti dilaporkan detikJateng, unit Esemka Bima yang dijual tersebut tergolong dalam kondisi baik, dengan jarak tempuh yang rendah serta pajak kendaraan yang aktif. Namun, harga jual Rp 50 juta menjadi daya tarik utama dibandingkan unit barunya.
Turunnya harga mobil Esemka bekas ini bisa menjadi indikator minat pasar yang masih rendah terhadap produk lokal tersebut. Rendahnya angka penjualan dan ketersediaan unit kemungkinan besar mempengaruhi depresiasi harga yang sangat tajam.
Belum ada pernyataan resmi dari pihak Esemka terkait munculnya unit bekas di pasaran dan rendahnya harga jual kembali produk mereka. Konsumen pun menantikan kejelasan mengenai strategi Esemka dalam memperluas distribusi dan layanan purna jual.
Selain itu, gugatan hukum dari konsumen seperti Aufaa memberi tekanan tambahan bagi Esemka untuk memberikan pelayanan yang lebih terbuka dan mudah diakses. Perkara hukum ini masih berjalan di Pengadilan Negeri Solo.
Sebagai produk yang sebelumnya disebut-sebut sebagai mobil nasional, Esemka kini menghadapi tantangan besar dalam mempertahankan eksistensinya di pasar otomotif nasional. Harga bekas yang anjlok bisa menjadi pukulan terhadap persepsi masyarakat terhadap kualitas dan nilai produk.
Kondisi ini juga menimbulkan pertanyaan publik tentang keberlanjutan produksi dan distribusi Esemka. Minimnya informasi resmi dari pihak pabrikan menambah ketidakpastian di tengah minat konsumen yang mulai pudar.
Ke depan, masyarakat menantikan transparansi lebih dari pihak Esemka terkait proses distribusi, harga resmi, dan layanan konsumen. Gugatan konsumen bisa menjadi momentum untuk memperbaiki sistem penjualan agar lebih terbuka.
Sebagai bagian dari pasar otomotif Indonesia, Esemka masih punya peluang untuk berkembang jika mampu memberikan produk yang terjangkau, mudah diakses, dan didukung layanan purna jual yang kuat.
Dalam situasi ini, konsumen harus berhati-hati dalam melakukan pembelian mobil bekas, terutama untuk merek yang belum memiliki jaringan distribusi luas seperti Esemka.
Perlu ada pengawasan dari pihak berwenang agar konsumen tidak dirugikan akibat ketidakterbukaan informasi dari pihak produsen atau penjual kendaraan.
Konsumen juga diharapkan untuk selalu melakukan pengecekan menyeluruh terhadap kondisi kendaraan, legalitas dokumen, dan riwayat servis sebelum membeli unit mobil bekas.
Pihak Esemka diharapkan segera memberikan klarifikasi mengenai harga jual resmi, strategi distribusi, dan dukungan layanan purna jual bagi konsumennya.
Apabila langkah-langkah perbaikan tidak segera dilakukan, posisi Esemka di industri otomotif domestik bisa terancam oleh pesaing dari luar negeri yang menawarkan harga kompetitif dengan layanan yang lebih baik. (*)