BANDUNG, EKOIN.CO – Prototype angkutan kota pintar berbasis listrik hasil produksi dalam negeri siap diuji coba. Kendaraan bernama Angkutan Kota Listrik Bandung atau Angklung ini dikembangkan oleh PT Marlip Indo Mandiri dan memiliki Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) sebesar 76 persen.
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v
Mobil pintar tersebut diproduksi di Jalan Cipedes Dalam, Kelurahan Sukagalih, Kecamatan Sukajadi, Kota Bandung. Angklung didominasi warna biru dan hijau tosca, serta dirancang dengan berbagai fasilitas modern seperti pendingin udara, kamera belakang, televisi LCD, audio, dashcam DVR, pintu elektrik, kursi difabel, Wi-Fi, dan mesin tap kartu nontunai.
Dalam penilaian mandiri, TKDN Angklung tercatat mencapai 76 persen. CEO dan Founder PT Marlip Indo Mandiri, Masrah Marang, menyatakan bahwa angka ini diperoleh karena sebagian komponen masih harus diimpor, khususnya baterai. “Ada beberapa komponen seperti baterai kita impor sel karena memang belum ada di Indonesia, baru kita lakukan pack di sini,” ujarnya pada Jumat (1/8/2025).
Menurut Masrah, sebenarnya TKDN Angklung bisa mencapai 100 persen jika semua bahan lokal telah bersertifikat resmi sebagai produk Indonesia. Namun, keterbatasan sertifikasi menyebabkan nilai TKDN menjadi lebih rendah dari potensi maksimalnya.
Masrah optimistis setelah produksi massal dimulai, TKDN akan tetap tinggi. “Kami yakin setelah produksi ini dan nanti diproduksi secara massal, TKDN itu paling tidak untuk di tahap awal bisa dicapai 65 sampai 70 persen,” ucapnya.
Produksi Massal dan Riset Konstruksi Sasis
Masrah menjelaskan bahwa beberapa komponen penting belum tersedia secara lokal, seperti baja alloy untuk sasis. Meski demikian, hasil penelitian menyatakan bahwa sasis kendaraan ini aman digunakan di wilayah Bandung.
“Dengan bobot yang diinginkan setelah dilakukan simulasi dan pengujian itu mampu menampung semua itu karena ini berbasis riset, tentang steering, rem, kemudian suspensi, dan lain-lain sebagainya,” katanya.
Biaya produksi Angklung lebih tinggi dibandingkan angkot konvensional. Harganya dipatok sekitar Rp 400 juta per unit. Namun, karena diproduksi di dalam negeri dan menyesuaikan dengan kebutuhan lokal, harganya masih lebih rendah dibandingkan mobil listrik impor.
Masrah juga menekankan bahwa biaya pemeliharaan Angklung jauh lebih murah. “Bahkan, rata-rata biaya pemeliharaan itu hanya Rp 1,5 juta sampai Rp 2 juta per tahun. Sedangkan angkot konvensional bisa Rp 4 juta hingga 5 juta,” ujarnya.
Dengan biaya operasional dan pemeliharaan yang rendah, Angklung diharapkan menjadi solusi efisien dalam pengembangan transportasi publik ramah lingkungan di kota-kota besar, terutama Bandung.
Rencana Integrasi dengan BRT Bandung
Masrah mengungkapkan bahwa Angklung akan menjadi feeder bagi sistem Bus Rapid Transit (BRT) Bandung. Hal ini hasil diskusi antara pihaknya dengan Dinas Perhubungan dan pengelola transportasi kota.
“Menurut hasil diskusi kita dengan pihak pengelola dan pihak Dinas Perhubungan itu kalau dilihat polanya mobil ini akan menjadi feeder-nya BRT yang punya rute-rute tertentu dan sudah ditetapkan,” ungkapnya.
Angklung nantinya terintegrasi dengan sistem pelacakan posisi kendaraan. Warga yang mengunduh aplikasi Angklung dapat mengetahui posisi mobil dan estimasi waktu kedatangan.
“Misalnya mau ke Gedebage, nah dia sudah bisa melihat di mana posisi angkot ini yang terdekat. Dalam waktu berapa harus menunggu. Kemudian setelah itu baru naik, nanti mobil ini bisa terus berpindah dengan lokasi yang paling mudah dijangkau,” kata Masrah.
Rencana implementasi sistem digital ini diharapkan dapat meningkatkan kenyamanan dan efisiensi dalam layanan transportasi. Masrah juga menegaskan bahwa teknologi tersebut bertujuan memudahkan penumpang dalam merencanakan perjalanan.
Hingga kini, PT Marlip Indo Mandiri masih menunggu persetujuan pemerintah untuk uji coba resmi. Setelah uji coba, produksi massal ditargetkan segera dilakukan jika hasil evaluasi berjalan lancar.
Prototype Angklung juga diklaim memiliki keunggulan dalam daya tahan dan efisiensi energi. Hal ini mendukung target pemerintah dalam mengurangi emisi karbon dan penggunaan energi fosil dalam sektor transportasi.
dari pengembangan angkot pintar ini menunjukkan komitmen Bandung sebagai kota inovatif dalam transportasi ramah lingkungan. Meski masih ada tantangan dalam pemenuhan TKDN secara penuh, langkah awal ini memberikan gambaran optimisme untuk produksi kendaraan listrik nasional.
Langkah selanjutnya akan fokus pada penyempurnaan sertifikasi komponen lokal agar nilai TKDN meningkat. Selain itu, integrasi sistem digital juga perlu disempurnakan demi mendukung kenyamanan dan efisiensi layanan publik.
Masyarakat diharapkan dapat segera merasakan manfaat dari angkot pintar ini setelah dilakukan uji coba dan produksi massal. Proyek ini menjadi contoh kolaborasi antara sektor swasta dan pemerintah dalam menghadirkan solusi transportasi berbasis riset.
Dukungan infrastruktur dan regulasi pemerintah juga diharapkan dapat mempercepat adopsi kendaraan listrik, khususnya dalam angkutan perkotaan. Ke depan, pengembangan ini bisa diadaptasi oleh kota-kota lain dengan kebutuhan transportasi serupa.
Keberhasilan Angklung sebagai angkot listrik buatan lokal dapat menjadi tolok ukur pengembangan kendaraan listrik nasional yang berkelanjutan dan efisien. (*)