JAKARTA, EKOIN.CO – Peningkatan kasus infeksi menular seksual (IMS) di kalangan generasi muda, khususnya Gen Z, memicu kekhawatiran serius di dunia kesehatan. Data terbaru dari Kementerian Kesehatan Republik Indonesia menunjukkan lonjakan signifikan selama tiga tahun terakhir, dengan tren yang terus menguat hingga pertengahan 2025. Peningkatan ini bukan hanya soal jumlah kasus, tapi juga kompleksitas penanganan akibat resistensi antibiotik yang semakin meluas.
Pakar seks dr Boyke Dian Nugraha mengungkapkan bahwa sejumlah obat yang dulunya efektif mengobati IMS, kini tidak lagi ampuh. “Obat-obatan yang dulu diberikan untuk gonore, sekarang banyak yang nggak mempan lagi. Makin ke sini makin banyak bakteri yang kebal,” ujarnya.
Menurut dr Boyke, dulu infeksi gonore atau kencing nanah bisa ditangani dengan penisilin atau kanamycin. Namun seiring waktu, bakteri penyebab IMS telah mengalami mutasi, membuat berbagai jenis antibiotik tak lagi efektif. “Dulu kita pakai penisilin, efektif. Lalu beralih ke kanamycin, lalu ke golongan fluoroquinolone seperti ciprofloxacin. Tapi sekarang? Banyak yang sudah nggak mempan,” katanya.
Saat ini, antibiotik seperti penisilin dan sevixin (ceftriaxone generasi lama) tidak lagi menjadi solusi utama. Beberapa golongan sefalosporin generasi lama pun dilaporkan mulai kehilangan efektivitasnya. Antibiotik dari kelompok cephalosporin generasi baru masih bisa digunakan, tetapi penggunaannya harus didasarkan pada hasil uji sensitivitas terhadap bakteri penyebab infeksi.
“Kalau pasien tidak kunjung sembuh, misalnya keluhan keluar nanah dari kemaluan terus-menerus, kita harus ambil sampel. Kemudian dikirim ke lab mikrobiologi untuk uji sensitivitas, untuk melihat antibiotik mana yang masih bisa melawan bakterinya,” jelasnya.
Masalah resistensi antibiotik ini, menurut dr Boyke, banyak disebabkan oleh kebiasaan penggunaan obat secara tidak bijak. Ia menyebut kuman memiliki kemampuan beradaptasi yang tinggi. “Kuman itu pintar. Dikasih antibiotik, dia mutasi. Terus pasiennya berhubungan seks lagi, kena lagi, dikasih antibiotik yang sama, ya nggak mempan. Ini yang menyebabkan resistensi makin luas,” tegasnya.
Penggunaan antibiotik tanpa resep dokter atau mengonsumsi obat berdasarkan pengalaman orang lain juga mempercepat kemunculan bakteri kebal. “Ini yang sering tidak disadari masyarakat. Karena merasa gejalanya mirip, langsung minum obat yang sama. Padahal bakteri bisa saja sudah berubah,” tambahnya.
Selain faktor medis, perilaku seksual bebas di kalangan remaja dan dewasa muda turut menjadi faktor pendorong meningkatnya kasus IMS. Dr Boyke menyayangkan tren seperti ‘friends with benefits’, ‘one night stand’, hingga praktik open BO yang kini makin lumrah di tengah masyarakat.
Ia menekankan bahwa pendidikan seks perlu dilakukan secara terbuka dan menyeluruh, bukan hanya menekankan pada aspek kehamilan. “Pendidikan seks itu harus disampaikan dengan jujur dan jelas. Bahwa seks bebas bukan cuma soal kehamilan, tapi bisa menyebabkan penyakit menular yang sulit disembuhkan. Bahkan bisa menyebabkan infertilitas, kanker mulut rahim, sampai HIV dan AIDS,” ucapnya.
Melihat fenomena yang terus meluas ini, dr Boyke menyerukan agar pemerintah segera mengambil langkah konkret. Ia menilai ada tiga sektor utama yang harus dibenahi: pendidikan seks sejak dini, kemudahan akses layanan pemeriksaan IMS, serta peran publik figur dalam memberikan contoh positif.
“Pemerintah harus berani memasukkan materi pendidikan seks di sekolah secara realistis dan berbasis data, bukan hanya normatif. Anak-anak harus dibekali pemahaman yang benar sejak dini,” tuturnya.
Selain itu, akses layanan kesehatan untuk memeriksa IMS harus dipermudah, termasuk untuk kelompok rentan seperti komunitas LGBTQ. Pelayanan harus dilakukan tanpa diskriminasi agar seluruh lapisan masyarakat bisa mendapatkan hak kesehatan yang setara.
Menurutnya, selebritas dan tokoh publik juga harus memahami dampak dari perilaku pribadi mereka yang dipertontonkan di media sosial. “Artis-artis banyak yang liburan berdua sebelum menikah. Itu seakan jadi pembenaran untuk seks pranikah. Padahal risikonya besar sekali. Harus ada kesadaran bahwa mereka ditonton dan ditiru,” katanya.
Resistensi antibiotik yang makin meluas dapat membawa konsekuensi serius bagi kesehatan reproduksi masyarakat, terutama generasi muda. Jika tidak ditangani secara kolektif dan berkesinambungan, situasi ini bisa berkembang menjadi krisis kesehatan nasional.
Menurut dr Boyke, pendekatan menyeluruh perlu diterapkan untuk menghentikan laju penyebaran IMS. Hal ini mencakup edukasi berbasis bukti, regulasi ketat terhadap penggunaan antibiotik, dan keterlibatan aktif berbagai pihak, termasuk keluarga, sekolah, dan pemerintah.
“Kalau kita tidak mulai sekarang, nanti kita kehabisan obat. IMS bisa jadi penyakit yang tidak bisa disembuhkan lagi,” pungkas dr Boyke menutup pernyataannya.
Resistensi antibiotik terhadap penyakit menular seksual kini menjadi ancaman nyata. Jika sebelumnya penyakit seperti gonore bisa sembuh dengan mudah, sekarang pengobatannya menjadi lebih sulit dan berisiko gagal. Hal ini menunjukkan perlunya kewaspadaan dan tanggung jawab bersama dalam menjaga kesehatan masyarakat.
Langkah pertama yang bisa diambil adalah meningkatkan literasi masyarakat tentang bahaya penggunaan antibiotik tanpa pengawasan medis. Kesadaran kolektif untuk tidak sembarangan mengonsumsi obat menjadi kunci dalam memutus rantai resistensi yang sedang berkembang.
Pemerintah juga perlu mengevaluasi kurikulum pendidikan kesehatan reproduksi agar lebih adaptif terhadap realita kehidupan remaja masa kini. Mengedepankan pendekatan preventif melalui pengetahuan yang benar akan memberi dampak jangka panjang yang signifikan.
Selain itu, layanan kesehatan harus ramah dan inklusif. Pemeriksaan rutin IMS seharusnya menjadi bagian dari pola hidup sehat generasi muda, tanpa rasa takut akan stigma atau diskriminasi.
Kolaborasi antara pihak sekolah, keluarga, media, dan sektor swasta juga dibutuhkan. Jika semua pihak bergerak bersama dalam membangun budaya sadar risiko dan bertanggung jawab dalam berperilaku seksual, maka masa depan generasi muda bisa lebih terlindungi dari ancaman infeksi seksual yang semakin sulit diobati.(*)
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN.CO lewat saluran Whatsapp EKOIN.CO di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v