Jakarta, EKOIN.CO – Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif menyelenggarakan Focus Group Discussion (FGD) “Penyusunan Petunjuk Teknis (Juknis) Manajemen Risiko Destinasi Pariwisata” di The Grand Mansion Menteng by The Crest Collection, Jakarta, Rabu (18/6/2025).
Diskusi ini bertujuan merumuskan pedoman resmi yang bisa digunakan pengelola destinasi wisata dalam menerapkan manajemen risiko secara terstruktur dan sistematis. Kegiatan ini dihadiri oleh berbagai pemangku kepentingan, termasuk pemerintah, akademisi, dan pelaku industri.
Asisten Deputi Pengembangan Amenitas dan Aksebilitas Pariwisata Wilayah I Kemenpar, Bambang Cahyo Murdoko, dalam sambutannya menyampaikan bahwa kasus kecelakaan pariwisata cenderung meningkat dalam beberapa waktu terakhir.
“Oleh karena itu, pemangku kepentingan menindaklanjuti dan memberikan solusi untuk meminimalisir insiden dan meningkatkan upaya preventif untuk mewujudkan wisata yang aman bagi wisatawan,” ucap Bambang di hadapan para peserta.
Ia menambahkan bahwa juknis yang sedang disusun diharapkan menjadi pedoman standar untuk seluruh pengelola destinasi di Indonesia dalam memastikan penilaian risiko yang terstruktur dan terukur.
Integrasi Prinsip CHSE dan Pengambilan Keputusan Berbasis Risiko
Menurut Bambang, petunjuk teknis ini akan memberikan standardisasi penilaian risiko untuk meningkatkan keamanan dan keselamatan wisatawan serta masyarakat lokal. Proses tersebut akan mengintegrasikan prinsip CHSE.
Selain itu, juknis ini akan menjadi alat ukur yang bisa dimanfaatkan pemerintah pusat dan daerah untuk mengambil keputusan berbasis risiko serta mengalokasikan sumber daya secara efisien.
“Petunjuk teknis ini bisa menjadi alat ukur bagi pemerintah pusat maupun pemerintah daerah untuk mengambil keputusan berbasis risiko, mengalokasikan sumber daya secara efisien, dan berkontribusi pada keberlanjutan, serta menaikkan citra destinasi pariwisata di Indonesia,” jelasnya.
Ia berharap Indonesia tidak hanya dikenal karena keindahan destinasi wisatanya, tetapi juga karena tingkat keamanannya yang tinggi.
”Harapan ke depan, kita akan memiliki destinasi wisata yang tidak hanya indah, tetapi juga aman,” kata Bambang.
Pandangan Pemerintah tentang Pariwisata Berkelanjutan
Staf Ahli Menteri Pariwisata Bidang Manajamen Krisis, Fadjar Hutomo, menyampaikan bahwa komitmen pemerintah adalah menghadirkan pariwisata yang berkualitas dan berkelanjutan dengan memperhatikan aspek keamanan.
“Berkualitas dalam perspektif memberikan pengalaman yang baik bagi wisatawan sehingga wisatawan ingin kembali lagi. Ini tentu bukan hanya bagi keamanan, bagi wisatawannya saja, tetapi juga bagi para pekerja di sektor pariwisata, bagi masyarakat setempat di mana destinasi itu berada, dan nanti kita akan bicara tentang lingkungan berkelanjutan,” kata Fadjar.
Ia menekankan bahwa pengalaman wisata yang baik harus disertai jaminan keselamatan, baik bagi wisatawan maupun bagi masyarakat dan pelaku usaha yang terlibat.
Pernyataan ini menegaskan perlunya kebijakan yang menyeluruh dalam pengelolaan destinasi, dengan keamanan sebagai elemen utama.
Pada sesi berikutnya, para ahli dan akademisi ikut memberi masukan teknis dalam penyempurnaan dokumen juknis tersebut.
Masukan Akademisi dan Praktik Lapangan
Guru Besar Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Fatma Lestari, memaparkan draf Juknis Manajemen Risiko Destinasi Pariwisata di hadapan peserta diskusi.
Ia menguraikan sepuluh langkah penting dalam manajemen risiko, mulai dari penentuan konteks aktivitas hingga pemantauan dan kajian ulang risiko.
“Saya juga sudah mencatat masukan-masukan dari teman-teman ahli yang nantinya akan diinput dalam penyempurnaan juknis ini,” kata Fatma.
Langkah-langkah tersebut melibatkan identifikasi bahaya, pengendalian risiko, analisis sisa risiko, serta komunikasi dan konsultasi yang terus-menerus dengan pihak terkait.
Penyusunan juknis ini juga mendapat dukungan dari dunia usaha yang menyoroti pentingnya perlindungan melalui instrumen asuransi perjalanan.
Dukungan Industri Asuransi dan Kolaborasi Lintas Sektor
Direktur Pemasaran Asuransi Jasaraharja Putera, Imam Hendrawan, menyampaikan pentingnya asuransi perjalanan sebagai bagian dari perlindungan dalam berwisata.
“Misalnya, di Tabanan salah satu daerah di Bali yang terkena bencana, di sini kami tidak melihat orang perorang, tapi kita melihat daerah Tabanan secara keseluruhan. Kami dengan serta-merta memberikan santunan Rp500 juta untuk Tabanan apapun ini. Ini sekadar contoh,” kata Imam.
Pernyataan Imam memperlihatkan bahwa perlindungan menyeluruh perlu diterapkan untuk mendukung pengelolaan risiko yang baik di destinasi wisata.
FGD ini juga melibatkan pejabat eselon II dari Kementerian Pariwisata, kementerian dan lembaga lain, pemerintah daerah, serta asosiasi pariwisata.
Melalui diskusi tersebut, berbagai pihak bersepakat untuk menjadikan juknis ini sebagai pijakan kebijakan pengelolaan risiko destinasi wisata di Indonesia.
Penyusunan juknis manajemen risiko destinasi oleh Kemenpar merupakan langkah penting untuk menjawab kebutuhan akan pariwisata yang lebih aman dan berkelanjutan. Kolaborasi antarsektor dalam FGD ini menunjukkan keseriusan pemerintah dalam memperkuat fondasi keselamatan wisata.
Keterlibatan akademisi seperti Fatma Lestari dan dunia usaha seperti Jasaraharja Putera menambah kekayaan perspektif dalam merancang panduan teknis yang adaptif dan aplikatif. Ke depan, juknis ini diharapkan memberi dampak signifikan dalam mengurangi risiko dan meningkatkan kenyamanan berwisata.
Dengan penilaian risiko yang terstandar dan langkah mitigasi yang jelas, pengelola destinasi akan lebih siap menghadapi berbagai potensi bahaya. Tujuannya tidak hanya menciptakan pengalaman wisata yang menyenangkan, tetapi juga menjamin perlindungan menyeluruh bagi semua pihak yang terlibat.(*)