Jakarta, EKOIN.CO – Sektor peternakan terus menjadi perhatian utama dalam menjaga ketahanan pangan nasional, terutama dalam menghadapi tantangan penyakit pada hewan ternak. Untuk itu, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) melalui Pusat Riset Veteriner – Organisasi Riset Kesehatan (ORK) menggelar Webinar Series Research Centre for Veterinary Science bertema “Penyakit Pada Hewan Ternak: Riset dan Pengendaliannya”, pada Senin (30/6).
Webinar ini menjadi wadah diskusi riset-riset terkini dalam mengendalikan penyakit ternak berbasis ilmu pengetahuan dan teknologi. Harimurti Nuradji, Kepala Pusat Riset Veteriner BRIN, membuka acara tersebut dengan menekankan urgensi pendekatan multidisipliner.
“Riset kesehatan hewan memegang peran penting dalam mendukung ketahanan nasional, terutama dalam penyediaan pangan yang aman dan berkelanjutan,” ujarnya. Ia juga menyebut perlunya sinergi antara pemerintah, akademisi, dan industri.
Selain itu, Harimurti menggarisbawahi pentingnya pendekatan One Health sebagai strategi integratif yang menyatukan kesehatan manusia, hewan, dan lingkungan. Ia menyebut kolaborasi dan penguatan kapasitas menjadi fondasi utama pengendalian penyakit.
“Pemanfaatan hasil riset ke dalam bentuk kebijakan implementatif hanya bisa dilakukan jika didukung oleh data ilmiah yang kuat,” tegasnya dalam forum daring tersebut.
Resistensi Antimikroba dan Inovasi Bioprospeksi
Salah satu materi disampaikan oleh Eddy Sukmawinata, Peneliti Ahli Muda BRIN, yang mengangkat isu resistensi antimikroba. Dalam presentasinya, Eddy memaparkan potensi mikroba lingkungan sebagai sumber senyawa antimikroba baru.
Eddy menjelaskan pentingnya eksplorasi dari lingkungan alami seperti tanah, laut, serta fermentasi pangan lokal untuk menemukan metabolit bioaktif. Temuan dari Lactobacillus plantarum dalam dadih terbukti memiliki sifat antimikroba dan efek metabolik positif.
Selain itu, isolat Bacillus amyloliquefaciens dari jahe liar Pulau Enggano menunjukkan efektivitas terhadap Pseudomonas aeruginosa. Namun, tantangan dalam riset ini termasuk pengaruh lingkungan dan risiko resistensi silang.
Ia menekankan bahwa inovasi dan kolaborasi lintas bidang diperlukan untuk menghadirkan solusi terapeutik berkelanjutan. Pendekatan bioprospeksi menjadi bagian dari langkah BRIN mendukung kesehatan global yang ramah lingkungan.
“Ini bukan hanya soal pengobatan, tetapi juga bagaimana kita menjaga masa depan sistem pangan dan kesehatan,” jelas Eddy.
Jamur sebagai Solusi Biologis
Riza Zainuddin Ahmad, Peneliti Ahli Utama ORK BRIN, menyampaikan paparan mengenai potensi jamur sebagai agen biologis pengendali parasit cacing. Materinya berjudul “Mengenal Kembali Jamur sebagai Kontrol Biologi Parasit Cacing pada Hewan”.
Jamur seperti kapang dan khamir berperan penting dalam menekan populasi cacing tanpa membahayakan hewan. Riza menyoroti beberapa spesies cacing nematoda dan trematoda yang umum menyerang ruminansia.
Ia menjelaskan pentingnya pemanfaatan jamur nematofagus dan trematofagus dalam menekan laju infeksi. Pendekatan ini dinilai lebih berkelanjutan daripada penggunaan obat kimiawi secara terus-menerus.
“Kolaborasi antara pendekatan biologis dan manajemen kesehatan hewan menjadi kunci keberhasilan pengendalian,” ujar Riza. Ia juga mendorong integrasi antara pengetahuan tradisional dan ilmu modern.
Melalui pendekatan ini, BRIN berharap dapat mengurangi ketergantungan pada anthelmintik serta menurunkan angka resistensi obat cacing.
Temuan Lapangan: Fasciolosis pada Hewan Qurban
Wasito, Peneliti Ahli Utama BRIN, memaparkan hasil penelitiannya terkait fasciolosis pada hewan qurban di wilayah Deli Serdang dan sekitarnya. Penyakit ini disebabkan oleh cacing hati dan memiliki potensi zoonosis.
Ia menjelaskan, pemeriksaan dilakukan secara menyeluruh pada hewan qurban dalam dua tahap—Juni 2023 dan 2025. Hasilnya menunjukkan infeksi cacing hati dalam kategori ringan hingga berat, terutama pada ternak yang digembalakan di lahan pertanian.
Infeksi cacing Paramphistomum juga ditemukan, namun tidak seberbahaya Fasciola hepatica dan F. gigantica. Meski demikian, kesadaran masyarakat terhadap potensi penularan ke manusia masih rendah.
Wasito menekankan pentingnya edukasi dan deteksi dini sebagai strategi pencegahan. Ia juga menyarankan pendekatan pertanian terpadu serta edukasi keluarga sebagai solusi jangka panjang.
“Kesadaran masyarakat terhadap zoonosis masih perlu ditingkatkan, terutama saat momen penyembelihan qurban,” ujarnya.
Penyakit Snot pada Unggas dan Tantangan Biosekuriti
Paparan terakhir disampaikan oleh Ima Fauziah, Peneliti Ahli Muda BRIN, yang membahas penyakit Infectious coryza atau snot pada unggas. Penyakit ini disebabkan oleh Avibacterium paragallinarum dan menyerang saluran pernapasan atas.
Penelitian dilakukan terhadap 30 sampel ayam petelur di empat kabupaten di Yogyakarta. Hasil uji PCR menunjukkan bahwa 24 isolat positif mengandung bakteri penyebab snot, dengan hemaglutinin sebagai faktor virulensi utama.
Ima mengungkap bahwa sebagian besar isolat masih sensitif terhadap amoksisilin dan ampisilin. Namun, resistensi tinggi ditemukan terhadap eritromisin dan tetrasiklin.
Ia menekankan perlunya penerapan biosekuriti yang ketat serta penggunaan antibiotik secara rasional dalam manajemen peternakan. Pencegahan melalui vaksinasi dan deteksi awal menjadi bagian dari strategi nasional.
“Kita tidak bisa mengandalkan obat saja, sistem pemeliharaan dan manajemen yang baik juga sangat penting,” jelas Ima.
Webinar yang diselenggarakan BRIN ini menjadi cerminan keseriusan lembaga dalam menjawab tantangan penyakit hewan ternak melalui riset yang aplikatif dan kolaboratif. Penyampaian materi dari berbagai peneliti menunjukkan pentingnya integrasi lintas disiplin dalam menciptakan solusi berkelanjutan. Dari mikroba, jamur, hingga pendekatan sosial, semua dikembangkan untuk menciptakan sistem peternakan yang sehat dan produktif.
Riset yang ditampilkan juga menegaskan bahwa pengendalian penyakit tidak bisa dilakukan secara parsial. Perlu upaya kolektif dari semua pihak, mulai dari peneliti, pemerintah, pelaku usaha, hingga masyarakat umum. Riset yang kuat, biosekuriti, serta pendekatan berbasis data adalah pilar utama menghadapi tantangan masa depan sektor peternakan.
Melalui kegiatan ini, BRIN memperkuat komitmennya dalam membangun jejaring riset nasional yang responsif terhadap kebutuhan masyarakat. Dengan riset yang berorientasi pada implementasi, harapannya adalah hadirnya kebijakan berbasis sains yang mampu menjaga ketahanan pangan dan meningkatkan kesejahteraan peternak di seluruh Indonesia.(*)