Jakarta, EKOIN.CO – Kantor Cabang BPJS Ketenagakerjaan Plaza BPJamsostek kembali menegaskan pentingnya perlindungan Jaminan Sosial Ketenagakerjaan (Jamsostek) kepada seluruh perusahaan jasa konstruksi di wilayah operasionalnya, Selasa (3/6/2025).
Pernyataan tersebut disampaikan langsung oleh Kepala Kantor Cabang Plaza BPJamsostek, Ramdani, dalam kegiatan sosialisasi yang berlangsung di Jakarta. Ia mengingatkan bahwa seluruh proyek konstruksi aktif wajib mendaftarkan pekerjanya ke dalam skema perlindungan Jamsostek.
“Seluruh pekerja konstruksi harus mendapatkan perlindungan, mengingat risiko pekerjaan mereka yang tinggi. Ini bukan hanya soal kepatuhan, tapi juga soal kemanusiaan,” ujar Ramdani dalam keterangan resmi yang diterima media.
Ia menyoroti bahwa pekerja di sektor konstruksi sangat rentan terhadap kecelakaan kerja karena sifat pekerjaan yang menuntut fisik dan kondisi lapangan yang sering tidak menentu. Oleh karena itu, program Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) dan Jaminan Kematian (JKM) menjadi sangat vital.
Menurut Ramdani, skema perlindungan di sektor konstruksi sedikit berbeda dengan sistem kepesertaan reguler. Dalam sektor ini, perusahaan cukup mendaftarkan proyeknya, sehingga semua tenaga kerja yang terlibat akan otomatis tercover perlindungannya.
Skema Kepesertaan dan Kemudahan Proses
Ramdani menjelaskan bahwa sistem proyek ini dirancang sesuai karakteristik sektor konstruksi yang didominasi oleh pekerja harian dan borongan. “Iurannya sangat terjangkau, hanya nol koma sekian persen dari nilai proyek, tergantung klasifikasi risiko yang telah ditetapkan pemerintah,” jelasnya.
Ia juga menekankan bahwa pendaftaran proyek bisa dilakukan sejak Surat Perintah Kerja (SPK) diterima dari pemilik proyek. Iuran dapat dibayarkan sekaligus atau dicicil sesuai termin, selama tidak melewati batas waktu yang ditentukan.
Namun, Ramdani mengingatkan bahwa manfaat perlindungan hanya berlaku apabila status kepesertaan aktif. Penundaan pembayaran iuran bisa menyebabkan pekerja kehilangan hak atas jaminan yang semestinya mereka terima.
“Kalau menunggak, perlindungan tidak bisa digunakan. Artinya, ketika terjadi kecelakaan kerja dan statusnya tidak aktif, perusahaan harus menanggung seluruh biaya medis dan santunan sendiri,” tegasnya.
Manfaat dari program JKK mencakup biaya pengobatan tanpa batas plafon sesuai indikasi medis, santunan pengganti upah selama pemulihan, hingga santunan cacat atau kematian akibat kecelakaan kerja.
Manfaat JKM dan Risiko Hukum
Selain JKK, pekerja juga berhak atas Jaminan Kematian (JKM) bila meninggal dunia bukan karena kecelakaan kerja. Ahli waris peserta akan menerima santunan sebesar Rp42 juta jika masa kepesertaan telah melewati tiga bulan.
Jika peserta meninggal sebelum masa kepesertaan tiga bulan, BPJS Ketenagakerjaan tetap memberikan santunan berupa biaya pemakaman sebesar Rp10 juta. Ketentuan ini berlaku sesuai regulasi pemerintah terbaru.
Program ini juga mencakup beasiswa pendidikan bagi maksimal dua anak pekerja hingga Rp174 juta, dengan syarat tertentu yang telah ditetapkan dalam peraturan yang berlaku.
Ramdani mengingatkan bahwa perusahaan yang lalai mendaftarkan proyeknya atau menunggak iuran dapat dikenakan gugatan hukum, baik oleh pekerja atau ahli waris maupun oleh BPJS Ketenagakerjaan itu sendiri.
“Perlindungan tenaga kerja adalah kewajiban hukum dan moral. Pengusaha yang tidak patuh akan berhadapan dengan konsekuensi hukum yang serius,” kata Ramdani.
Komunikasi Aktif dan Kepatuhan
BPJS Ketenagakerjaan juga menekankan pentingnya menjalin komunikasi aktif dengan perusahaan-perusahaan konstruksi agar proses kepesertaan berjalan lancar dan kesadaran meningkat.
”Kami menjalin komunikasi yang erat agar perusahaan jasa konstruksi tetap patuh terhadap aturan. Ini bagian dari misi kami untuk memperluas cakupan perlindungan sosial tenaga kerja di Indonesia,” pungkas Ramdani.
Ia juga berharap lebih banyak pengusaha menyadari bahwa kepatuhan terhadap program ini bukan semata untuk memenuhi regulasi, melainkan untuk menjamin keberlangsungan hidup para pekerja dan keluarganya.
Langkah ini diharapkan akan memperkuat perlindungan sosial nasional, khususnya di sektor konstruksi yang mencatat tingkat kecelakaan kerja tertinggi dibanding sektor lainnya.
Dalam konteks pembangunan nasional yang kian pesat, BPJS Ketenagakerjaan menilai bahwa kelengkapan administrasi proyek adalah bagian dari tanggung jawab bersama antara negara dan dunia usaha.
Meningkatkan kesadaran akan pentingnya perlindungan sosial bagi pekerja sektor konstruksi tidak hanya tanggung jawab BPJS Ketenagakerjaan, tetapi juga merupakan bagian dari kewajiban moral perusahaan. Dengan mengikuti program secara aktif, perusahaan juga melindungi kepentingan bisnisnya dari risiko hukum dan finansial yang besar.
Diperlukan pendekatan yang lebih intensif dari pemerintah dan lembaga terkait dalam mengedukasi pelaku industri konstruksi, terutama usaha kecil dan menengah yang kerap abai terhadap regulasi ini. Program sosialisasi langsung dan digital harus terus digencarkan secara merata di seluruh Indonesia.
Ke depan, perlindungan tenaga kerja harus menjadi bagian integral dari perencanaan setiap proyek konstruksi. Dengan sistem yang semakin mudah dan manfaat yang jelas, tidak ada alasan bagi perusahaan untuk menunda atau mengabaikan perlindungan bagi para pekerjanya.(*)