Jakarta, EKOIN.CO – Seiring meningkatnya tren gaya hidup sehat, banyak orang kini rutin melakukan olahraga di pusat kebugaran atau gym. Namun, masih muncul pertanyaan di kalangan masyarakat: apakah olahraga gym aman dilakukan setiap hari, atau cukup seminggu sekali?
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v
Menurut dr. Grace Joselini, SpKO, dokter spesialis kedokteran olahraga dari Universitas Indonesia, olahraga gym bisa dilakukan setiap hari selama intensitas dan jenis latihannya disesuaikan dengan kondisi tubuh masing-masing. Pernyataan tersebut disampaikannya dalam unggahan kanal YouTube Siloam Hospitals pada 9 Juli 2024.
Ia menjelaskan bahwa tubuh manusia sebenarnya dapat beradaptasi dengan latihan harian, asalkan tidak dilakukan dengan intensitas tinggi setiap hari. Grace menyarankan agar latihan intensif dilakukan 2–3 kali seminggu, sementara hari lainnya diisi dengan latihan ringan seperti peregangan, yoga, atau jalan santai.
Frekuensi Latihan Disesuaikan Kebutuhan
Dalam penjelasannya, Grace menyampaikan bahwa frekuensi ideal berolahraga sangat bergantung pada tujuan dan kapasitas fisik individu. Jika tujuan olahraga adalah menjaga kebugaran umum, maka latihan tiga kali seminggu pun sudah cukup. Namun jika tujuannya adalah peningkatan performa atletik, latihan bisa dilakukan lebih sering.
Ia menambahkan bahwa tubuh membutuhkan waktu untuk pemulihan. Tanpa waktu istirahat yang cukup, risiko cedera justru meningkat, terutama pada otot dan sendi yang terlalu sering digunakan. “Recovery itu penting agar tubuh bisa adaptasi dan perbaikan jaringan bisa optimal,” kata Grace.
Dalam konteks ini, olahraga gym seminggu sekali pun sebenarnya tidak salah, terutama bagi pemula atau individu dengan keterbatasan waktu. Namun, efeknya terhadap kebugaran tentu tidak secepat jika dilakukan lebih sering.
Risiko Overtraining dan Dampaknya
Grace juga mengingatkan tentang bahaya overtraining, yakni kondisi di mana seseorang berolahraga terlalu sering tanpa istirahat yang cukup. Gejala overtraining dapat mencakup kelelahan kronis, gangguan tidur, hingga penurunan sistem imun.
“Seringkali orang merasa lebih sehat karena olahraga tiap hari, padahal tubuhnya tidak diberi waktu istirahat yang memadai,” jelasnya. Menurutnya, ini justru bisa berdampak negatif bagi metabolisme dan kesehatan secara menyeluruh.
Overtraining juga bisa menyebabkan ketidakseimbangan hormon. Dalam jangka panjang, hal ini berdampak pada kesehatan reproduksi dan kestabilan emosi, terutama bila tidak dibarengi pola makan dan tidur yang baik.
Untuk menghindari risiko tersebut, penting untuk mengatur jadwal olahraga dengan proporsional. Kombinasi antara hari latihan intens, latihan ringan, dan hari istirahat menjadi kunci dari program kebugaran yang aman dan berkelanjutan.
Grace juga menekankan bahwa olahraga bukan hanya tentang jumlah hari, tetapi kualitas gerakan, teknik, dan pengaturan beban. Banyak kasus cedera terjadi bukan karena terlalu sering, tetapi karena teknik latihan yang keliru.
Penting pula untuk memperhatikan tanda-tanda kelelahan tubuh, seperti nyeri otot berkepanjangan, sulit tidur, dan penurunan performa fisik. Jika tanda ini muncul, Grace menyarankan untuk mengurangi intensitas latihan sementara waktu.
Ia mengimbau masyarakat untuk berkonsultasi terlebih dahulu dengan dokter olahraga atau pelatih bersertifikasi sebelum menyusun program latihan harian. Hal ini untuk menyesuaikan porsi latihan dengan kebutuhan dan kondisi tubuh.
Selain itu, pola makan yang seimbang dan tidur yang cukup turut berperan penting dalam mendukung proses pemulihan pasca-latihan. Olahraga yang efektif harus ditunjang oleh gaya hidup sehat secara keseluruhan.
Grace menutup penjelasannya dengan menegaskan bahwa olahraga yang aman adalah olahraga yang konsisten dan disesuaikan dengan kemampuan. Jangan terpaku pada frekuensi, tetapi fokuslah pada keberlanjutan dan keseimbangan.
Konsistensi lebih penting dari intensitas tinggi yang tidak berkelanjutan. Satu kali seminggu lebih baik daripada tidak sama sekali, asal dilakukan dengan sungguh-sungguh dan rutin.
Bagi individu dengan keterbatasan waktu, Grace menyarankan memilih jenis latihan yang efisien dan tidak memerlukan waktu lama, seperti latihan interval singkat (HIIT) yang hanya memakan waktu 20–30 menit.
Bahkan aktivitas ringan seperti berjalan kaki selama 30 menit per hari dapat memberikan dampak positif bagi kesehatan jantung dan metabolisme jika dilakukan rutin.
Dengan mempertimbangkan semua aspek tersebut, masyarakat diharapkan bisa mengambil keputusan yang bijak mengenai jadwal latihan gym masing-masing tanpa memaksakan diri.
Dalam konteks kesehatan jangka panjang, kombinasi antara disiplin latihan dan manajemen waktu yang baik akan menghasilkan manfaat kebugaran yang maksimal.
olahraga gym baik dilakukan secara rutin, tetapi perlu perencanaan yang tepat. Tubuh memerlukan keseimbangan antara latihan dan pemulihan agar terhindar dari cedera dan kelelahan.
Mereka yang ingin berolahraga setiap hari sebaiknya mengombinasikan jenis latihan agar tidak membebani satu bagian tubuh terus menerus. Sementara itu, berolahraga seminggu sekali tetap lebih baik dibanding tidak sama sekali.
Kebutuhan latihan setiap orang berbeda-beda, sehingga pendekatan yang personal menjadi sangat penting. Tidak ada rumus pasti, karena semua kembali pada kondisi dan tujuan individu.
Masyarakat disarankan untuk tidak mengikuti tren tanpa memahami batas kemampuan tubuhnya. Latihan yang benar akan membawa manfaat, sementara latihan yang salah justru bisa merugikan.
Dengan pendekatan yang cermat dan penuh kesadaran, olahraga gym dapat menjadi aktivitas positif dan aman dalam jangka panjang bagi siapa pun.(*)