Jakarta, EKOIN.CO – Film terbaru Brad Pitt bertema Formula Satu resmi tayang perdana di New York pada akhir pekan lalu. Disutradarai oleh Joseph Kosinski, film ini mendapat perhatian luas karena menggabungkan adegan balap otentik dengan cerita fiksi yang sarat referensi sejarah F1.
Dalam pemutaran perdana tersebut, Pitt mengatakan bahwa penggarapan cerita banyak terinspirasi dari sejarah nyata Formula Satu. “Kami hanya mengambil dari sejarah. Sedikit dari sini, sedikit dari sana, lalu kami minta Lewis Hamilton agar tetap lurus,” ujarnya di karpet merah.
Film ini merupakan proyek dari Apple Original Films, dengan banyak adegan direkam langsung selama akhir pekan Grand Prix. Kisah utamanya berfokus pada Sonny Hayes, pembalap veteran yang diperankan oleh Pitt, yang melakukan comeback dan bergabung dengan tim kecil bersama pembalap muda.
Eddy Cue, Wakil Presiden Senior Apple dan juga anggota dewan Ferrari, menyatakan bahwa setiap kejadian dalam film ini memiliki dasar nyata. “Tidak ada satu pun kejadian di film ini… yang belum pernah terjadi di balapan sungguhan,” katanya usai pemutaran media.
Meski demikian, kisah tersebut tetap dipoles dengan sentuhan fiksi. Beberapa peristiwa digambarkan dengan dramatisasi tinggi demi kepentingan narasi yang bisa dinikmati oleh penonton umum, termasuk mereka yang tidak akrab dengan F1.

Inspirasi dari Peristiwa Nyata Balap Dunia
Pitt, yang kini berusia 61 tahun, dianggap terlalu tua untuk memerankan pembalap aktif di era modern. Namun Lewis Hamilton, pembalap F1 sekaligus produser film ini, sempat berkata, “Brad terlihat seperti menua mundur,” saat syuting dimulai tahun 2023.
Dalam sejarah F1, usia bukanlah batas mutlak. Pada era 1950-an, Philippe Etancelin dan Louis Chiron masih membalap di usia 55 tahun. Luigi Fagioli bahkan menang lomba saat berusia 53 tahun, menunjukkan sisi unik masa lalu olahraga ini.
Film ini juga menampilkan referensi pada kisah comeback luar biasa, seperti Jan Lammers yang sempat absen lebih dari satu dekade sebelum kembali ke F1 tahun 1992. Luca Badoer juga mengalami jeda panjang sebelum tampil kembali pada 2009.
Adegan fiksi Hayes yang mengalami kecelakaan dan terlempar dari mobilnya terinspirasi dari Martin Donnelly. Pembalap asal Irlandia Utara ini mengalami kecelakaan tragis di Jerez pada 1990, yang membuatnya tak pernah kembali ke F1.
Selain itu, film turut menyisipkan elemen dari kecelakaan besar lain seperti insiden Romain Grosjean di Bahrain 2020 serta kisah heroik Niki Lauda yang kembali balapan enam minggu setelah kecelakaan hebat di Nürburgring tahun 1976.
Kritik dan Apresiasi terhadap Unsur Fiksi
Plot film juga menyinggung skandal “Crashgate” 2008 saat Nelson Piquet Jr. sengaja menabrak untuk memicu safety car demi membantu rekan setimnya menang. Meskipun tidak eksplisit, referensi ini terasa bagi penggemar lama F1.
Salah satu hal yang mengundang perhatian adalah kehadiran karakter direktur teknis perempuan dalam film. Meskipun belum terjadi di dunia nyata, produser memilih menyisipkannya sebagai penggambaran kemungkinan masa depan yang inklusif.
Kosinski, sang sutradara, menyatakan bahwa film klasik seperti Grand Prix (1966) dan Le Mans (1971) menjadi inspirasi utama. Ia mengatakan, “Film-film itu sudah hampir 60 tahun tapi masih menakjubkan secara sinematografi dan emosi balapan.”
Sebagai penghormatan, film menyertakan cuplikan sirkuit Monza dengan lintasan banking, seperti yang pernah muncul dalam film Grand Prix. Elemen-elemen ini menjadi jembatan antara era klasik dan dunia balap masa kini.
Hamilton, sebagai konsultan teknis, memastikan bahwa film tidak terlalu melenceng dari kenyataan. Ia terlibat langsung dalam menyusun adegan balap dan penggambaran karakter agar tetap relevan dan kredibel di mata komunitas F1.
Film F1 terbaru yang dibintangi Brad Pitt membawa angin segar dalam sinema olahraga. Dengan latar balap yang nyata, alur cerita fiktifnya tetap memancarkan semangat dan kedalaman sejarah Formula Satu. Kombinasi adegan aksi otentik dan referensi masa lalu memberikan dimensi baru yang menarik bagi penonton umum maupun penggemar sejati.
Walau ada perdebatan mengenai realisme usia tokoh utama dan beberapa peristiwa yang tampak mustahil, film ini berhasil merangkai kisah comeback emosional yang diselingi pelajaran sejarah tersembunyi. Sentuhan Lewis Hamilton sebagai konsultan memperkuat kesan autentik film ini di mata pecinta balap.
Dengan pencapaian teknis dan pendekatan manusiawi terhadap dunia F1, film ini menegaskan bahwa narasi olahraga tetap bisa memukau di layar lebar. Penggabungan fakta dan fiksi menciptakan pengalaman sinematik yang menghibur sekaligus penuh penghormatan terhadap sejarah olahraga bermotor.(*)