Jakarta EKOIN.CO – Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia (BPOM RI) mengumumkan temuan serius terkait peredaran produk suplemen Blackmores Super Magnesium+ di sejumlah platform marketplace di Indonesia. Produk tersebut diketahui mengandung vitamin B6 dalam jumlah yang jauh melampaui ambang batas asupan harian yang direkomendasikan.
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v
Dalam keterangan resmi yang dirilis pada Selasa, 22 Juli 2025, BPOM RI menyatakan bahwa telah melakukan penelusuran menyeluruh terhadap tautan-tautan penjualan daring produk tersebut. Hasil penelusuran menunjukkan bahwa suplemen Blackmores Super Magnesium+ masih dijual bebas di berbagai marketplace lokal.
Langkah cepat kemudian diambil oleh BPOM dengan berkoordinasi bersama Kementerian Komunikasi dan Digital, Asosiasi E-Commerce Indonesia (idEA), serta pihak marketplace untuk melakukan proses penghapusan atau penurunan (takedown) tautan penjualan produk dimaksud.
Selain itu, BPOM juga mengusulkan agar produk tersebut masuk ke dalam daftar negatif (negative list) sebagai upaya pemblokiran terhadap distribusi daringnya. Langkah ini diambil sebagai bentuk perlindungan konsumen terhadap paparan zat berbahaya yang dapat membahayakan kesehatan.
Koordinasi Lintas Negara dengan Australia
BPOM RI juga telah menjalin komunikasi lanjutan dengan Therapeutic Goods Administration (TGA), otoritas obat di Australia, guna memperoleh klarifikasi dan data tambahan mengenai kandungan vitamin B6 dalam produk Blackmores tersebut.
Dugaan awal menyebutkan bahwa kandungan vitamin B6 dalam satu dosis suplemen tersebut bisa mencapai 29 kali lipat dari batas konsumsi harian yang direkomendasikan. Fakta ini menjadi perhatian utama dalam penyelidikan lintas negara tersebut.
Kandungan vitamin B6 yang berlebih dinilai dapat menyebabkan dampak negatif pada sistem saraf manusia. Hal ini menjadi sorotan utama mengingat suplemen tersebut sudah terlanjur beredar di pasar daring Indonesia tanpa kontrol ketat.
Spesialis saraf dari Rumah Sakit Pusat Otak Nasional (RSPON) Prof Dr Mahar Mardjono, dr Mursyid Bustami, SpS, memberikan peringatan serius kepada masyarakat mengenai potensi bahaya dari konsumsi vitamin B6 secara berlebihan.
“Vitamin B6 berlebihan dapat menyebabkan intoksikasi. Gangguan intoksikasi ini pada umumnya mengenai saraf perifer yaitu terjadinya kerusakan selubung mielin yang melindungi serabut saraf, dan juga dapat terjadi kekacauan kimiawi sistem persarafan,” kata dr Mursyid saat dihubungi detikcom pada Rabu, 23 Juli 2025.
Gejala Kerusakan Saraf Akibat B6 Berlebihan
Lebih lanjut, dr Mursyid menjelaskan bahwa gejala awal yang sering dirasakan oleh penderita akibat kelebihan vitamin B6 mencakup rasa tidak nyaman di anggota tubuh tertentu.
“Gejala yang mungkin timbul pada umumnya rasa tidak nyaman seperti kebas, kesemutan, nyeri atau kelemahan pada lengan dan tungkai. Sangat jarang mengakibatkan sakit kepala, dan apalagi sampai kejang,” tambahnya.
Kondisi tersebut, menurutnya, merupakan peringatan awal dari tubuh sebagai alarm terhadap adanya konsumsi zat berlebihan yang memengaruhi saraf. Bila tidak segera dihentikan, dampaknya bisa berkelanjutan dan merusak sistem saraf secara permanen.
Ia menegaskan bahwa konsumsi vitamin B6 dalam dosis tinggi secara terus menerus akan menyebabkan kerusakan saraf terutama pada saraf perifer. Gangguan ini disebut dengan istilah demyelinisasi dan degenerasi aksonal.
Tak hanya itu, kerusakan saraf juga dapat memicu kekacauan neurotransmitter, yang merupakan komponen penting dalam komunikasi antar sel saraf. Gangguan ini dapat menurunkan kualitas hidup seseorang secara signifikan.
Masyarakat diminta untuk lebih berhati-hati dalam membeli produk suplemen secara daring. Disarankan untuk selalu memeriksa nomor registrasi BPOM dan berkonsultasi dengan tenaga medis sebelum mengonsumsi suplemen tambahan.
Pemeriksaan komposisi produk secara teliti juga penting dilakukan, terutama jika produk berasal dari luar negeri yang regulasi pengawasannya mungkin berbeda dari standar BPOM RI.
Hingga saat ini, belum ada laporan resmi mengenai dampak kesehatan yang ditimbulkan dari konsumsi produk Blackmores yang dimaksud. Namun, BPOM RI terus melakukan pemantauan dan penyelidikan lebih lanjut.
BPOM menghimbau masyarakat untuk segera melaporkan jika menemukan produk tersebut dijual bebas di marketplace atau toko daring lainnya. Pelaporan dapat dilakukan melalui kanal resmi BPOM untuk ditindaklanjuti.
Sebagai langkah pengawasan jangka panjang, BPOM juga akan memperketat kerja sama dengan platform e-commerce guna menertibkan produk-produk kesehatan yang tidak terdaftar atau tidak sesuai dengan standar keamanan.
Langkah-langkah yang telah diambil BPOM ini dinilai penting untuk memastikan masyarakat terlindungi dari potensi risiko paparan zat-zat berbahaya dalam produk kesehatan.
temuan BPOM RI terhadap kandungan vitamin B6 dalam Blackmores Super Magnesium+ yang mencapai 29 kali lipat dari kebutuhan harian menunjukkan pentingnya pengawasan ketat terhadap peredaran produk suplemen di marketplace. Terlebih lagi, dampak konsumsi berlebihan terhadap sistem saraf dapat sangat serius dan memerlukan perhatian medis.
Peringatan dari dokter saraf memperkuat perlunya masyarakat lebih waspada terhadap produk suplemen yang dikonsumsi. Kesehatan tidak dapat dijadikan taruhan oleh ketidaktahuan atau ketidakpedulian terhadap isi kandungan suplemen.
Langkah kolaboratif antara BPOM, Kementerian Komunikasi dan Digital, serta marketplace merupakan bentuk perlindungan konsumen dari potensi produk yang tidak aman. Ini adalah contoh nyata pentingnya sinergi lintas sektor dalam mengatasi ancaman kesehatan publik.
Masyarakat diharapkan tidak hanya bergantung pada penjualan daring, melainkan juga berkonsultasi kepada dokter untuk memastikan keamanan suplemen yang hendak dikonsumsi. Edukasi dan literasi kesehatan harus menjadi prioritas bersama.
Diperlukan kampanye berkelanjutan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang risiko produk berbahaya di pasaran, serta pentingnya memilih produk suplemen yang sudah memiliki izin edar resmi. ( * )