Labuan Bajo EKOIN.CO – Kepala Balai Taman Nasional Komodo, Hendrikus Rani Siga, menyampaikan adanya risiko serius terkait aktivitas penerbangan drone di kawasan konservasi Taman Nasional Komodo. Penerbangan drone tersebut dinilai dapat mengganggu keseimbangan ekosistem, serta menimbulkan potensi kecelakaan baik bagi satwa liar maupun pengunjung.
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v
Menurut Hendrikus, penggunaan drone harus dikendalikan secara ketat, baik dari sisi teknis maupun administratif. Ia menekankan bahwa drone tidak bisa diterbangkan sembarangan meskipun pengguna telah membayar tiket masuk kawasan konservasi. “Risiko menerbangkan drone di Kawasan Konservasi secara umum berpotensi mengganggu ekosistem dan dapat menimbulkan kecelakaan bagi satwa maupun pengunjung,” ujar Hendrikus, Kamis (31/7/2025) sore.
Ia menambahkan bahwa pembatasan penerbangan drone tidak hanya melalui tarif, namun juga ditentukan melalui sistem zonasi. “Maka pembatasannya tidak hanya tarif tapi juga zonasinya mana yang boleh dan mana yang diizinkan,” tegasnya dalam keterangan tertulis.
Drone di Kawasan Konservasi Wajib Izin Khusus
Hendrikus menegaskan bahwa setiap aktivitas penggunaan drone wajib mengantongi Surat Izin Masuk Kawasan Konservasi (Simaksi). Ketentuan ini berlaku di seluruh Taman Nasional di Indonesia, termasuk di kawasan TN Komodo. “Semua TN di Indonesia terdapat kegiatan-kegiatan tertentu yang membutuhkan Simaksi, termasuk drone. Meskipun mereka sudah membayar, bukan berarti mereka bebas menerbangkan dronenya,” jelas Hendrikus.
Simaksi diterapkan sebagai prosedur standar untuk memastikan aktivitas drone tidak berdampak negatif terhadap lingkungan dan keselamatan. Selain itu, regulasi ini juga menjadi bagian dari langkah mitigasi risiko terhadap ekosistem dan pengunjung.
Lebih lanjut, Hendrikus menjelaskan bahwa pengawasan penerbangan drone di kawasan konservasi merupakan bagian dari regulasi Kementerian Perhubungan. Karena itu, segala penerbangan drone, khususnya di wilayah Taman Nasional Komodo, harus mendapatkan izin dari otoritas terkait.
Ia mengingatkan bahwa TN Komodo termasuk jalur penerbangan komersial aktif. Oleh karena itu, semua aktivitas drone tunduk pada ketentuan penerbangan nasional. “TN Komodo merupakan jalur penerbangan komersial sehingga syarat dan ketentuan berlaku ketika menerbangkan drone,” ujarnya.
Sertifikat Pengguna Drone Juga Jadi Syarat
Selain izin, pengguna drone juga diwajibkan memiliki sertifikat atau lisensi penerbangan drone. Sertifikat tersebut menjadi bukti bahwa operator drone memiliki kemampuan teknis minimum untuk mengendalikan perangkatnya di kawasan sensitif.
Simaksi yang diterapkan juga mengatur ketentuan teknis penggunaan drone di lapangan. Regulasi ini bertujuan untuk menghindari kejadian yang tidak diinginkan akibat penggunaan drone secara sembarangan di area konservasi.
Hendrikus menekankan bahwa prosedur ini bukan sekadar formalitas, tetapi bertujuan menjaga keselamatan semua pihak, termasuk perlindungan satwa liar yang rentan terhadap gangguan suara dan visual dari drone. “Simaksi terkait drone menjadi salah satu SOP yang harus diikuti oleh pengunjung pengguna drone di TN Komodo,” tandasnya.
Ia menambahkan bahwa informasi mengenai keharusan Simaksi sudah diinformasikan kepada pengunjung, khususnya yang datang ke area konservasi seperti Pulau Siora. Papan peringatan juga telah disediakan di lokasi untuk memberi peringatan kepada wisatawan.
“Sebenarnya di Siora sudah dimunculkan warning agar pengunjung selain membayar tiket juga mengurus Simaksi,” tambah Hendrikus.
Pengaturan ini diharapkan dapat meningkatkan kesadaran wisatawan terhadap pentingnya menjaga kawasan konservasi, sekaligus mendukung upaya pelestarian ekosistem Taman Nasional Komodo yang menjadi habitat satwa endemik seperti komodo.
Pengawasan terhadap penggunaan drone di TN Komodo terus ditingkatkan guna mencegah terjadinya gangguan yang tidak diinginkan, termasuk potensi kecelakaan akibat interaksi langsung antara drone dan satwa liar.
Langkah ini juga merupakan bagian dari kebijakan nasional dalam mengatur aktivitas pariwisata berbasis konservasi, yang mengutamakan keberlanjutan ekosistem serta keselamatan pengunjung.
Pihak Balai TN Komodo mengimbau seluruh pengunjung untuk mematuhi peraturan, termasuk dalam hal penggunaan teknologi seperti drone. Hal ini penting untuk menjamin kenyamanan dan keamanan seluruh pihak di kawasan konservasi.
Simaksi yang diwajibkan juga menjadi bentuk pengendalian atas aktivitas manusia yang dapat berdampak terhadap ekosistem sensitif, terlebih dengan semakin banyaknya wisatawan yang datang menggunakan teknologi canggih.
Kebijakan ini diharapkan mampu membentuk kesadaran kolektif bahwa kawasan konservasi memiliki aturan ketat yang harus ditaati demi kelestarian lingkungan.
Dalam jangka panjang, upaya pengendalian drone ini diharapkan dapat menjadi model pengelolaan kawasan konservasi lainnya di Indonesia, yang juga menghadapi tantangan serupa akibat meningkatnya aktivitas wisata.
Sebagai penerbangan drone di kawasan konservasi seperti Taman Nasional Komodo tidak dapat dilakukan sembarangan. Diperlukan izin resmi berupa Simaksi, serta sertifikat keahlian dari pengguna drone. Hal ini penting untuk meminimalkan risiko gangguan terhadap ekosistem dan keselamatan pengunjung.
Kebijakan ini menjadi bagian integral dari pengelolaan kawasan konservasi berbasis keberlanjutan, dengan memperhatikan kepentingan pelestarian dan pariwisata.
Dengan diberlakukannya prosedur ketat tersebut, pengunjung diharapkan dapat ikut menjaga kawasan TN Komodo sebagai warisan alam yang penting.
Langkah ini juga selaras dengan kebijakan nasional di sektor konservasi yang menitikberatkan pada pengawasan dan regulasi aktivitas wisata berbasis teknologi.
Disiplin pengunjung dalam mengikuti aturan menjadi kunci keberhasilan perlindungan kawasan TN Komodo dari dampak negatif teknologi seperti drone. (*)