Jakarta, EKOIN.CO – Pemerintah sedang mengkaji ulang rencana memperkecil ukuran rumah subsidi menjadi 18 meter persegi. Di tengah pembahasan itu, perhatian publik tertuju pada salah satu contoh desain rumah yang diperlihatkan dalam forum pengembang, yakni rumah tapak berukuran 14 meter persegi. Meskipun belum jadi keputusan resmi, kemunculan desain tersebut langsung memicu reaksi dan perdebatan, terutama karena dinilai terlalu sempit untuk hunian layak di kota. Usulan ini menuai banyak tanggapan dari masyarakat dan pengamat properti yang menyarankan pembangunan hunian vertikal (bertingkat) di perkotaan sebagai solusi keterbatasan lahan.
Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman Maruarar Sirait menanggapi respons publik terhadap desain rumah subsidi berukuran kecil. Saat ditemui di Kantor Kementerian PPN di Jakarta Selatan, dia menyebut pemerintah memang tengah merancang hunian bertingkat untuk kawasan kota.
“Betul kalau di kota itu memang sebaiknya high-rise,” ucapnya di Jakarta Selatan, Jumat 20 Juni 2025.
Menurutnya, desain rumah tapak ukuran kecil juga sedang dikaji. Ia menegaskan bahwa opsi rumah vertikal (bertingkat) dan rumah tapak akan dijalankan bersamaan, tergantung kondisi wilayah dan harga tanah.
“Dua-duanya kita lakukan. Kita akan ada program juga sesudah ini membuat desain yang high-rise, bukan low-rise,” katanya.
Ia menyebutkan bahwa masukan masyarakat menjadi bagian dari proses perumusan kebijakan. Saat diwawancarai di Kantor Bappenas, ia menjelaskan bahwa draft desain rumah subsidi ukuran kecil memang sengaja dibuka untuk dikritisi publik.
“Makanya masukannya rame kan bagus, artinya saya berhasil. Yang lucu itu kalau saya minta masukan publik, nggak ada masukannya. Ada pro kontra, biasa dong,” tuturnya kepada wartawan di Menteng, Jakarta Pusat, Jumat 20 Juni 2025.
Ia juga mengatakan tidak mempermasalahkan kritik yang masuk selama proses penyusunan kebijakan.
“Jangan ragu-ragu mau kritik saya. Ya? Karena itu masukkan itu vitamin,” ucapnya.
Rumah kecil dinilai tak cocok untuk kota
Sementara itu, pengamat properti Ali Tranghanda menyatakan rumah 14 meter persegi di kota sebaiknya digantikan dengan hunian bertingkat. Menurutnya, lahan di kota seharusnya dioptimalkan untuk apartemen vertikal.
“Buatlah apartemen vertikal, itu akan lebih optimal dibandingkan 14 meter hanya landed. Buatlah aja low rise apartment, 3 lantai, 4 lantai, 5 lantai,” ucap Ali kepada detikProperti, Sabtu 14 Juni 2025.
Pengamat properti lainnya, Lukito Nugroho, menilai pembangunan rumah kecil di wilayah seperti Jabodetabek tidak tepat karena harga tanah sudah sangat tinggi. Ia menyarankan kebijakan hunian subsidi dalam bentuk vertikal di wilayah kota besar.
“Kalau di luar kota mungkin tanah masih banyak, masih oke ya bangun rumah tapak, tapi saya kira kalau di Jabodetabek, pemerintah harus punya kebijakan bahwa untuk hunian subsidi ya hunian vertikal,” katanya.
Senada dengan itu, Kepala Departemen Riset Colliers Indonesia, Ferry Salanto, menilai solusi hunian vertikal lebih masuk akal di kota besar.
“Kalau ada tanahnya pun lebih baik dibuat hunian vertikal. Mau bagaimana lagi, solusi yang paling masuk akal sekarang rumah vertikal,” ucap Ferry saat dihubungi CNNIndonesia.com, Rabu 18 Juni 2025.