JAKARTA, EKOIN.CO – Rampungnya pembahasan Perjanjian Dagang Indonesia-Uni Eropa (IEU-CEPA) pada pertengahan Juli 2025 menjadi sorotan besar bagi sektor ekonomi domestik, terutama pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Momen ini ditandai dengan respons positif dari berbagai kalangan, termasuk tawa bahagia Menteri Pertahanan Prabowo Subianto saat mendampingi delegasi Indonesia dalam pertemuan penutup di Brussel, Belgia.
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v
Perjanjian yang telah dinegosiasikan selama hampir satu dekade ini membuka jalur perdagangan bebas yang lebih luas antara Indonesia dan negara-negara anggota Uni Eropa. Sektor UMKM dinilai menjadi salah satu penerima manfaat terbesar karena potensi ekspansi pasar yang sangat signifikan.
Dilansir dari berbagai laporan resmi, IEU-CEPA akan memberikan pengurangan tarif bea masuk bagi sejumlah komoditas unggulan Indonesia, termasuk tekstil, makanan olahan, produk herbal, dan kerajinan tangan. Langkah ini dianggap sebagai terobosan penting untuk mendorong daya saing produk Indonesia di pasar global.
Syarief Thalib, diaspora Indonesia yang kini menetap di Selandia Baru sekaligus pelaku usaha, mengungkapkan bahwa ini adalah momentum yang sangat krusial. Ia baru-baru ini melakukan perjalanan bisnis ke beberapa kota utama di Eropa dan menyaksikan antusiasme pasar terhadap produk-produk Indonesia.
“Saya beberapa waktu lalu mengunjungi kawasan-kawasan utama di Eropa dan melihat langsung produk Indonesia mulai mendapat perhatian,” ujar Syarief, seperti dikutip dari wawancara media lokal. “Banyak buyer mulai tertarik dengan produk kita, khususnya yang sudah punya nilai tambah dan siap edar.”
Peluang Produk Siap Edar Meningkat
Syarief menekankan bahwa pasar Eropa sangat selektif dan lebih menyukai produk yang tidak hanya berkualitas tinggi tetapi juga memiliki nilai tambah. Produk dalam bentuk jadi yang siap dikonsumsi atau digunakan menjadi preferensi utama para pembeli.
Menurutnya, era ekspor bahan mentah harus ditinggalkan, dan pelaku UMKM perlu berani mengambil lompatan dengan memproduksi barang jadi yang praktis dan memenuhi standar retail modern. Kebutuhan akan inovasi dalam kemasan, cita rasa, dan efisiensi produksi menjadi semakin mendesak.
“Pasar Eropa menuntut kualitas, dan kita harus menjawabnya dengan produk jadi bernilai tambah. Skema maklon atau white label adalah strategi cerdas,” jelas Syarief. “Kita produksi barang berkualitas dengan merek kita sendiri atau mitra buyer di Eropa. Ini jauh lebih efisien dibanding harus bangun pabrik di sana.”
Konsep maklon yang ia sebutkan telah terbukti efektif di berbagai negara berkembang yang kini sukses menembus pasar ekspor. Dengan skema ini, UMKM Indonesia bisa bekerja sama dengan mitra dagang di Eropa, menghemat biaya produksi sekaligus memperluas jangkauan distribusi.
UMKM Didorong Naik Kelas
Kementerian Koperasi dan UKM menyambut positif perkembangan ini dan tengah menyiapkan sejumlah program akselerasi bagi pelaku UMKM untuk siap bersaing di pasar Eropa. Program pelatihan standar produk, peningkatan kualitas kemasan, dan pendampingan hukum dagang internasional menjadi prioritas utama.
Pemerintah juga telah membuka jalur komunikasi langsung dengan beberapa asosiasi dagang di Jerman, Prancis, dan Belanda untuk menjembatani kepentingan pelaku UMKM lokal dengan distributor Eropa. Langkah ini bertujuan mempercepat proses masuknya produk Indonesia ke pasar tujuan.
Keberhasilan dalam IEU-CEPA juga menjadi sinyal kuat bahwa Indonesia memiliki daya saing yang mulai diperhitungkan. Hal ini mendorong semangat baru bagi pelaku usaha di daerah, terutama yang telah membangun jaringan produksi berbasis komunitas.
Di sisi lain, tantangan tetap ada. Persyaratan sertifikasi produk, ketatnya standar kesehatan dan keamanan pangan di Eropa, serta tuntutan transparansi proses produksi menjadi hambatan yang harus diatasi dengan kesiapan teknologi dan manajemen modern.
Namun begitu, optimisme tetap tinggi. Dengan bimbingan dan kebijakan yang tepat, sektor UMKM Indonesia dinilai mampu merespons tantangan tersebut. Dukungan dari perbankan dan lembaga pembiayaan ekspor juga menjadi elemen penting dalam menggenjot kesiapan pelaku usaha.
Diharapkan ke depan akan semakin banyak UMKM yang siap melakukan ekspor langsung, tanpa perantara, sehingga nilai tambah dapat dinikmati secara penuh oleh produsen lokal. Pemerintah juga mendorong digitalisasi sebagai alat untuk menghubungkan produsen dan pembeli secara efisien.
Sebagai bentuk nyata dorongan, pemerintah bersama pelaku industri akan menggelar pameran produk unggulan UMKM di beberapa kota Eropa mulai akhir tahun ini. Event tersebut akan menjadi panggung penting untuk memperkenalkan kualitas produk Indonesia secara langsung kepada pasar internasional.
kesepakatan IEU-CEPA tidak hanya menguntungkan sektor industri besar, tetapi membuka peluang konkret bagi UMKM untuk tampil di kancah global. Hal ini sejalan dengan visi ekonomi inklusif yang tengah diupayakan pemerintah.
Penting bagi pelaku UMKM untuk mulai melakukan pembenahan dalam kualitas produk, legalitas ekspor, hingga strategi branding. Dengan perubahan ini, mereka dapat memanfaatkan potensi perjanjian dagang secara optimal dan jangka panjang.
Komitmen semua pihak diperlukan agar produk Indonesia bukan hanya bisa masuk pasar Eropa, tapi juga bertahan dan berkembang. Dukungan lembaga pembiayaan dan promosi perdagangan perlu terus diperluas untuk menjangkau lebih banyak pelaku usaha di daerah.
UMKM adalah tulang punggung ekonomi Indonesia. Dengan membuka akses ekspor ke Eropa, posisi strategis sektor ini akan semakin kuat, memberikan kontribusi riil terhadap pertumbuhan nasional dan pengurangan ketimpangan.
Harapan besar kini ada pada kesiapan para pelaku UMKM. Mereka dihadapkan pada tantangan sekaligus peluang besar yang akan menentukan arah masa depan industri kecil dan menengah di Indonesia.(*)