MAGELANG, EKOIN.CO – Petani cabai di Desa Bligo, Kecamatan Ngluwar, Kabupaten Magelang, berhasil mendapatkan keuntungan lebih tinggi berkat sistem lelang cabai terbuka yang digagas Kelompok Tani Ngudi Rahayu IV atau dikenal dengan nama TOP Cabai Bligo. Sistem ini memungkinkan petani menjual cabai langsung kepada pedagang tanpa harus bergantung pada tengkulak.
Gabung WA Channel EKOIN di sini.
Setiap sore, para petani membawa cabai keriting maupun rawit hasil panen ke pusat lelang. Proses dimulai dari penimbangan, penyortiran sesuai kualitas, hingga pengemasan sebelum dilepas ke pedagang yang memberikan penawaran harga. Menurut keterangan anggota kelompok, Tri Sujarwo, sistem ini memberikan kepastian pasar sekaligus pembayaran lebih cepat.
“Mulai jam 4 sore sampai 7 malam cabai dari petani masuk, lalu disortir dan dikemas sebelum dibawa ke pusat lelang. Uangnya bisa diterima petani keesokan harinya setelah pedagang melakukan pembayaran,” ujarnya.
Lelang Cabai Dorong Kesejahteraan Petani
Pada musim panen raya, kelompok tani ini mampu melepas lebih dari satu ton cabai setiap hari melalui sistem lelang cabai. Namun, faktor cuaca masih sangat memengaruhi hasil lelang. Misalnya, saat musim hujan, cabai lebih cepat busuk karena kadar air tinggi sehingga proses sortir harus dilakukan lebih ketat.
Hartoto, Ketua Kelompok Tani Ngudi Rahayu IV, menjelaskan pasar lelang yang dimulai sejak Februari 2023 kini diikuti sekitar 150 anggota, termasuk petani dan penyuluh pertanian. Ia menyebut harga cabai hasil lelang bisa lebih tinggi dibandingkan harga pasaran.
“Petani lebih sejahtera, harga lebih adil, dan kualitas cabai terjaga karena sudah melalui sortir berlapis. Bahkan sebagian besar cabai kami hasil dari pertanian semi organik,” ungkap Hartoto.
Selain memberikan harga lebih baik, lelang juga membuat hubungan antara petani dan pedagang lebih transparan. Harga ditentukan secara terbuka sehingga mengurangi praktik permainan harga yang merugikan petani.
Salah satu keuntungan signifikan adalah selisih harga yang bisa mencapai Rp5.000 per kilogram lebih tinggi dibandingkan sistem konvensional. Hal ini memberi dampak besar bagi petani skala kecil yang sebelumnya kerap tertekan oleh tengkulak.
Produk Turunan dari Cabai Bligo
Tidak semua cabai bisa lolos dalam proses lelang. Namun, cabai yang tidak memenuhi standar tetap dimanfaatkan. Sebagian besar diolah menjadi produk turunan seperti bon cabai dan bubuk cabai kering. Produk ini sudah mulai dipasarkan ke berbagai kota dengan permintaan yang terus meningkat.
Dengan demikian, nilai tambah tetap bisa diperoleh petani meski sebagian hasil panen tidak masuk ke pasar lelang. Upaya ini sekaligus mengurangi potensi kerugian akibat cabai rusak atau tidak sesuai kualitas.
Sistem lelang cabai yang dikembangkan di Bligo juga mendapat dukungan dari Dinas Pertanian dan Pangan Kabupaten Magelang. Pemerintah daerah ikut mendampingi proses lelang serta memberikan kesempatan pedagang dari luar wilayah untuk ikut serta.
“Alhamdulillah, lelang selalu berjalan lancar. Kami juga membuka kesempatan bagi bandar cabai dari luar untuk ikut serta,” kata Hartoto.
Dengan keberadaan sistem ini, petani Bligo kini memiliki kemandirian lebih baik dalam menentukan harga jual. Mereka tidak lagi sekadar menjadi penerima harga, melainkan punya ruang tawar menawar yang lebih adil.
Sistem lelang cabai di Bligo, Magelang, terbukti membawa dampak positif bagi petani. Mereka memperoleh harga lebih tinggi, proses pembayaran lebih cepat, dan hubungan pasar yang lebih transparan.
Nilai tambah juga hadir dari produk olahan cabai yang mampu memperluas pasar hingga ke luar daerah. Hal ini memperkuat posisi petani dalam rantai pasok cabai nasional.
Keberhasilan ini menunjukkan bahwa inovasi dalam tata niaga pertanian dapat meningkatkan kesejahteraan petani kecil. Keterlibatan kelompok tani dan pemerintah daerah menjadi kunci keberlangsungan sistem lelang.
Ke depan, sistem ini berpotensi diperluas ke desa lain sehingga memberi manfaat lebih luas bagi komunitas petani cabai. Dengan begitu, rantai distribusi cabai nasional dapat lebih efisien sekaligus menekan ketergantungan pada tengkulak.
Bagi petani, sistem ini bukan sekadar tentang harga, tetapi juga tentang martabat dan keberlanjutan usaha tani. (*)
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v