Jakarta, EKOIN.CO – Produksi beras nasional mengalami lonjakan signifikan sepanjang Januari hingga Juli 2025. Berdasarkan data yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS), total produksi beras mencapai 21,76 juta ton. Angka ini meningkat sebesar 2,83 juta ton atau 14,49 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.
Kenaikan produksi beras ini seiring dengan melonjaknya produksi gabah kering giling (GKG) yang mencapai 37,77 juta ton. Dibandingkan Januari hingga Juli 2024, terdapat peningkatan sebesar 4,91 juta ton atau 14,93 persen.
Deputi Statistik Bidang Distribusi dan Jasa BPS, Pudji Ismartini, mengungkapkan bahwa panen raya menjadi faktor utama penyumbang lonjakan ini. Ia menyebut panen berlangsung merata di hampir seluruh sentra produksi utama di Indonesia sejak awal tahun.
“Panen raya terjadi secara merata di berbagai kabupaten/kota di Pulau Jawa, terutama di Jawa Barat, Banten, Jawa Timur, dan Jawa Tengah. Sementara di luar Jawa, panen juga berlangsung di sejumlah daerah di Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi,” jelas Pudji dalam konferensi pers Berita Resmi Statistik, Senin, 2 Juni 2025.
Sejumlah wilayah dengan kontribusi panen terbesar antara lain Subang, Indramayu, Cirebon, Cianjur, dan Bekasi. Wilayah-wilayah ini secara konsisten menunjukkan performa tinggi dalam produktivitas pertanian padi selama awal tahun.
Kebijakan Pemerintah Dorong Produktivitas
Selain faktor iklim dan keserentakan panen, kebijakan pemerintah turut berperan dalam melonjaknya angka produksi. Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman menyebut pencapaian ini sebagai hasil nyata dari langkah afirmatif yang telah dijalankan sejak awal tahun.
“Lonjakan produksi ini tidak terjadi begitu saja. Ini adalah hasil kerja konkret di lapangan sesuai arahan Presiden Prabowo Subianto, untuk menjamin ketersediaan pangan dan meningkatkan kesejahteraan petani,” tegas Amran.
Ia menjelaskan bahwa berbagai intervensi telah diberikan kepada petani. Di antaranya adalah penambahan pupuk bersubsidi, distribusi alat mesin pertanian (alsintan), dan program pompanisasi yang diterapkan secara masif di berbagai daerah.
Hasil dari upaya ini turut berdampak pada penguatan stok beras nasional. Hingga pertengahan 2025, Indonesia mencatat cadangan beras lebih dari 4 juta ton, jumlah tertinggi dalam sejarah negeri ini.
“Kita sudah bisa lihat tanda-tanda swasembada pangan yang berdaulat. Produksi naik, stok kuat, dan petani untung. Ini sinyal positif untuk ketahanan pangan Indonesia ke depan,” ujar Amran.
Nilai Tukar Petani Juga Menguat
Tak hanya produksi yang meningkat, kesejahteraan petani juga tercermin dari Nilai Tukar Petani (NTP). Pada Mei 2025, BPS mencatat NTP sebesar 121,15 atau naik 0,07 persen dibandingkan bulan sebelumnya.
NTP digunakan sebagai indikator daya beli petani terhadap barang dan jasa. Angka ini menunjukkan bahwa hasil pertanian yang mereka jual lebih besar nilainya dibandingkan dengan pengeluaran untuk kebutuhan produksi dan konsumsi.
“Ini menunjukkan adanya perbaikan kesejahteraan petani secara umum, terutama di sektor tanaman pangan,” kata Pudji menanggapi pergerakan NTP.
Penguatan NTP turut memperkuat keyakinan pemerintah dalam menjaga stabilitas ekonomi sektor pertanian. Di sisi lain, harga beras di pasaran terpantau relatif stabil, sehingga tidak membebani konsumen.
Kondisi ini mengindikasikan tercapainya keseimbangan antara peningkatan hasil produksi dan kelangsungan ekonomi petani secara menyeluruh.
Tantangan dan Peluang Ke Depan
Kendati capaian positif telah diraih, BPS mengingatkan pentingnya menjaga tren ini agar berkelanjutan. Salah satu tantangan utama adalah ketergantungan terhadap faktor cuaca serta keterbatasan lahan pertanian produktif.
Selain itu, distribusi hasil panen yang efisien dan terintegrasi menjadi krusial dalam menekan potensi kehilangan hasil di lapangan. Pemerintah pun diminta memperkuat sistem logistik pangan nasional.
Sementara itu, sejumlah pakar mengingatkan agar peningkatan produksi tidak membuat pemerintah lengah terhadap ancaman perubahan iklim dan urbanisasi lahan pertanian.
Untuk mengantisipasi risiko tersebut, Kementerian Pertanian menyatakan tengah mengembangkan teknologi pertanian presisi berbasis data dan drone untuk efisiensi lahan dan air.
Jika hal ini dijalankan secara konsisten, bukan tidak mungkin swasembada pangan yang berdaulat dapat segera terwujud secara permanen di Indonesia.
Capaian peningkatan produksi beras nasional sepanjang awal tahun ini merupakan hasil nyata dari sinergi antara pemerintah, petani, dan optimalisasi iklim. Namun, pemerintah perlu menjamin keberlanjutan tren ini dengan tetap memperhatikan aspek lingkungan dan efisiensi distribusi hasil pertanian.
Ke depan, pendekatan berbasis teknologi dan penguatan logistik pertanian harus menjadi prioritas utama. Dukungan infrastruktur serta pelatihan kepada petani muda juga patut diperluas agar regenerasi di sektor ini tetap berjalan. Perhatian pada aspek hilir dan pemasaran turut memperkuat posisi petani dalam rantai ekonomi pangan.
Akhirnya, lonjakan produksi bukan sekadar angka statistik, melainkan bukti bahwa kedaulatan pangan bisa dicapai jika ada keberpihakan nyata dari hulu hingga hilir. Negara harus terus mendorong transformasi sistem pertanian secara menyeluruh demi kesejahteraan jangka panjang.(*)