Jakarta, EKOIN.CO – Pemerintah hingga kini belum merealisasikan janji subsidi transportasi massal seperti MRT dan BRT. Beberapa trayek yang bergantung pada subsidi pusat justru dihentikan operasinya, menunjukkan skema pendanaan yang belum terdefinisi dengan jelas.
Janji subsidi transportasi
Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan Wapres Gibran Rakabuming dalam kampanye Pilpres 2024 menyatakan akan memberikan subsidi besar untuk transportasi publik seperti MRT dan BRT. Subsidi ini diharapkan memperluas akses angkutan massal dan menggantikan kendaraan pribadi agar mendukung target lingkungan dan mobilitas perkotaan.
Kondisi trayek berdasarkan data terbaru
Namun tragisnya, trayek Trans Jogja (DI Yogyakarta) dan Trans Metro Dewata (Bali) menghentikan operasi per 31 Desember 2024. Subsidinya dari Ditjenhubdat yang berjalan sejak 2020 tidak diperpanjang, dan kedua daerah itu tidak mengambil alih pendanaan operasionalnya
Dampak penghentian layanan
Penutupan layanan ini menyulitkan masyarakat pengguna yang tergantung pada transportasi publik. Pelajar, pekerja, dan warga lanjut usia terpaksa beralih ke kendaraan pribadi atau alternatif yang kurang efisien.
Ketiadaan skema lanjutan
Hingga Juni 2025, belum ada kejelasan soal skema subsidi lanjutan dari pemerintah pusat. Belum terlihat mekanisme seperti Buy The Service atau alokasi Dana Alokasi Khusus (DAK) yang dirancang untuk menjembatani kekosongan pendanaan.
Studi kasus Trans Jogja
Trans Jogja, yang dulu beroperasi tiga koridor, kini vakum. Sejak subsidi ditarik, Pemda DIY tidak menyuntik anggaran pengganti, menimbulkan kekhawatiran atas keberlanjutan transportasi massal di Yogyakarta.
Studi kasus Trans Metro Dewata
Trans Metro Dewata melayani lima koridor di Bali. Batalnya subsidi pusat memaksa trayek terhenti, yang berdampak pada pariwisata dan mobilitas warga setempat
.Pengalaman Metro Jabar Trans
Sebaliknya, Metro Jabar Trans di Bandung tetap beroperasi enam rute sejak 1 Januari 2025. Namun ini pembiayaan lokal tanpa subsidi pusat, jadi bukan representasi janji kampanye nasional
Evaluasi historis subsidi sebelumnya
Skema subsidi angkutan umum sebelumnya berjalan sejak 2020 dengan basis pembelian layanan melalui APBN. Sebanyak 14 kota mendapat dana dan bus operasional hingga tahun 2024
Tren dana subsidi dari APBN
Direktorat Angkutan Jalan menyebut subsidi APBN tumbuh dari Rp57 miliar di 2020, Rp293 miliar (2021), Rp550 miliar (2022), hingga Rp626 miliar (2023). Anggaran 2024 hanya sekitar Rp500 miliar Apa yang terjadi di daerah lain
Beberapa daerah mengambil alih layanan dengan APBD—misalnya Trans Jakarta, Trans Padang, dan lain-lain—tetapi masih banyak region yang mengandalkan subsidi pusat
Provinsi dengan inisiatif lokal Provinsi seperti Aceh, DI Yogyakarta, dan Bali berupaya menyediakan angkutan massal mandiri, namun tanpa subsidi pusat banyak trayek akhirnya tak beroperasi
Anjuran dari pakar transportasi
Pakar Djoko Setijowarno menekankan pentingnya pendekatan “dorong dan tarik” agar warga mau beralih ke transportasi massal. Ia menyarankan sinergi APBN, APBD, CSR, dan BUMN untuk mendukung armada bus .Tanggung jawab daerah
Menurut Djoko, kunci terletak pada kemauan politik pemerintah daerah. Jika kuat, mereka dapat menggunakan DAK atau sebagian subsidi BBM untuk membiayai transportasi umum
Strategi pembiayaan alternatif
Pemerintah disarankan mengalihkan dana subsidi BBM—yang mayoritas dinikmati pemilik kendaraan pribadi—untuk transportasi publik, mengalokasikan minimal 10% PKB dan pemasukan opsen untuk moda umum
Peran CSR dan TJSL
CSR perusahaan swasta dan TJSL BUMN bisa digunakan untuk membeli armada dan infrastruktur, seperti yang dilakukan di Prancis. Ini dapat mengurangi beban APBD dan APBN
Mekanisme Buy The Service
Rencana skema pembelian layanan perlu dipertahankan dan dikembangkan, sesuai tren sebelumnya, agar operator tidak rugi dan layanan terus berjalan.
Infrastruktur pendukung
Penggunaan halte, terminal, dan badan bus untuk iklan juga dianjurkan sebagai sumber pendanaan tambahan.
Jika subsidi pusat terlambat
Banyak trayek daerah yang gagal ambil alih operasional. Ini menyoroti perlunya jadwal transisi jelas dari pemerintah pusat ke daerah.
Perlunya regulasi pendukung
Dokumen seperti Peraturan Menteri Dalam Negeri perlu diperjelas agar pemda wajib mengalokasikan dana secara proporsional untuk transportasi umum.
Dampak terhadap mobilitas warga
Kematian trayek transportasi massal membatasi akses masyarakat ke pusat kerja, sekolah, dan layanan kesehatan, yang akhirnya menambah ketergantungan pada kendaraan pribadi.
Relevansi dengan target nasional
Subsidi transportasi adalah bagian dari visi “Indonesia Maju” dan agenda mitigation perubahan iklim yang dicanangkan pemerintah
Respon pernyataan pemerintah
Sampai saat ini, belum ada pernyataan resmi pemerintah terkait penundaan subsidi MRT/BRT nasional dan penghentian trayek daerah.
Tanggapan masyarakat
Belum ada sikap resmi dari masyarakat atau forum pengguna transportasi umum atas keputusan penghentian trayek. Namun banyak keluhan sosial media tentang ketiadaan armada publik.
Evaluasi positif Metro Jabar Trans
Studi awal menunjukkan Metro Jabar masih diminati, jadi jika subsidi lokal berkelanjutan, potensi peningkatan jumlah penumpang kemungkinan besar tinggi .
Tantangan utama
Ketiadaan skema pendanaan berikutnya, anggaran pusat terbatas, dan lemahnya regulasi menjadi penghambat.
Peluang perbaikan
Kesempatan masih terbuka untuk memperkuat skema Buy The Service, mengoptimalkan DAK, dan memaksa pemda mengalokasikan pajak transportasi.
Studi banding internasional
Negara seperti Prancis sukses mengintegrasikan CSR untuk moda umum. Indonesia bisa meniru model tersebut agar pendanaan lebih beragam.
Peran teknologi dan inovasi
Sistem digital ticketing, penjadwalan waktu real time, dan iklan digital di armada bisa meningkatkan pendapatan non‑tarif.
Partisipasi BUMN dan swasta
Kemitraan publik-swasta perlu diarahkan untuk membiayai infrastruktur tanpa membebani APBN atau APBD secara langsung.
Perlunya audit dan transparansi
Setiap alokasi dana, baik subsidi atau CSR, harus diaudit dan dipublikasikan agar publik dapat memantau efisiensi dan efektivitasnya.
Harapan pengguna
Masyarakat berharap pemerintah segera menetapkan skema pendanaan jangka panjang agar trayek-trayek berhenti bisa kembali beroperasi.
Tantangan legislatif
DPR dan Kemendagri perlu mengharmonisasi peraturan agar pemda tidak sekadar tergantung pada subsidi pusat dalam operasional layanan massal.
Konsistensi janji kampanye
Subsidi transportasi salah satu janji utama hukumnya harus jelas, agar integritas dan kredibilitas pemerintah terjaga di mata publik.
Peran media
Media seperti EKOIN.CO perlu terus mengawal perkembangan kebijakan ini agar pemerintah benar-benar merealisasikan janji kampanye.
Keterkaitan dengan lingkungan
Transportasi massal yang kuat bisa menurunkan polusi dan kemacetan, sejalan dengan target perubahan iklim nasional.
Kondisi keuangan negara
Pengurangan subsidi BBM dan pemangkasan APBN memberi ruang untuk dialihkan ke transportasi umum, bila dikelola dengan baik.Potensi ekonomi
Transportasi massal dapat menjadi penggerak ekonomi lokal, mendukung sektor UMKM, pariwisata, dan produktivitas tenaga kerja.
Perhatian daerah
Pemerintah daerah yang bijak bisa mengambil alih layanan trayek yang mati agar tak memutus akses warga.
Kendati subsidi transportasi massal masih janji di atas kertas, masih ada peluang memperbaiki skema pendanaan.
Sinergi APBN, APBD, CSR, dan BUMN perlu diwujudkan agar trayek yang mati dapat dihidupkan lagi.
Regulasi dan pengawasan wajib diperkuat agar tukar subsidi BBM dan pajak jalan mendukung moda transportasi.
Audit dan transparansi publik harus dilakukan agar penggunaan dana jelas manfaatnya.
Harapan masyarakat pada janji kampanye harus dijawab dengan kebijakan nyata agar transportasi massal tumbuh dan berkelanjutan.(*)
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v