Jakarta, EKOIN.CO – Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman melaporkan ratusan pengusaha beras ke Kapolri dan Jaksa Agung setelah menemukan dugaan kecurangan besar dalam distribusi beras di Indonesia. Dari total 268 merek yang diuji di 13 laboratorium di 10 provinsi, sebanyak 212 merek dinilai bermasalah karena mutu tak sesuai, berat kurang, dan harga jual melebihi batas yang ditentukan.
Amran mengatakan, praktik curang ini melibatkan pengemasan ulang beras subsidi dari program Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) yang kemudian dijual dengan label premium dan harga lebih tinggi.
“Sebanyak 212 merek beras dari total 268 merek yang diperiksa diketahui tidak sesuai dengan ketentuan mutu, berat, dan harga eceran tertinggi (HET) yang ditetapkan pemerintah. Ini sangat merugikan masyarakat,” kata Amran, dalam pernyataan tertulis, Sabtu (28/6/2025).
Amran juga menyampaikan bahwa pihaknya langsung berkoordinasi dengan aparat penegak hukum agar masalah ini segera ditindaklanjuti.
“Kami sudah telepon Pak Kapolri dan Jaksa Agung. Hari ini juga kami serahkan seluruh data dan temuan lengkap. Negara tidak boleh kalah dengan mafia pangan,” sebut Amran.
Ia menjelaskan, harga beras seharusnya turun karena produksi nasional sedang tinggi. Namun, harga tetap naik, yang menunjukkan adanya penyimpangan di lapangan.
“Kalau dulu harga naik karena stok sedikit, sekarang tidak ada alasan. Produksi tinggi, stok melimpah, tapi harga tetap tinggi. Ini indikasi adanya penyimpangan,” jelas Amran.
Kerugian Konsumen Diperkirakan Tembus Puluhan Triliun Rupiah
Ia menyebutkan potensi kerugian konsumen akibat kecurangan ini bisa mencapai Rp99 triliun, atau sekitar 6 miliar dolar AS jika dihitung dengan kurs Rp16.500 per dolar.
“Potensi kerugian konsumen akibat praktik curang ini bisa mencapai Rp99 triliun. Beras SPHP yang seharusnya dijual sesuai ketentuan, ditemukan dikemas ulang dan dijual sebagai beras premium dengan harga lebih mahal,” lanjut Amran.
Sementara itu, Kepala Satgas Pangan Brigjen Helfi Assegaf memberikan waktu dua minggu kepada seluruh pelaku usaha untuk menyesuaikan produknya sesuai aturan yang berlaku. Jika tidak, tindakan hukum akan ditempuh.
“Jika tidak dilakukan, Satgas Pangan akan mengambil langkah hukum sesuai ketentuan yang berlaku,” tegas Helfi.
(kata Brigjen Helfi Assegaf), Jumat (27/6/2025).
Helfi menambahkan bahwa tindakan pengemasan ulang beras subsidi menjadi premium dengan mutu rendah tergolong tindak pidana berdasarkan Undang-Undang Perlindungan Konsumen.
“Ini jelas merupakan tindak pidana berdasarkan Pasal 62, Pasal 8, dan Pasal 69 Undang-Undang Perlindungan Konsumen. Jadi, semuanya sudah diatur sedemikian rupa,” jelas Helfi.
Kerugian Negara dan Rakyat Jadi Sorotan Penegak Hukum
Sekretaris Jaksa Agung Muda bidang Tindak Pidana Khusus, Andi Herman, juga menyoroti kerugian ganda yang timbul dari praktik curang ini, baik bagi negara maupun masyarakat.
“Dari sisi hukum, ini merupakan praktik mark up dan pelanggaran integritas mutu dan berat produk. Karena beras ini bagian dari komoditas subsidi negara, maka kerugian menjadi ganda, bagi negara dan rakyat. Kami mendukung penegakan hukum yang tegas sebagai bentuk efek jera dan perbaikan tata kelola,” papar Andi Herman.
Dalam konferensi pers di Gedung Kementan, Amran kembali mengingatkan pelaku usaha pangan agar tidak mengoplos dan menjual ulang beras SPHP sebagai beras premium.
“Kami minta tolong kalau itu terjadi, jangan dilakukan, jangan diulangi. Sekali lagi, saudaraku yang bergerak sektor pangan mulai hari ini, tadi kami sepakat nanti disampaikan Pak Satgas Pangan, mulai hari ini dihentikan,” ucap Amran.
Ia juga mengungkapkan banyak produk beras yang tak terdaftar mereknya, beratnya tidak sesuai, dan dijual di atas harga seharusnya.
“Tolong kepada saudaraku, ini ada 212 ya, 212 merek. Dari 212 merek ada yang tidak terdaftar mereknya. Ada yang beratnya tidak sesuai, ada yang mutunya tidak sesuai. Itu di atas 80 persen, kemudian harganya tidak sesuai. Ini sangat merugikan konsumen,” tegas Amran.
Satgas Pangan menyatakan bakal melakukan pengecekan di pasar dan ritel hingga 10 Juli mendatang. Bila pelanggaran masih ditemukan, langkah hukum akan segera dijalankan.
“Hingga tanggal 10 Juli, kita akan melakukan pengecekan ke seluruh ritel, baik ritel modern maupun pasar tradisional. Apabila masih ditemukan pelaku tindak pidana yang dimaksud, maka kita akan melakukan penegakan hukum,” sambung Helfi.