Jakarta, EKOIN.CO – Pemanfaatan teknologi nuklir terus dikembangkan untuk mendukung sektor strategis seperti energi, kesehatan, dan pangan. Untuk itu, diperlukan manajemen strategis yang tepat agar hasil riset berdampak nyata bagi masyarakat dan pembangunan nasional.
Hal tersebut disampaikan oleh Kepala Organisasi Riset Tenaga Nuklir Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Syaiful Bakhri, dalam Focus Group Discussion (FGD) bertajuk “Manajemen Strategis Riset Nuklir untuk Kebijakan Pembangunan”, yang digelar di Gedung B.J. Habibie, Jakarta, Kamis (24/7).
Menurut Syaiful, salah satu bentuk pemanfaatan teknologi nuklir di sektor pangan ialah iradiasi pangan untuk mencegah food loss. Teknologi ini memungkinkan bahan pangan bertahan lebih lama tanpa mengubah kandungan gizinya.
“Selain mengurangi food loss, kami juga menyiapkan teknologi sterilisasi, yang bisa mendukung ketahanan pangan di level nasional,” ujarnya dalam diskusi yang dihadiri berbagai pemangku kepentingan dari instansi pemerintah, akademisi, dan pelaku industri.
Ia menegaskan bahwa strategi manajemen yang kuat diperlukan agar riset teknologi nuklir lebih terarah dan berdaya guna, baik dari segi implementasi kebijakan maupun pemanfaatan industri.
Riset Iradiasi Butuh Dukungan Regulasi dan Industri
Diskusi dipimpin oleh Kepala Pusat Riset Teknologi Keselamatan, Metrologi dan Mutu Nuklir BRIN, Heru Prasetio. Ia menyebut bahwa riset iradiasi pangan telah dikembangkan selama puluhan tahun dengan hasil yang menjanjikan.
Namun, menurutnya, pemanfaatan hasil riset tersebut dalam skala industri masih sangat terbatas. Hambatan utama terletak pada belum adanya regulasi yang mendorong penerapannya secara luas di masyarakat.
“Oleh karena itu, dibutuhkan strategi guna mendorong regulasi, industri, dan masyarakat agar bersinergi dalam memanfaatkan hasil riset ini dengan baik,” jelas Heru di hadapan peserta FGD.
Ia menilai bahwa pemanfaatan teknologi iradiasi pangan tidak hanya relevan untuk ketahanan pangan, tetapi juga bisa meningkatkan daya saing produk Indonesia di pasar global.
Heru berharap agar FGD ini menjadi awal kolaborasi konkret antara periset dan pengambil kebijakan untuk memperluas penerapan teknologi nuklir dalam kehidupan sehari-hari.
Strategi Perencanaan Harus Terintegrasi dan Terimplementasi
Widyaiswara Ahli Utama dari Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BPSDM) Provinsi DKI Jakarta, Sri Mahendra Satria Wirawan, turut menyampaikan pentingnya integrasi strategi dalam perencanaan.
Menurutnya, manajemen strategis adalah proses berkelanjutan yang mencakup perumusan, pelaksanaan, dan evaluasi guna mencapai tujuan organisasi secara jangka panjang.
“Di dalam pemerintahan, perencanaan mengacu pada RPJMN/D dan Renstra K/L/OPD,” jelas Mahendra dalam sesi presentasi.
Ia mengungkapkan bahwa strategi yang kuat harus terintegrasi dalam sistem pembangunan agar tidak menjadi dokumen kosong semata. Perencanaan yang tidak strategis hanya akan menciptakan rutinitas.
Mahendra menegaskan bahwa pelaksanaan adalah tahap kritis dari manajemen strategis. “Pelaksanaan adalah panggung sesungguhnya, di mana visi diuji dan dampak dilahirkan,” ujarnya.
Diskusi yang digelar BRIN menyoroti pentingnya manajemen strategis dalam mendorong hasil riset teknologi nuklir agar tidak berhenti pada tataran akademik. Pemanfaatan iradiasi pangan menjadi salah satu solusi potensial untuk mendukung ketahanan pangan nasional.
Kolaborasi antara peneliti, pembuat kebijakan, dan sektor industri sangat diperlukan agar riset yang telah dikembangkan selama bertahun-tahun dapat diterapkan dalam kehidupan nyata. Strategi yang kuat tanpa implementasi hanya akan menghasilkan stagnasi.
Dengan strategi perencanaan yang terintegrasi, kepemimpinan yang konsisten, dan kerja sama lintas sektor, teknologi nuklir dapat memberi dampak luas, baik bagi kebijakan pembangunan maupun kesejahteraan masyarakat secara langsung.(*)