Jakarta, EKOIN.CO – Transformasi usaha sambal pecel asal Pacitan, Jawa Timur, menarik perhatian publik setelah sukses menembus pasar nasional. Di bawah kepemimpinan Sri Kustamaji, Pelita Lumpang Mas kini dikenal sebagai produk unggulan berbasis kearifan lokal.
Usaha ini bermula dari tangan Sri Suharto, ayah Sri Kustamaji, pada awal 1990-an. Saat itu, sambal pecel diproduksi manual, dikemas dengan plastik polos, dan diberi label hasil fotokopi. Semua dilakukan di rumah.
Tahun 2000-an, estafet usaha berpindah tangan ke Sri Kustamaji. Ia segera melakukan berbagai inovasi. Kemasan, desain logo, dan varian produk diperbarui. Inovasi ini memperluas pasar dan meningkatkan citra produk.
“Kami ingin membawa kekhasan sambal pecel Pacitan ke seluruh Indonesia,” kata Sri Kustamaji dalam wawancara langsung. Ia mengganti kencur dengan jeruk purut untuk aroma segar dan tampilan menarik.
Tak hanya resep, metode produksi turut ditingkatkan. Kacang tanah dioven, bukan digoreng, sehingga sambal rendah minyak dan tanpa bahan pengawet. Umur simpan produk pun bisa mencapai satu tahun.
Didorong Inovasi dan Kemitraan Strategis
Beberapa proses masih dilakukan secara manual untuk menjaga cita rasa otentik. “Misalnya pencampuran bumbu masih menggunakan lumpang, sesuai nama merek kami,” jelas Sri.
Transformasi besar ini mendapat dorongan dari BRI melalui program pemberdayaan UMKM. Sejak 2020, Sri aktif dalam pelatihan, forum bisnis, dan expo yang diinisiasi bank milik negara tersebut.
Pada ajang BRI UMKM EXPO(RT) tahun 2025, Pelita Lumpang Mas meraih juara kedua. Capaian ini memicu lonjakan permintaan pasar. Produksi bulanan kini mencapai 20.000 kemasan dengan harga Rp45.000 per unit.
“Program pemberdayaan BRI benar-benar membuka banyak peluang bagi pelaku UMKM seperti kami,” tutur Sri Kustamaji. Ia berharap program serupa diperluas ke lebih banyak pelaku usaha.
Tak hanya dari sisi produksi, Sri juga memperluas jaringan usaha ke Jakarta. Langkah ini dilakukan untuk efisiensi distribusi dan mendekatkan produk ke konsumen ibu kota dan sekitarnya.
Dampak Sosial dan Dukungan Berkelanjutan
Ekspansi bisnis berdampak positif pada perekonomian lokal. “Kami menyerap tenaga kerja dan memberdayakan petani bahan baku lokal,” ungkap Sri. Ia kini menjajaki pembukaan unit produksi di luar Jawa Timur.
Corporate Secretary BRI Agustya Hendy Bernadi mengapresiasi pencapaian tersebut. “Ini bukti nyata kontribusi program pemberdayaan BRI bagi pelaku UMKM,” ujarnya dalam pernyataan tertulis.
BRI menegaskan komitmennya untuk mendorong UMKM naik kelas. “Kami hadir melalui pembiayaan, pelatihan, dan akses pasar agar pelaku UMKM tidak hanya bertahan, tetapi tumbuh dan bersaing,” lanjut Agustya.
Pelita Lumpang Mas kini menjadi inspirasi bagi banyak pelaku usaha kecil. Perjalanan dari dapur rumah hingga panggung nasional membuktikan bahwa potensi lokal bisa bersinar jika diberi ruang.
BRI menyebut UMKM sebagai tulang punggung ekonomi Indonesia. Melalui program berkelanjutan, BRI ingin menciptakan dampak nyata bagi jutaan pelaku usaha mikro dan kecil di seluruh nusantara.
Kisah Pelita Lumpang Mas menunjukkan bahwa kombinasi antara inovasi, keberanian, dan kemitraan strategis dapat membawa produk lokal menuju panggung nasional. Transformasi dari usaha rumahan menjadi merek nasional bukanlah sekadar keberuntungan, tapi hasil kerja keras dan kejelian melihat peluang.
Dukungan lembaga seperti BRI terbukti memainkan peran penting. Program pemberdayaan, pelatihan, dan akses pasar memberi ruang tumbuh bagi usaha kecil. Keberhasilan Pelita Lumpang Mas adalah contoh nyata dari sinergi yang tepat antara pelaku usaha dan institusi keuangan.
Dengan terus memperkuat jaringan dan kualitas produk, Pelita Lumpang Mas memiliki potensi untuk melangkah ke pasar global. Dampak sosial dan ekonomi yang ditimbulkan menjadi cermin bahwa UMKM bukan hanya penggerak ekonomi, tapi juga penjaga warisan kuliner bangsa.(*)