Jakarta, EKOIN.CO – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus memperkuat kemitraan dengan Dewan Kerajinan Nasional (Dekranas) demi meningkatkan daya saing industri kecil dan menengah (IKM) sektor kriya. Fokus utamanya ialah memperluas pasar, termasuk merambah ekspor.
Upaya ini dilandasi oleh potensi besar yang dimiliki industri kerajinan nasional. Produk kriya Indonesia dikenal unik, kompetitif, dan mencerminkan keragaman budaya lokal. Ciri khas tersebut menjadi keunggulan yang dicari oleh pasar internasional.
“Setiap daerah memiliki nilai hidup, sejarah, tradisi, dan nilai kepercayaan yang tersalurkan dalam berbagai produk kerajinan,” ujar Reni Yanita, Direktur Jenderal Industri Kecil, Menengah, dan Aneka, dalam pernyataan resminya di Jakarta, Sabtu (31/5).
Menurut Reni, teknik produksi yang diwariskan secara turun-temurun menjadikan produk IKM memiliki identitas yang kuat dan karakteristik yang khas. Hal ini penting sebagai pembeda di pasar global yang semakin kompetitif.
“Pasar global lebih sering tertarik pada produk kerajinan yang etnik, otentik, dan berkualitas, dengan prinsip keberlanjutan yang memang menjadi kekuatan produk kita,” imbuhnya.
Webinar Inovasi Kriya dan Eksplorasi Pasar
Sebagai bagian dari rangkaian peringatan HUT Dekranas ke-45, Ditjen IKMA dan Dekranas menyelenggarakan webinar bertema “Inovasi dan Strategi Pengembangan Produk Kerajinan Berbasis Potensi Lokal Untuk Pasar Global” pada 22 Mei 2025.
Webinar tersebut menghadirkan pelaku IKM kriya unggulan yang telah sukses di pasar ekspor, seperti CV Palem Craft, CV Sweda Gembira, dan CV Maharani. Ketiganya merupakan binaan Ditjen IKMA Kemenperin.
“CV Palem Craft sudah mengekspor produk anyaman dekoratif senilai Rp346 juta ke Belanda bulan April lalu,” ungkap Reni. Ekspansi itu menambah daftar negara tujuan mereka yang sebelumnya sudah mencakup sejumlah wilayah.
CV Sweda Gembira dikenal sebagai produsen piala kejuaraan internasional, termasuk MotoGP dan Superbike. Produk mereka bahkan menjadi aksesori komunitas hiphop dan lowrider di Amerika Serikat, dengan 90 persen produksinya diekspor ke negara tersebut.
Sementara itu, CV Maharani telah menembus pasar ekspor ke berbagai negara seperti Jerman, Rusia, Jepang, dan Inggris. Mereka memproduksi dekorasi rumah dari batu alam dan anyaman lokal.
Ekspor dan Tantangan Global
Reni menyebut bahwa capaian ekspor produk kerajinan Indonesia menembus angka USD106,6 juta per Februari 2025. Negara-negara tujuan ekspor utama antara lain Amerika Serikat, Jepang, Australia, Korea Selatan, hingga negara-negara di Eropa dan Asia Timur.
Namun demikian, dia menekankan pentingnya kesiapan pelaku IKM menghadapi pasar global. Tantangan seperti kualitas, teknologi, dan adaptasi tren harus dijawab dengan strategi dan inovasi berkelanjutan.
“Pelaku IKM harus bisa membaca perubahan tren global yang cepat dan menghasilkan produk yang relevan,” kata Reni. Ia menegaskan bahwa inovasi bukan hanya soal desain, tetapi juga fungsi dan keberlanjutan produk.
Direktur IKM Kimia, Sandang, dan Kerajinan, Budi Setiawan, menambahkan bahwa webinar semacam ini menjadi sarana diskusi dan pemantik gagasan baru bagi para pengrajin. Harapannya, peserta mendapatkan inspirasi konkret dari pelaku yang telah sukses.
“Mulai dari menggali potensi lokal, desain inovatif, hingga fungsi produk yang lebih luas adalah kunci agar IKM kita mampu menembus pasar global,” jelas Budi.
Harapan Penguatan Ekosistem IKM
Budi menilai keberhasilan IKM akan semakin optimal jika didukung oleh kolaborasi antarpihak. Ia menekankan pentingnya sinergi antara pemerintah, akademisi, pelaku usaha, komunitas kreatif, dan desainer.
Menurutnya, dukungan dari berbagai pihak akan menciptakan ekosistem industri yang sehat. Hal ini sangat penting agar potensi lokal bisa diolah menjadi kekuatan global yang berkelanjutan.
“Dengan ekosistem yang baik, saya yakin produk kerajinan Indonesia dapat bersaing dan menjadi pilihan utama pasar dunia,” pungkasnya.
Kementerian Perindustrian melalui Ditjen IKMA juga akan terus melanjutkan berbagai program pelatihan, pendampingan, serta dukungan akses promosi baik secara daring maupun luring. Hal ini untuk memastikan kontinuitas pertumbuhan IKM kriya nasional.
Ke depan, strategi berbasis potensi lokal dan adaptif terhadap tren global diharapkan bisa menjadikan IKM kerajinan Indonesia sebagai pilar utama ekspor nonmigas.
Mendorong pelaku IKM kriya agar lebih berdaya saing di pasar internasional memerlukan pendekatan yang menyeluruh. Kunci utamanya adalah peningkatan kapasitas melalui pendampingan yang berkelanjutan, baik dari sisi produksi, branding, maupun pemanfaatan teknologi digital. Dengan begitu, pelaku usaha dapat menghasilkan produk yang tidak hanya berkualitas, tetapi juga berdaya tarik tinggi di mata konsumen global.
Kolaborasi antara pemerintah, Dekranas, dan pihak swasta perlu diperkuat agar tidak terjadi kesenjangan antara potensi produk lokal dan standar ekspor dunia. Pelaku IKM juga perlu difasilitasi dalam hal pembiayaan, akses pameran internasional, dan perlindungan kekayaan intelektual sebagai bagian dari perlindungan identitas produk mereka.
Dengan pendekatan yang strategis dan inklusif, IKM kriya Indonesia tidak hanya akan menjadi pelengkap pasar ekspor, tetapi mampu menjadi pemain utama dalam industri kerajinan global yang menjunjung tinggi nilai budaya dan keberlanjutan.(*)