Jakarta, EKOIN.CO – Ketidakpastian ekonomi global, tekanan geopolitik, serta tren deglobalisasi menjadi sorotan utama dalam Asian Insights Conference 2025 yang diselenggarakan oleh Bank DBS Indonesia pada Rabu, 21 Mei 2025 di Jakarta. Forum ini bertujuan merespons berbagai tantangan struktural dan mencari strategi baru untuk menjaga pertumbuhan ekonomi Indonesia di tengah lanskap global yang terus berubah.
Dalam konferensi ini, hadir sejumlah tokoh penting seperti Utusan Khusus Presiden RI Bidang Iklim dan Energi Hashim S. Djojohadikusumo, Chief Executive Officer Danantara Rosan Roeslani, Ekonom dan Mantan Menteri Keuangan Chatib Basri, Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia Burhanuddin Muhtadi, Presiden Direktur PT Bank DBS Indonesia Lim Chu Chong, serta Chief Economist DBS Group Research Taimur Baig.
Chief Economist DBS Group Research, Taimur Baig, secara khusus menyoroti pertumbuhan ekonomi Indonesia yang diperkirakan akan tetap berada di bawah 5 persen pada kuartal II 2025. Ia menjelaskan bahwa kondisi ini disebabkan oleh tren perdagangan yang masih lemah, harga komoditas yang menurun, serta ketidakpastian global yang belum mereda.
“Sisi ekspor sangat menantang, harga-harga komoditas juga sedang melemah. Ada banyak ketidakpastian soal permintaan, perang dagang AS-China, dan lainnya. Makanya, akan sangat sulit melihat kinerja ekspor berubah drastis menjadi positif di kuartal kedua,” kata Taimur dalam sesi konferensi pers.
Selain dari sisi perdagangan luar negeri, Taimur juga menyoroti lemahnya konsumsi domestik sebagai faktor lain yang menahan laju pertumbuhan. Ia menyebut bahwa tidak terdapat sinyal peningkatan signifikan dalam kepercayaan konsumen maupun pengeluaran masyarakat pada periode tersebut.
“Dengan demikian, saya melihat pertumbuhan ekonomi RI di kuartal II akan sama seperti di kuartal I. Pertumbuhan ekonomi (di kuartal II) akan berada di bawah 5 persen,” tegasnya. Angka tersebut, menurut Taimur, lebih rendah dibanding rata-rata historis pertumbuhan ekonomi Indonesia serta di bawah proyeksi yang dikeluarkan oleh pemerintah.
Sebagai negara dengan ekonomi terbesar di Asia Tenggara, Indonesia sangat bergantung pada konsumsi domestik untuk menopang PDB. Karena itu, kinerja belanja masyarakat yang stagnan menjadi perhatian serius para ekonom dalam menilai prospek jangka pendek.
Dalam menghadapi tekanan global ini, Taimur memberikan beberapa saran kepada pemerintah Indonesia. Ia menyebut perlunya kebijakan yang mendukung dari sisi moneter dan fiskal. “Tapi yang paling utama adalah dari kebijakan moneter untuk mengimbangi fiskal yang sedang tertekan, yakni dalam hal ketidakseimbangan pengeluaran dan pendapatan pemerintah,” jelasnya.
Sementara itu, Presiden Direktur PT Bank DBS Indonesia, Lim Chu Chong, menegaskan pentingnya ketegasan dalam mengambil keputusan ekonomi. “Di Bank DBS Indonesia, kami memahami bahwa dunia usaha saat ini memerlukan ketegasan dan kecepatan dalam pengambilan keputusan di tengah lanskap yang tidak menentu. Dengan jaringan mendalam di Asia, kami berupaya menjadi mitra strategis yang menyediakan konektivitas dan wawasan regional dalam perdagangan, investasi, dan arus modal,” ujarnya.
Ia menambahkan, forum lintas sektor seperti Asian Insights Conference menjadi wadah penting untuk memfasilitasi dialog antara sektor publik dan swasta dalam merumuskan strategi pertumbuhan ekonomi jangka panjang yang inklusif dan berkelanjutan.
Topik kebijakan global juga muncul dalam diskusi, terutama mengenai potensi kebijakan tarif di bawah pemerintahan Trump 2.0. Meski dampaknya terhadap ekonomi Indonesia secara keseluruhan dianggap terbatas, sektor-sektor padat karya seperti tekstil, furnitur, dan alas kaki dipandang rentan terhadap tekanan dagang.
Kondisi ini menjadi sinyal bahwa Indonesia perlu memperkuat pasar domestik, memperluas diversifikasi ekspor, serta membangun ketahanan industri dalam negeri agar lebih tangguh terhadap gejolak eksternal.
Dalam kesempatan yang sama, Utusan Khusus Presiden RI Bidang Iklim dan Energi Hashim S. Djojohadikusumo menyampaikan optimisme terhadap potensi ekonomi Indonesia. “Faktor penentu utama adalah meningkatkan pendapatan negara. Dan kita akan meningkatkan pendapatan itu di antaranya dengan memanfaatkan kecerdasan buatan dan teknologi informasi, termasuk melalui sistem perpajakan elektronik, untuk menambah jumlah pembayar pajak,” ucap Hashim.
Seperti yang disampaikan oleh Bank DBS Indonesia, konferensi ini diharapkan tidak hanya menjadi forum diskusi, tetapi juga menghasilkan masukan konkret untuk membantu Indonesia beradaptasi dengan dinamika global yang cepat dan penuh ketidakpastian.