Jakarta, EKOIN.CO – Pemerintah Indonesia mengambil langkah strategis dalam memperkuat keterlibatan pada forum kerja sama internasional. Pada Senin, 3 Juni 2025, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto secara resmi menyerahkan dokumen Initial Memorandum (IM) kepada Sekretaris Jenderal OECD Mathias Cormann di Paris, Prancis.
Penyerahan dokumen dilakukan dalam rangkaian Pertemuan Tingkat Menteri OECD 2025 yang digelar di ibu kota Prancis. Ini merupakan salah satu tahapan penting dalam proses aksesi Indonesia menuju keanggotaan penuh OECD.
“Jadi sejalan dengan kebijakan politik luar negeri Indonesia yang bebas aktif, dan atas arahan Bapak Presiden Prabowo, Indonesia secara aktif bergabung dalam berbagai kesepakatan, serta organisasi internasional strategis, antara lain kita sudah menjadi anggota penuh dari BRICS, sedang berproses dalam aksesi CPTPP, dan OECD, yang ini merupakan sebuah perkumpulan ekonomi negara-negara maju,” ujar Menko Airlangga pada Konferensi Pers terkait Perkembangan Kesiapan Indonesia Menuju Keanggotaan OECD di Paris, Prancis, Rabu (4/06).
Menurut Airlangga, penyerahan dokumen ini merupakan langkah krusial yang menandai keseriusan Indonesia dalam proses aksesi. Hal ini juga menunjukkan bahwa Indonesia secara aktif menyesuaikan diri dengan prinsip dan standar tata kelola global berbasis aturan.
“Momen ini tentu menjadi penting karena Indonesia menjadi negara Asia Tenggara pertama yang memasukkan aksesi dan juga menyelesaikan Inisial Memorandum,” imbuh Menko Airlangga.
Penyusunan IM dan Prioritas Nasional
Dokumen Initial Memorandum mencakup 25 kebijakan prioritas yang diklasifikasikan dalam 32 topik. Dokumen ini disusun berdasarkan proses self-assessment oleh pemerintah terhadap kesesuaian kebijakan nasional dengan instrumen OECD.
Proses penyusunan dilakukan oleh Tim Nasional Aksesi OECD yang dibentuk setelah pengesahan Roadmap Aksesi Indonesia pada 29 Maret 2024. Tim ini bekerja lintas sektor untuk merumuskan tanggapan Indonesia terhadap berbagai standar kebijakan OECD.
Langkah ini menunjukkan bahwa Indonesia telah secara sistematis mempersiapkan proses aksesi, tidak hanya dari sisi administratif, namun juga dari komitmen substansi terhadap kebijakan publik yang selaras dengan nilai-nilai OECD.
Pemerintah juga memandang bahwa aksesi ke OECD merupakan bagian dari transformasi struktural yang lebih luas dalam bidang ekonomi, tata kelola pemerintahan, serta pembangunan manusia.
Selain proses aksesi, Indonesia juga secara aktif mendukung penguatan sistem perdagangan global berbasis aturan yang inklusif melalui reformasi World Trade Organization (WTO).
Komitmen terhadap Reformasi WTO
Dalam forum Informal Gathering of WTO Trade Minister, Indonesia kembali menekankan pentingnya penguatan WTO sebagai penjaga sistem perdagangan global yang relevan dengan tantangan masa kini.
“Indonesia mendorong reformasi WTO dan Indonesia menjanjikan nanti dalam Pertemuan Tingkat Menteri ke-14 di Kamerun, WTO wajib mencapai hasil yang lebih baik dan tentu Indonesia akan menugaskan Dubes Indonesia di WTO untuk membuat persiapan berkait dengan rencana tersebut,” tutur Menko Airlangga.
Pernyataan ini mencerminkan arah diplomasi ekonomi Indonesia yang tidak hanya terfokus pada aksesi ke OECD, namun juga mendukung perbaikan sistem perdagangan internasional secara menyeluruh.
Penguatan WTO dianggap penting agar lembaga tersebut mampu memberikan perlindungan adil terhadap negara-negara berkembang dalam menghadapi tantangan globalisasi ekonomi yang kian kompleks.
Pemerintah Indonesia menilai keterlibatan dalam reformasi WTO sebagai upaya memastikan sistem perdagangan global tetap inklusif, adaptif, dan adil bagi semua anggota.
Kerja Sama Ekonomi Bilateral dan Optimisme Proses Aksesi
Di sela kunjungannya di Paris, Menko Airlangga juga menggelar pertemuan bilateral dengan United States Trade Representative (USTR) Jamieson Greer. Agenda pembahasan mencakup negosiasi tarif resiprokal yang dimulai sejak April lalu.
Isu yang dibahas dalam pertemuan tersebut meliputi tarif perdagangan, hambatan non-tarif, digital trade, serta isu strategis terkait keamanan ekonomi. Pemerintah menargetkan perundingan putaran kedua berlangsung pekan depan di Washington D.C.
Di sisi lain, Airlangga menyatakan optimisme bahwa proses aksesi ke OECD akan berjalan secara konstruktif. Kesesuaian regulasi nasional dengan standar OECD menjadi modal awal yang cukup kuat dalam menghadapi evaluasi teknis berikutnya.
Aksesi ini dinilai akan membuka jalan bagi peningkatan kualitas institusi dalam negeri, terutama dalam memperkuat sektor UMKM, sistem pendidikan nasional, dan layanan kesehatan publik.
Partisipasi aktif Indonesia dalam konvensi antikorupsi OECD juga menjadi komitmen strategis dalam memperkuat integritas tata kelola di tingkat nasional maupun internasional.
Mewakili Kepentingan Global South di OECD
Partisipasi Indonesia dalam OECD memiliki dimensi geopolitik yang lebih luas. Pemerintah berharap dapat menjadi representasi kepentingan negara-negara berkembang atau Global South dalam merumuskan arah kebijakan global.
“Indonesia tentu akan membuat kebijakan yang tentunya bisa mewakili negara-negara selatan atau global south, karena Indonesia salah satu negara global south, yang selalu akan melakukan perbaikan terhadap standar-standar kebijakan global. Artinya Indonesia nanti ke depannya akan mewarnai dari kebijakan di OECD ini,” pungkas Menko Airlangga.
Dengan demikian, keanggotaan Indonesia di OECD bukan hanya bertujuan meningkatkan reputasi ekonomi semata, tetapi juga memainkan peran aktif dalam penyusunan norma dan kebijakan internasional.
Langkah ini juga menjadi peluang untuk memperkuat diplomasi Indonesia di berbagai bidang strategis, termasuk pembangunan berkelanjutan, transformasi digital, dan ketahanan pangan.
Pemerintah Indonesia menyatakan bahwa partisipasi di OECD merupakan bagian dari agenda jangka panjang dalam penguatan posisi Indonesia di pentas global.
Proses aksesi Indonesia ke OECD menjadi langkah penting dalam upaya memperkuat tata kelola ekonomi nasional dan partisipasi aktif di panggung internasional. Dengan menyerahkan dokumen IM, Indonesia menunjukkan kesiapan dalam menyesuaikan diri dengan standar kebijakan global yang berlaku. Komitmen ini mencerminkan kehendak politik dan administratif untuk menjadi bagian dari komunitas negara-negara dengan tata kelola ekonomi yang mapan.
Peluang dari keanggotaan OECD akan membuka akses terhadap kerja sama teknis, pertukaran pengetahuan, dan jejaring global yang dapat mendorong percepatan reformasi kebijakan dalam negeri. Namun, untuk mewujudkan manfaat maksimal, dibutuhkan sinergi antara kementerian, lembaga, dan pelaku ekonomi nasional agar penerapan standar OECD dapat berjalan efektif. Ini juga menjadi tantangan untuk menjaga keseimbangan antara kepentingan nasional dan standar internasional.
Di tengah dinamika global yang terus berubah, Indonesia perlu terus membangun posisi sebagai negara yang aktif dan konstruktif dalam diplomasi internasional. Keterlibatan dalam OECD dan WTO memperkuat kapasitas Indonesia sebagai negara yang menjembatani kepentingan antara negara maju dan berkembang. Dengan pendekatan yang inklusif dan berbasis aturan, Indonesia dapat mengambil peran penting dalam menciptakan tatanan global yang lebih berkeadilan.(*)