Jakarta, EKOIN.CO – Organisation for Economic Co‑operation and Development (OECD) dalam laporan Global Report 2025 memperingatkan semakin memburuknya tekanan utang di negara‑negara berkembang, termasuk Indonesia . Pemerintah menyatakan berada di jalur yang aman meski utang terus meningkat.
Data per Januari 2025 menunjukkan utang pemerintah pusat mencapai Rp 8.909,14 triliun, naik 1,21% dari Desember 2024 sebesar Rp 8.801,09 triliun. Rasio utang terhadap PDB turun tipis dari 39,7% menjadi 39,6%, dinilai masih dalam batas aman.
OECD menyoroti bahwa sebagian besar negara berkembang memiliki PDB di bawah US$300 miliar, memperbesar risiko gagal bayar. Kendati demikian, pasar obligasi rupiah Indonesia kini lebih kuat daripada era 1990‑an, meminimalkan tekanan likuiditas
Data DJPPR Kemenkeu menunjukkan peningkatan utang yang konsisten sejak 2022, namun pemerintah meyakini strategi yang diterapkan efektif untuk menjaga rasio tetap terkendali .
Suminto, Dirjen DJPPR, menegaskan upaya JAKARTA EKOIN.CO – Organisation for Economic Co‑operation and Development (OECD) dalam laporan Global Report 2025 memperingatkan semakin memburuknya tekanan utang di negara‑negara berkembang, termasuk Indonesia . Pemerintah menyatakan berada di jalur yang aman meski utang terus meningkat.
Data per Januari 2025 menunjukkan utang pemerintah pusat mencapai Rp 8.909,14 triliun, naik 1,21% dari Desember 2024 sebesar Rp 8.801,09 triliun . Rasio utang terhadap PDB turun tipis dari 39,7% menjadi 39,6%, dinilai masih dalam batas aman.
OECD menyoroti bahwa sebagian besar negara berkembang memiliki PDB di bawah US$300 miliar, memperbesar risiko gagal bayar. Kendati demikian, pasar obligasi rupiah Indonesia kini lebih kuat daripada era 1990‑an, meminimalkan tekanan likuiditas).
Data DJPPR Kemenkeu menunjukkan peningkatan utang yang konsisten sejak 2022, namun pemerintah meyakini strategi yang diterapkan efektif untuk menjaga rasio tetap terkendali
Suminto, Dirjen DJPPR, menegaskan upaya optimalisasi penerimaan serta pengalokasian belanja produktif menjadi fokus utama
Pemerintah terus mengembangkan sumber pendanaan domestik serta menjaga kualitas belanja, agar utang tidak menumpuk pada komponen rutin.
RPJMN 2025‑2029 menTargetkan rasio utang sekitar 39%, dengan harapan pertumbuhan PDB meredam tekanan utang
Asian Development Bank (ADB) optimistis Indonesia mampu memenuhi kewajiban utangnya. Direktur ADB Indonesia, Jiro Tominaga, menyatakan keyakinannya meski nilai outstanding terus naik, tercatat mencapai US$11,20 miliar per September 2024
Di sisi lain, Bank Indonesia melaporkan neraca pembayaran Q1 2025 defisit USD 0,8 miliar dan transaksi berjalan deficit USD 0,2 miliar, namun cadangan devisa USD 157,1 miliar masih aman, cukup untuk membiayai 6,5 bulan impor dan utang luar negeri
Per November 2024, utang luar negeri tercatat USD 424,06 miliar, naik 5,38% dibanding tahun sebelumnya Kreditur terbesar adalah:
- IBRD (Bank Dunia) USD 21,28 miliar
- ADB USD 10,42 miliar
- IMF USD 8,45 miliar
Indonesia masih mengandalkan institusi multilateral, membuat struktur utang lebih berimbang.
Presiden Prabowo Subianto menegaskan Indonesia tak pernah gagal bayar utang meskipun masuk jajaran negara besar. Ia berkali‑kali menyaksikan negara lain mengalami default 5–13 kali
Menurutnya, hal ini menunjukkan reputasi global kita dalam manajemen fiskal yang stabil, dan menjadi bukti bahwa negara dipandang sebagai entitas finansial yang dapat dipercaya .
Ekonom menyebut beban utang meningkat, terutama bunga, mencapai 17,80% dari pendapatan negara—melebihi rekomendasi IMF sebesar 7–10% . Favorabilitas pendapatan negara belum diimbangi dengan produktivitas utang berupa aset dan pertumbuhan ekonomi.
Dengan pertumbuhan PDB rata‑rata hanya 4,13% (turun dari 5,69%), utang belum cukup optimal digunakan untuk proyek produktif
Kondisi ekonomi global yang tak pasti, termasuk potensi gejolak suku bunga internasional, pelemahan rupiah, dan aliran modal keluar menjadi tantangan bagi Indonesia. Kapital asing sempat hengkang akibat sentimen ekonomi dan anggaran yang dianggap agresif .
Di forum publik, sejumlah netizen menyoroti bahwa meski rasio utang relatif rendah (~40%), kapasitas fiskal Indonesia juga belum besar. Namun kepercayaan investor tetap tinggi karena peringkat Investment Grade dari lembaga internasional
Rasio utang‑terhadap‑PDB Indonesia masih di bawah batas aman (60%), sesuai UU No 17/2003. Namun jumlah total utang Rp 8.041 triliun (per Nov 2023) adalah rekor tertinggi, meski rasio masih cukup wajar
Utang besar serta beban bunga tinggi dapat mengekang ruang fiskal untuk belanja produktif. If tidak dikelola dengan tepat, beban utang dapat menghambat kinerja ekonomi dan daya tahan nasional .
Secara piramida terbalik: Indonesia menghadapi tekanan utang yang meningkat dan risiko pasar global. Namun struktur utang yang lebih dalam rupiah, cadangan devisa yg kuat, serta dukungan lembaga internasional memberi modal kuat. Reputasi negara yang belum pernah gagal bayar menunjukkan kepercayaan global. Meskipun demikian, tantangan bunga tinggi dan pertumbuhan domestik yang belum optimal tetap perlu diwaspadai.
Pemerintah perlu memperkuat peran utang dalam mendanai proyek produktif agar mendukung pertumbuhan jangka panjang. Optimalisasi penerimaan dan reformasi pajak harus dipacu untuk menambah kapasitas fiskal. Transparansi pemberian utang dan strukturnya perlu diperjelas guna menjaga kepercayaan investor. Diversifikasi sumber pembiayaan, terutama dalam rupiah, harus terus dikembangkan. China dan lembaga global sebaiknya dilibatkan sebagai mitra strategis untuk pembiayaan yang lebih stabil dan berkelanjutan.
sian Development Bank (ADB) optimistis Indonesia mampu memenuhi kewajiban utangnya. Direktur ADB Indonesia, Jiro Tominaga, menyatakan keyakinannya meski nilai outstanding terus naik, tercatat mencapai US$11,20 miliar per September 2024
Di sisi lain, Bank Indonesia melaporkan neraca pembayaran Q1 2025 defisit USD 0,8 miliar dan transaksi berjalan deficit USD 0,2 miliar, namun cadangan devisa USD 157,1 miliar masih aman, cukup untuk membiayai 6,5 bulan impor dan utang luar negeri
Per November 2024, utang luar negeri tercatat USD 424,06 miliar, naik 5,38% dibanding tahun sebelumnya . Kreditur terbesar adalah:
- IBRD (Bank Dunia) USD 21,28 miliar
- ADB USD 10,42 miliar
- IMF USD 8,45 miliar
Indonesia masih mengandalkan institusi multilateral, membuat struktur utang lebih berimbang.
Presiden Prabowo Subianto menegaskan Indonesia tak pernah gagal bayar utang meskipun masuk jajaran negara besar. Ia berkali‑kali menyaksikan negara lain mengalami default 5–13 kali
Menurutnya, hal ini menunjukkan reputasi global kita dalam manajemen fiskal yang stabil, dan menjadi bukti bahwa negara dipandang sebagai entitas finansial yang dapat dipercaya .
Ekonom menyebut beban utang meningkat, terutama bunga, mencapai 17,80% dari pendapatan negara—melebihi rekomendasi IMF sebesar 7–10% Favorabilitas pendapatan negara belum diimbangi dengan produktivitas utang berupa aset dan pertumbuhan ekonomi.
Dengan pertumbuhan PDB rata‑rata hanya 4,13% (turun dari 5,69%), utang belum cukup optimal digunakan untuk proyek produktif
Kondisi ekonomi global yang tak pasti, termasuk potensi gejolak suku bunga internasional, pelemahan rupiah, dan aliran modal keluar menjadi tantangan bagi Indonesia. Kapital asing sempat hengkang akibat sentimen ekonomi dan anggaran yang dianggap agresif .
Di forum publik, sejumlah netizen menyoroti bahwa meski rasio utang relatif rendah (~40%), kapasitas fiskal Indonesia juga belum besar. Namun kepercayaan investor tetap tinggi karena peringkat Investment Grade dari lembaga internasional
Posisi Indonesia Dibanding Negara Lain
Rasio utang‑terhadap‑PDB Indonesia masih di bawah batas aman (60%), sesuai UU No 17/2003. Namun jumlah total utang Rp 8.041 triliun (per Nov 2023) adalah rekor tertinggi, meski rasio masih cukup wajar
Implikasi Jangka Pendek dan Panjang
Utang besar serta beban bunga tinggi dapat mengekang ruang fiskal untuk belanja produktif. If tidak dikelola dengan tepat, beban utang dapat menghambat kinerja ekonomi dan daya tahan nasional .
Secara piramida terbalik: Indonesia menghadapi tekanan utang yang meningkat dan risiko pasar global. Namun struktur utang yang lebih dalam rupiah, cadangan devisa yg kuat, serta dukungan lembaga internasional memberi modal kuat. Reputasi negara yang belum pernah gagal bayar menunjukkan kepercayaan global. Meskipun demikian, tantangan bunga tinggi dan pertumbuhan domestik yang belum optimal tetap perlu diwaspadai.
Pemerintah perlu memperkuat peran utang dalam mendanai proyek produktif agar mendukung pertumbuhan jangka panjang. Optimalisasi penerimaan dan reformasi pajak harus dipacu untuk menambah kapasitas fiskal. Transparansi pemberian utang dan strukturnya perlu diperjelas guna menjaga kepercayaan investor. Diversifikasi sumber pembiayaan, terutama dalam rupiah, harus terus dikembangkan. China dan lembaga global sebaiknya dilibatkan sebagai mitra strategis untuk pembiayaan yang lebih stabil dan berkelanjutan.
(*)
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v