Jakarta, EKOIN.CO – Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) terus mengalami tekanan serius dalam beberapa pekan terakhir, memicu kekhawatiran dari berbagai kalangan. Menurut data terkini, dolar AS berpotensi menyentuh level Rp20.000, sebuah angka psikologis yang dapat membawa dampak negatif terhadap perekonomian nasional.
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v
Tekanan Rupiah dan Ancaman Level Krisis Baru
Kondisi ini menjadi perhatian utama para pakar keuangan, termasuk Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, Telisa Aulia Falianty. Ia menegaskan bahwa jika nilai tukar rupiah terus melemah hingga Rp17.000 per dolar AS, maka kerugian ekonomi nasional akan semakin besar.
“Kalau sekarang dari Rp14.000 ke Rp17.000 belum bisa disebut krisis. Tapi kalau sudah tembus Rp20.000, itu baru masuk ke kategori krisis,” ujar Telisa dalam pernyataannya.
Menurut Telisa, pelemahan nilai tukar rupiah harus diantisipasi oleh pemerintah dan otoritas moneter seperti Bank Indonesia. Ia menyarankan agar langkah antisipatif segera diambil guna mencegah eskalasi lebih lanjut.
Ia juga menyebut bahwa level Rp16.500 merupakan titik psikologis yang krusial. Jika titik tersebut tertembus, maka sentimen negatif pasar akan semakin membesar dan memperburuk situasi.
“Kalau sudah Rp17.000, kemungkinan akan muncul keseimbangan baru atau equilibrium baru,” ujarnya lebih lanjut. Ini mengindikasikan bahwa pelemahan rupiah yang berlarut dapat menciptakan nilai tukar baru yang lebih tinggi dari sebelumnya.
Desakan Evaluasi Intensif dan Peran Pemerintah
Dalam rapat kerja dengan Bank Indonesia pada Senin, 24 Juni 2024, Anggota Komisi XI DPR dari Fraksi PDIP, Eriko Sotarduga, menyuarakan kekhawatiran serupa. Ia mempertanyakan mengapa tekanan terhadap rupiah terjadi begitu tajam.
“Ini tidak bisa dianggap biasa-biasa saja,” kata Eriko. Ia mengusulkan agar evaluasi terhadap kondisi nilai tukar dilakukan lebih sering, seperti halnya pada masa pandemi Covid-19.
Menurut Eriko, koordinasi dan komunikasi yang rutin antara pemerintah, DPR, dan Bank Indonesia perlu ditingkatkan guna merespons situasi ekonomi yang tidak menentu ini. Ia menyarankan agar rapat kerja dilakukan setidaknya sebulan sekali.
Kekhawatiran ini mencerminkan pentingnya sinergi lintas sektor dalam menjaga stabilitas nilai tukar rupiah. Bank Indonesia dinilai memiliki peran sentral dalam mengatur kebijakan moneter agar tetap kondusif.
Selain intervensi pasar, kebijakan suku bunga, dan pengelolaan cadangan devisa, komunikasi efektif kepada pelaku pasar juga menjadi strategi penting dalam menjaga kepercayaan.
Kondisi ini tidak hanya berdampak pada makroekonomi, tetapi juga keseharian masyarakat, terutama dalam hal harga barang impor dan inflasi. Masyarakat perlu diberikan edukasi yang memadai untuk menghadapi perubahan ekonomi ini.
Keterlibatan sektor swasta, pengusaha, dan pelaku industri juga dibutuhkan dalam upaya bersama menjaga kestabilan ekonomi nasional di tengah tekanan global.
Selain itu, transparansi informasi dan akuntabilitas pemerintah menjadi modal penting agar masyarakat tidak panik dalam menghadapi fluktuasi nilai tukar.
Penting juga untuk memperkuat fondasi ekonomi domestik agar tidak terlalu bergantung pada pergerakan eksternal seperti kurs dolar AS.
Kebijakan fiskal yang sehat, reformasi struktural, dan penguatan industri dalam negeri menjadi langkah jangka panjang yang perlu digenjot oleh pemerintah.
Meski kondisi saat ini belum masuk ke fase krisis seperti tahun 1997-1998, pengalaman masa lalu menjadi cermin penting agar kesalahan serupa tidak terulang kembali.
Dukungan internasional, termasuk menjaga hubungan diplomatik dan kerja sama perdagangan yang baik, juga menjadi bagian dari strategi mempertahankan kestabilan rupiah.
Sementara itu, sektor perbankan diminta tetap waspada terhadap potensi risiko kredit macet dan volatilitas pasar sebagai dampak dari nilai tukar yang terus bergejolak.
Pelaku usaha kecil dan menengah juga diharapkan mendapatkan insentif serta perlindungan dari pemerintah agar tidak terdampak secara signifikan oleh melemahnya rupiah.
Diperlukan pula kebijakan yang pro-rakyat untuk menjaga daya beli masyarakat di tengah kenaikan harga barang kebutuhan akibat depresiasi rupiah.
Pada akhirnya, semua pihak harus bersatu dalam menghadapi tantangan ekonomi ini dengan koordinasi yang solid dan kebijakan yang responsif.
Dalam kondisi ketidakpastian seperti ini, penting bagi seluruh elemen bangsa untuk tetap tenang, rasional, dan fokus pada solusi.
Masyarakat diharapkan tetap waspada terhadap dampak pelemahan rupiah, tetapi tidak larut dalam kepanikan. Disiplin dalam pengelolaan keuangan menjadi kunci menghadapi gejolak ekonomi.
Langkah-langkah kecil seperti menahan konsumsi barang impor, memperkuat tabungan, dan memilih investasi yang stabil dapat membantu masyarakat bertahan.
Pemerintah juga diharapkan terus melakukan sosialisasi secara terbuka mengenai langkah-langkah yang diambil, agar masyarakat merasa dilibatkan dalam solusi.
Komunikasi krisis yang terbuka dan berbasis data dapat menumbuhkan kepercayaan publik, yang sangat dibutuhkan dalam menjaga kestabilan sistem keuangan.
Dengan kerja sama semua pihak, Indonesia diyakini bisa melewati tekanan ekonomi ini dengan tetap menjaga stabilitas sosial dan politik.(*)