Jakarta, EKOIN.CO – PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BSI) bersama Yayasan BSI Maslahat kembali memperluas jangkauan Program Desa Bangun Sejahtera Indonesia (Desa BSI). Kali ini, dua desa di Sulawesi Selatan resmi ditetapkan sebagai desa binaan berbasis ekonomi perikanan.
Peresmian berlangsung pada akhir Mei 2025 di Desa Barrang Caddi dan Mattaro Adae, dua desa kepulauan di sekitar Selat Makassar. Keduanya dipilih karena potensi kelautan yang tinggi, khususnya hasil tangkapan bulu babi atau landak laut.
Direktur Sales & Distribution BSI Anton Sukarna menegaskan komitmen BSI dalam mengembangkan potensi lokal melalui penguatan ekonomi masyarakat desa. “Desa BSI menjadi komitmen perseroan untuk menjadikan masyarakat yang berdaya secara ekonomi, sosial dan spiritual,” ujarnya saat peresmian.
Program ini, lanjut Anton, juga selaras dengan misi pembangunan berkelanjutan yang dicanangkan pemerintah pusat. “Kami mendukung pencapaian TPB dan Asta Cita, dengan fokus utama pemerataan ekonomi dan pengentasan kemiskinan,” katanya.
Gubernur Sulawesi Selatan Andi Sudirman Sulaiman menyambut baik program ini. Ia menilai bahwa pengelompokan klaster desa sesuai potensi daerah dapat mempercepat kemandirian masyarakat. “BSI tidak hanya memberi bantuan, tapi mengawal sampai hilir,” jelasnya.
Potensi Komoditas Laut: Landak Laut Menjadi Primadona
Desa Mattaro Adae dan Barrang Caddi dikenal memiliki kekayaan hayati laut, terutama landak laut yang melimpah. Selama ini, komoditas tersebut dianggap sebagai hama, namun kini diubah menjadi sumber penghasilan baru.
Penelitian dari tim Jepang menunjukkan bahwa gonad atau telur dari landak laut sangat digemari konsumen Jepang. Produk ini bernilai tinggi dan memiliki peluang besar sebagai komoditas ekspor unggulan.
Para nelayan lokal, didampingi BSI dan mitra, mulai mengolah hasil tangkapan menjadi produk bernilai jual ekspor. Gonad landak laut diproses di rumah produksi (miniplant) yang dibangun khusus di desa tersebut.
Rumah produksi dilengkapi panel surya sebagai sumber energi utama. Dengan fasilitas ini, kelompok nelayan diharapkan mampu memproduksi antara 200 hingga 500 kg gonad per hari.
Pengembangan ini dilakukan oleh Kelompok Nelayan Mandiri Berkah Bersama yang terdiri dari sekitar 100 kepala keluarga. Mereka membentuk lembaga ekonomi desa yang mandiri dan berkelanjutan.
Pendampingan Hulu ke Hilir dan Dukungan Infrastruktur
BSI tidak hanya memberikan bantuan alat tangkap dan perahu nelayan, tetapi juga mendampingi proses pengolahan dan pemasaran produk. Program ini dirancang agar masyarakat dapat mengelola hasil laut secara profesional.
“Mulai dari produksi, kelembagaan, hingga pemasaran kami kawal bersama masyarakat,” ujar Rima Dwi Permatasari, SVP Environment Social Governance BSI. Ia menambahkan bahwa pendampingan dilakukan secara komprehensif.
Kelompok Nelayan Mandiri Berkah Bersama saat ini telah memiliki mitra offtaker dari Jepang. Kemitraan ini membuka peluang ekspor rutin hingga 30 ton gonad per bulan dari Sulawesi Selatan.
Direktur Eksekutif BSI Maslahat, Sukoriyanto Saputro, menyampaikan bahwa program ini merupakan kolaborasi dari banyak pihak termasuk pemerintah daerah, BAZNAS, OJK dan BI wilayah Sulawesi Selatan.
“Ini bukti bahwa sinergi multipihak dapat mendorong kemandirian desa dan membuka lapangan kerja baru,” kata Sukoriyanto di sela peresmian.
Strategi Keberlanjutan Program Desa BSI
Program Desa BSI telah membina 20 desa sejak tahun 2021, dengan sektor berbeda seperti pertanian, peternakan, perikanan, perkebunan, dan pariwisata. Model ini menyesuaikan potensi alam dan karakteristik tiap desa.
Pendekatan berbasis klaster terbukti mampu mengonsolidasikan potensi masyarakat dalam satu ekosistem yang saling mendukung. Desa Barrang Caddi dan Mattaro Adae menjadi contoh bagaimana model ini bisa diterapkan pada komunitas pesisir.
Menurut Pimpinan Bidang Pengumpulan BAZNAS RI, Rizaludin Kurniawan, potensi zakat dan infak yang dioptimalisasi dalam program ini menjadi salah satu kekuatan utama pembangunan ekonomi masyarakat kecil.
“Zakat tidak hanya disalurkan, tapi juga diproduktifkan melalui program seperti Desa BSI,” ujarnya. Ia menambahkan bahwa transparansi dan akuntabilitas menjadi dasar kolaborasi ini.
Dalam acara peresmian tersebut turut hadir sejumlah pejabat daerah, perwakilan OJK, Bank Indonesia, serta Forkopimda setempat sebagai bentuk dukungan terhadap penguatan ekonomi desa.
Program Desa BSI di Sulawesi Selatan menunjukkan bahwa pendekatan ekonomi berbasis potensi lokal dapat menjadi solusi efektif dalam pemberantasan kemiskinan. Melibatkan masyarakat secara aktif dalam seluruh rantai produksi memberikan dampak berkelanjutan yang nyata.
Dukungan infrastruktur, kelembagaan, dan pendampingan yang terintegrasi menjadi kunci keberhasilan. Ketika masyarakat merasa menjadi bagian dari pembangunan, maka transformasi sosial dan ekonomi dapat berjalan lebih cepat dan solid.
Ke depan, sinergi antara lembaga keuangan, pemerintah daerah, dan komunitas lokal perlu terus diperluas. Inisiatif seperti Desa BSI bisa menjadi role model bagi desa-desa lain yang memiliki potensi serupa namun belum tergarap maksimal.(*)