Jakarta, EKOIN.CO – Di tengah gejolak ketidakpastian global, neraca perdagangan Indonesia pada Mei 2025 tetap menunjukkan ketangguhan dengan mencatat surplus sebesar USD4,3 miliar. Angka tersebut naik sebesar 2,609% secara bulanan.
Capaian ini memperpanjang rekor surplus perdagangan selama 61 bulan berturut-turut. Sektor nonmigas mendominasi dengan mencetak surplus senilai USD5,83 miliar, sedangkan sektor migas masih defisit sebesar USD1,53 miliar.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyampaikan pencapaian tersebut dalam acara Peluncuran Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) Conference and Exhibition (CONVEX) 2025, Rabu (2/07) di Jakarta.
“Dengan ekspor yang masih positif, hari ini dilakukan kegiatan untuk mendorong logistik kita agar biaya logistik yang hari ini berada di kisaran 14,5%, diharapkan bisa diturunkan menjadi 12,5% dan terus turun ke 8%. Dan Pemerintah juga akan terus berupaya termasuk deregulasi di sektor logistik agar kita bisa single digit,” ungkap Airlangga.
Pernyataan tersebut menegaskan bahwa Pemerintah serius dalam mendorong efisiensi logistik demi memperkuat daya saing perdagangan nasional ke depan.
Indeks Logistik dan Transformasi NLE
Secara global, posisi logistik Indonesia masih tertinggal dengan menempati peringkat 61 dari 139 negara menurut Logistics Performance Index (LPI) tahun 2023. Pemerintah menilai perlu adanya percepatan reformasi.
Langkah percepatan diarahkan pada penyempurnaan pelaksanaan National Logistics Ecosystem (NLE). Keberadaan ALFI CONVEX diharapkan menjadi bagian dari upaya memperkuat sistem logistik nasional yang berkelanjutan.
Selain itu, Airlangga menuturkan bahwa Pemerintah sedang menyusun Rancangan Peraturan Presiden tentang Penguatan Logistik Nasional. Regulasi ini ditujukan untuk menekan biaya logistik terhadap PDB dan mendongkrak kinerja logistik Indonesia di mata dunia.
Rancangan tersebut terdiri dari tiga strategi pokok yakni penguatan infrastruktur konektivitas, digitalisasi layanan logistik, serta penguatan daya saing sumber daya manusia dan penyedia jasa logistik.
“Rancangan ini diharapkan bisa menjadi payung hukum dalam menata logistik nasional kita secara menyeluruh,” imbuhnya.
Kolaborasi dan Digitalisasi Jadi Fokus
Menko Airlangga juga menekankan pentingnya sinergi antara Pemerintah dan pelaku usaha dalam mendukung ekosistem logistik nasional yang tangguh. Ia mengingatkan bahwa momentum deregulasi tidak boleh disia-siakan.
Kolaborasi lintas sektor diperlukan agar produk-produk dalam negeri memiliki kekuatan untuk menembus pasar global. Hal ini sejalan dengan komitmen Presiden Prabowo Subianto dalam mendorong industri nasional.
“Logistik meningkatkan daya saing dan dengan daya saing kita akan mampu untuk menumbuhkan ekonomi. Ekonomi tumbuh akan mendorong investasi, investasi tumbuh akan menciptakan lapangan kerja. Jadi itulah yang Pemerintah harapkan bahwa lapangan kerja bisa terus tercipta dengan Indonesia yang lebih berdaya saing, dengan pasar yang lebih terbuka, dan tentunya digitalisasi menjadi salah satu yang keharusan. Karena efisiensi dengan digitalisasi akan berjalan secara lebih baik,” pungkas Menko Airlangga.
Pemerintah menilai bahwa adopsi digitalisasi dalam sektor logistik akan memberikan keuntungan dalam efisiensi, transparansi, serta kecepatan distribusi barang.
Hadirnya Para Pemangku Kepentingan
Acara peluncuran ALFI CONVEX 2025 turut dihadiri oleh sejumlah pejabat dan tokoh industri. Hadir Sekretaris Kemenko Perekonomian Susiwijono serta Deputi Bidang Koordinasi Perniagaan dan Ekonomi Digital Ali Murtopo.
Turut hadir pula Deputi Bidang Koordinasi Energi dan Sumber Daya Mineral Elen Setiadi, Staf Ahli Bidang Konektivitas dan Pengembangan Jasa Dida Gardera, serta Staf Ahli Bidang Pembangunan Daerah Haryo Limanseto.
Dari pihak asosiasi, Ketua Umum DPP ALFI Akbar Djohan hadir mendampingi peluncuran. Hadir pula perwakilan dari KADIN, HIPMI, Kedutaan Besar negara sahabat, dan perwakilan asosiasi industri logistik lainnya.
Kehadiran berbagai unsur ini memperlihatkan bahwa transformasi logistik merupakan proyek strategis nasional yang didukung oleh banyak pihak dari berbagai sektor.
Pemerintah berharap dukungan konkret ini akan mempercepat pembenahan sistem logistik secara menyeluruh dan meningkatkan posisi Indonesia dalam rantai pasok global.
Kinerja neraca perdagangan Indonesia yang mencatatkan surplus selama 61 bulan menunjukkan ketahanan ekonomi nasional dalam menghadapi tantangan global. Peningkatan ekspor dan penguatan sektor nonmigas menjadi bukti kemampuan Indonesia menjaga stabilitas ekonomi melalui perdagangan luar negeri.
Namun demikian, biaya logistik nasional yang masih tinggi menjadi salah satu hambatan utama dalam meningkatkan daya saing ekspor. Pemerintah menargetkan penurunan rasio tersebut melalui strategi terstruktur, termasuk penyusunan Rancangan Peraturan Presiden dan percepatan digitalisasi logistik.
Transformasi sektor logistik tidak bisa dilakukan tanpa kolaborasi kuat antar pemangku kepentingan. Dukungan dari pelaku usaha, asosiasi, dan dunia internasional sangat dibutuhkan agar Indonesia mampu membangun sistem logistik yang efisien, inklusif, dan berkelanjutan untuk memperkuat posisi dalam perdagangan global.(*)