Jakarta, EKOIN.CO – Ekonom Universitas Indonesia (UI), Gede Sandra memperingatkan bahaya pencemaran lingkungan yang timbul akibat efek pembakaran batubara penambangan nikel di Indonesia. Hal ini semakin mengkhawatirkan karena produksi komponen baterai kendaraan listrik yang berasal dari nikel Indonesia semakin tinggi.
“Memang dalam pembuatannya (tambang nikel) memerlukan batubara eksesif, terutama di smelter-nya. Pembakaran itu bahkan memerlukan batubara dengan spek kalori yang sangat tinggi, coking coad biasanya yang dipakai. Jadi memang dalam segi lingkungan hidup itu juga perlu dihitung,” kata Gede saat berbincang dengan Eddy Wijaya dalam podcast EdShareOn yang tayang pada Rabu, 25 Juni 2025.
Menurut Gede, pengelolaan nikel di Indonesia yang tidak didukung teknologi canggih semakin menambah risiko pencemaran lingkungan di daerah-daerah.
“Di China ada teknologi (smelter) yang lebih bersih, tapi biayanya mahal. Kalau yang di Sulawesi (tambang nikel) kebanyakan yang sangat berbahaya karena mungkin murah,” kata dia.
Pemerintah Indonesia tengah berusaha mengkatrol produksi kendaraan listrik sebagai salah satu solusi mengatasi polusi udara dan peningkatan energi terbarukan.
Usaha itu dilakukan melalui percepatan pembangunan infrastruktur pendukung kendaraan listrik, seperti Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU) serta subsidi penjualan dan pemotongan tarif listrik PLN bagi konsumen kendaraan listrik.
Pemerintah menargetkan jumlah kendaraan listrik di Indonesia sebanyak 2 juta unit mobil listrik dan 13 juta unit kendaraan listrik roda dua pada 2030 mendatang.
Gede Sandra yang tak lain staf ahli Kementerian Kemaritiman era mendiang Rizal Ramli itu mengatakan bahwa kendaraan listrik memang merupakan salah satu teknologi maju yang menjanjikan, tapi keselarasan antara wilayah pertambangan nikel dengan wilayah penggunaan kendaraan listrik harus menjadi perhatian.
“Worth it gak? kita menggunakan mobil listrik di kota-kota, kotanya jadi lebih bersih, tapi ternyata asap hitamnya (memicu pencemaran) di tempat lain?,” ucap Gede.
Oleh karena itu, Gede berharap Pemerintah menemukan solusi pencemaran lingkungan yang ditimbulkan dari pertambangan nikel, khususnya untuk produksi komponen kendaraan listrik ini.
“Bagaimana meng-address si pengotor di sini (wilayah pertambangan nikel). Ini yang harus kita pikirkan? Ada gak teknologinya, ada gak secara keilmuan lain, ada tidak secara lingkungan hidup?,” tuturnya.
Gede menambahkan, Indonesia merupakan negara dengan cadangan nikel terbesar di dunia telah menjadi sasaran pasar kendaraan listrik dari negara lain seperti Jepang. Sehingga Indonesia harus menjaga peluang besar dari sisi ketersediaan sumber daya alam (SDA) dan penjualan produk kendaraan listrik yang lebih ramah lingkungan.
“Bila ada sebuah era seperti sekarang ini, kita punya pasar dan sumber daya, tinggal bagaimana secara keteknikan, kapital, dan investasi bisa kita manfaatkan untuk pertumbuhan ekonomi,” katanya. ()