Jakarta, EKOIN.CO – Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) bersama HAN University of Applied Sciences, Belanda, menandatangani nota kesepahaman (MoU) untuk memperkuat kolaborasi riset di bidang logistik berkelanjutan. Penandatanganan dilakukan dalam forum Science to Policy Dialogue yang berlangsung di Gedung Widya Graha BRIN, Jakarta, pada Kamis (19/6).
Kepala Organisasi Riset Tata Kelola Pemerintahan, Ekonomi, dan Kesejahteraan Masyarakat BRIN, Agus Eko Nugroho, menyampaikan bahwa kolaborasi antara lembaga penelitian dan pemerintah sangat penting untuk mendukung pembangunan yang inklusif dan berkelanjutan.
“Penelitian yang melibatkan berbagai pemangku kepentingan akan menghasilkan kebijakan yang lebih responsif terhadap tantangan lingkungan dan sosial,” ujar Agus.
Dalam diskusi, Dennis Moeke dari HAN University menjelaskan bahwa logistik modern harus memberikan dampak nyata bagi masyarakat. Ia memperkenalkan konsep triple helix—yang menggabungkan peran akademisi, industri, dan pemerintah—serta inisiatif Green Corridor sebagai pendekatan integratif untuk menciptakan logistik hijau.
“Kami ingin membangun ekosistem riset yang terhubung langsung dengan kebutuhan industri dan masyarakat, sekaligus mendorong pembelajaran transdisipliner,” kata Dennis.
Gagasan tersebut diperkuat oleh Mohammad Ichsan dari Binus University, yang memaparkan hasil focus group discussion terkait tantangan logistik di Indonesia.
Isu Strategis dan Inisiatif Kolaboratif
Ichsan menyebutkan delapan isu utama, antara lain tingginya biaya logistik, infrastruktur yang belum efisien, digitalisasi yang belum optimal, serta regulasi yang masih kaku.
“Solusi yang kami dorong mencakup pengembangan smart logistics, integrasi teknologi, dan kolaborasi lintas negara seperti yang dimulai hari ini,” jelas Ichsan.
Ia juga mengusulkan proyek percontohan berbasis living lab, misalnya di kawasan industri Cikarang, untuk menguji pendekatan kolaboratif secara langsung.
Sementara itu, Peneliti dari Pusat Riset Ekonomi Industri, Jasa, dan Perdagangan (PR EIJP) BRIN, Johny Malisan, memaparkan hasil riset tentang pentingnya transportasi sungai sebagai moda logistik alternatif, khususnya di Kalimantan.
“Transportasi sungai masih menjadi urat nadi masyarakat di daerah pedalaman. Riset kebijakan perlu diarahkan untuk mengembangkan jaringan pelabuhan sungai secara berkelanjutan,” tegasnya.
Johny juga menekankan pentingnya dukungan data dan analisis lintas sektor untuk memperkuat sistem konektivitas nasional yang lebih adil dan inklusif.
Langkah Lanjut dan Dukungan Global
Turut hadir dalam forum tersebut Kepala PR EIJP BRIN, Umi Mu’awanah, yang menyatakan bahwa hasil diskusi akan ditindaklanjuti dalam bentuk roadmap kolaboratif serta program pertukaran peneliti melalui skema pendanaan global.
“Kami menargetkan penguatan riset terapan lintas negara, salah satunya melalui skema Pacific Researcher yang didanai Endowment Fund,” pungkas Umi.
Melalui forum ini, BRIN dan HAN University membuka babak baru dalam kerja sama strategis pengembangan sistem logistik yang efisien, ramah lingkungan, dan berdampak langsung bagi masyarakat luas.
Kolaborasi yang dibentuk antara BRIN dan HAN University menandai langkah signifikan dalam mewujudkan sistem logistik nasional yang lebih inklusif dan berwawasan lingkungan. Penandatanganan MoU ini bukan sekadar simbolis, melainkan dimaknai sebagai awal dari proses riset terapan yang menjawab tantangan nyata di lapangan.
Diskusi yang melibatkan para pemangku kepentingan dari berbagai sektor memperlihatkan pentingnya pendekatan lintas disiplin dan kolaboratif. Dengan pemetaan isu yang konkret serta usulan solusi berbasis data, forum ini memberikan arah strategis bagi pembangunan logistik nasional yang berbasis inovasi.
Ke depan, implementasi konsep triple helix, inisiatif Green Corridor, dan proyek percontohan seperti living lab akan menjadi fondasi penting dalam meningkatkan daya saing logistik Indonesia sekaligus memastikan kebermanfaatan langsung bagi masyarakat di berbagai wilayah.(*)