INDONESIA EKOIN.CO – Indonesia menempati posisi teratas sebagai negara penghasil minyak kelapa sawit terbesar di dunia. Berdasarkan data terbaru yang dirilis Foreign Agricultural Service US Department of Agriculture, Indonesia menyumbang 58 persen produksi minyak sawit dunia dengan total 46 juta metrik ton.
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v
Menurut data Badan Pusat Statistik yang diolah oleh Direktorat Jenderal Perkebunan, produksi minyak sawit Indonesia menunjukkan tren positif selama periode 2018 hingga 2022. Pada 2022, produksi mencapai 46,82 juta ton, naik 3,76 persen dibandingkan 2021.
Selanjutnya, pada 2023, angka produksi terus meningkat menjadi 47,08 juta ton. Provinsi Riau menjadi kontributor terbesar dengan 9,22 juta ton atau sekitar 19,59 persen dari total produksi nasional.
Minyak kelapa sawit merupakan produk minyak nabati yang diperoleh dari buah Elaeis guineensis dan Elaeis oleifera. Berdasarkan buku Sawit Indonesia dalam Dinamika Pasar Dunia yang dirilis epublikasi.pertanian.go.id, kelapa sawit dinilai sebagai tanaman penghasil minyak nabati paling efisien dalam hal pemanfaatan lahan.
Kelapa sawit memberikan hasil maksimal meski dibudidayakan di lahan yang relatif terbatas, jika dibandingkan dengan tanaman penghasil minyak nabati lainnya. Hal ini menjadikan sawit sebagai komoditas strategis dalam mendukung keberlanjutan.
Dalam berbagai penelitian, kontribusi sawit di pasar minyak nabati global juga signifikan dalam mendatangkan devisa negara melalui ekspor. Tingginya permintaan global menjadikan industri ini sebagai sektor vital perekonomian nasional.
Malaysia dan Thailand Menyusul Indonesia
Di urutan kedua, negara tetangga Malaysia menghasilkan 19,4 juta metrik ton atau sekitar 25 persen dari produksi global. Meski kalah luas lahan, Malaysia lebih unggul dalam produktivitas, yakni 4,56 ton CPO per hektar per tahun, dibandingkan 3,68 ton di Indonesia.
Peringkat ketiga ditempati oleh Thailand, dengan produksi sebesar 3,33 juta metrik ton. Produksi di negara ini fokus pada keberlanjutan dan sertifikasi RSPO (Roundtable on Sustainable Palm Oil), sebagaimana dilansir dari laman International Climate Initiative.
Di peringkat keempat, Colombia menjadi negara penghasil minyak sawit terbesar di Amerika Latin dengan total produksi 1,9 juta metrik ton. Berdasarkan laporan Mongabay, sektor ini dikelola melalui FEDEPALMA dan pusat riset CENIPALMA.
Nigeria menempati peringkat kelima dengan produksi sebesar 1,5 juta metrik ton. Menurut businessday.ng, produksi lokal masih belum mencukupi permintaan yang tumbuh hingga 2 juta ton pada 2024.
Guatemala hingga Honduras Lengkapi 10 Besar
Guatemala berada di posisi keenam dengan produksi 990.000 metrik ton. Dilaporkan oleh czapp.com, sekitar 60 persen dari produksi negara ini telah tersertifikasi RSPO, menjadikannya produsen minyak sawit berkelanjutan terbesar di Amerika Latin.
Papua Nugini menempati peringkat ketujuh dengan total 830.000 metrik ton. Berdasarkan spief.com, produksi minyak sawit negara ini mengalami peningkatan sebesar 17,9 persen pada kuartal pertama 2025, dibandingkan periode sama tahun sebelumnya.
Brasil berada di posisi kedelapan dengan produksi 600.000 metrik ton per tahun. Informasi ini dikutip dari situs resmi agropalma.com yang mencatat pertumbuhan tahunan produksi sawit di Brasil masih relatif stagnan.
Negara Afrika Barat, Pantai Gading, berada di peringkat kesembilan dengan angka produksi sama seperti Brasil, yakni 600.000 metrik ton. Negara ini terus mengembangkan sektor sawit untuk kebutuhan domestik dan ekspor.
Di posisi terakhir, Honduras menghasilkan 595.000 metrik ton minyak sawit. Negara di Amerika Tengah ini terus meningkatkan kapasitas produksi untuk menjawab kebutuhan pasar global yang terus meningkat.
Minyak sawit menjadi produk strategis dengan permintaan tinggi di pasar global. Penggunaan yang luas, dari bahan pangan hingga bioenergi, mendorong negara-negara produsen untuk mengembangkan kapasitas produksi secara berkelanjutan.
Di sisi lain, aspek keberlanjutan menjadi perhatian utama bagi negara-negara penghasil minyak sawit, mengingat tuntutan pasar terhadap produk ramah lingkungan semakin meningkat. Sertifikasi seperti RSPO menjadi indikator utama dalam hal ini.
Produktivitas lahan, efisiensi produksi, serta pengelolaan yang berorientasi pada keberlanjutan menjadi kunci persaingan global dalam industri minyak sawit. Negara seperti Malaysia dan Guatemala telah menunjukkan keberhasilan dalam aspek tersebut.
Indonesia sebagai pemimpin produksi global dihadapkan pada tantangan untuk terus meningkatkan produktivitas dan nilai tambah dari minyak sawit. Inovasi teknologi dan tata kelola lahan menjadi faktor penentu dalam menjaga dominasi pasar.
Negara-negara di Afrika dan Amerika Latin juga mulai memperkuat sektor sawit mereka, baik dari sisi kuantitas produksi maupun penerapan standar keberlanjutan global. Hal ini menandai kompetisi yang semakin ketat di pasar minyak nabati dunia.
minyak kelapa sawit tetap menjadi komoditas unggulan dunia, terutama karena efisiensi lahannya yang tinggi dibandingkan tanaman minyak nabati lain. Dominasi Indonesia mencerminkan potensi besar yang dimiliki sektor ini dalam menopang ekonomi nasional.
Namun, peningkatan produktivitas harus dibarengi dengan penguatan praktik berkelanjutan agar minyak sawit Indonesia tetap kompetitif di pasar global. Penerapan sertifikasi berstandar internasional dapat memperkuat posisi Indonesia.
Dukungan kebijakan, pengembangan teknologi, serta pembinaan terhadap petani sawit menjadi langkah strategis dalam mengoptimalkan kontribusi sektor ini. Hal ini juga menjadi upaya menjaga keseimbangan antara pertumbuhan ekonomi dan kelestarian lingkungan.
Di masa mendatang, pasar minyak nabati global diperkirakan akan terus berkembang seiring pertumbuhan populasi dan kebutuhan energi terbarukan. Indonesia berpeluang besar menjadi pemimpin dalam pengembangan sawit berkelanjutan.
Secara keseluruhan, potensi dan tantangan industri minyak sawit global memerlukan respons strategis dari seluruh pemangku kepentingan agar dapat menciptakan manfaat ekonomi, sosial, dan lingkungan yang seimbang bagi semua pihak. (*)