Berikut artikel lengkap sesuai permintaan Anda:
Jakarta, EKOIN.CO – Pemerintah Indonesia mencatat kinerja ekspor paling meningkat di dunia sepanjang kuartal pertama 2025. Laporan resmi Badan Pusat Statistik (BPS) yang dirilis pada 21 April 2025 menunjukkan nilai ekspor nasional melonjak 3,16% secara tahunan (year-on-year) menjadi US$ 23,25 miliar. Peningkatan ini menghasilkan surplus neraca dagang sebesar US$ 4,33 miliar, tertinggi dalam empat bulan terakhir.
Kepala BPS, Amalia Adininggar Widyasanti, menyebut lonjakan tersebut dipicu oleh peningkatan permintaan global serta keberhasilan Indonesia dalam melakukan diversifikasi pasar ekspor. “Kinerja ekspor Indonesia tetap menunjukkan tren positif meskipun kondisi perdagangan global masih diliputi ketidakpastian,” ujarnya.
Komoditas yang mendorong peningkatan ekspor terbesar adalah minyak kelapa sawit (CPO) yang melonjak hampir 41%, senilai US$ 2,19 miliar. Selain itu, ekspor nikel tumbuh 12% mencapai US$ 2,38 miliar. Kenaikan ini juga berkaitan dengan percepatan pengiriman sebelum tarif bea masuk Amerika Serikat diberlakukan secara permanen.
Sektor pengolahan menyumbang 84,7% terhadap total ekspor pada Februari 2025. Produk makanan olahan, kimia, mesin mekanis, serta logam mulia menjadi kontributor utama pertumbuhan. Ekspor produk kulit dan alas kaki juga mengalami peningkatan signifikan.
Amerika Serikat menjadi tujuan utama ekspor Indonesia di kuartal pertama. Ekspor elektronik, tekstil, dan alas kaki ke pasar tersebut naik lebih dari 15%. Total nilai ekspor ke AS mencapai US$ 4,32 miliar, meningkat dari US$ 3,61 miliar pada periode yang sama tahun sebelumnya.
Plt. Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kemendag, Fajarini Puntodewi, menyatakan bahwa pemerintah menargetkan pertumbuhan ekspor sebesar 7,1% pada tahun 2025, dengan nilai ekspor nonmigas ditargetkan mencapai US$ 294 miliar. “Kami terus memperkuat diversifikasi pasar dan mendorong ekspor produk bernilai tambah tinggi,” ujarnya.
Fajarini menambahkan, pihaknya telah menjalin pembukaan akses pasar ke negara-negara baru termasuk Australia, Afrika Selatan, serta Timur Tengah. Diplomasi perdagangan aktif dilakukan dalam berbagai forum internasional.
Sepanjang tahun 2024, nilai ekspor nonmigas Indonesia mencapai US$ 248,8 miliar, naik 2,5% dari tahun sebelumnya. Capaian ini menjadi pijakan optimisme dalam mengejar target ekspor 2025.
Lonjakan ekspor juga ditopang oleh kenaikan harga sejumlah komoditas unggulan di pasar global. Di sisi lain, reformasi struktural dalam industri pengolahan dan pemberdayaan UMKM ekspor turut memperkuat basis ekspor Indonesia.
Menurut data BPS, ekspor Februari 2025 naik 14,05% secara tahunan, mencapai US$ 21,98 miliar. Lonjakan tertinggi terdapat pada mesin mekanis (38%), lemak dan minyak nabati (37%), makanan olahan (20%), serta logam mulia dan perhiasan (16%).
Tiongkok, AS, dan India tetap menjadi pasar utama ekspor Indonesia. Ketiganya menyumbang 39,8% terhadap total ekspor nonmigas dengan nilai mencapai US$ 8,29 miliar pada Februari 2025.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Shinta W. Kamdani, menyampaikan bahwa potensi ekspor Indonesia masih sangat besar selama daya saing produk terus ditingkatkan. “Yang penting adalah standar kualitas, inovasi, dan efisiensi logistik,” ucapnya.
Menurut Shinta, hambatan terbesar bagi ekspor adalah regulasi non-tarif di negara tujuan serta fluktuasi nilai tukar. Oleh karena itu, koordinasi antarinstansi diperlukan untuk menciptakan iklim perdagangan yang lebih adaptif.
Apindo merekomendasikan adanya pelatihan intensif bagi eksportir untuk memahami skema perdagangan bebas (FTA), pemanfaatan fasilitas perdagangan digital, dan strategi menembus pasar nontradisional seperti Afrika dan Eropa Timur.
Pemerintah juga sedang merampungkan perundingan FTA dengan Uni Eropa yang ditargetkan selesai pada akhir Juni 2025. Kesepakatan ini akan membuka akses bebas tarif untuk lebih dari 80% produk ekspor Indonesia.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, mengatakan perdagangan bilateral dengan Uni Eropa bernilai €27,3 miliar pada 2024. Ia memperkirakan ekspor ke kawasan tersebut akan meningkat 50% dalam tiga tahun setelah FTA berlaku.
Sektor yang akan diuntungkan dari perjanjian FTA antara lain kelapa sawit, produk tekstil, perikanan, dan elektronik. Selain tarif, kesepakatan ini akan meredakan hambatan non-tarif termasuk isu keberlanjutan dan deforestasi.
Pemerintah Indonesia juga aktif bernegosiasi dengan Amerika Serikat untuk menurunkan bea masuk produk elektronik, alas kaki, dan tekstil. Salah satu tawaran adalah peningkatan impor LPG dan gandum dari AS.
Jika tidak ada kesepakatan, tarif masuk AS yang saat ini mencapai 32% bisa menghambat kinerja ekspor ke negara tersebut. Dampaknya diperkirakan mengurangi pertumbuhan ekonomi nasional hingga 0,5 poin persentase.
Menteri Keuangan Sri Mulyani menyatakan bahwa pemerintah tetap optimis terhadap pertumbuhan ekonomi 2025 di kisaran 5–5,2%, meskipun tekanan eksternal masih membayangi. “Kami fokus menjaga stabilitas makro dan memperluas pasar ekspor,” katanya.
Kinerja manufaktur Indonesia juga menunjukkan tren ekspansi. Purchasing Managers’ Index (PMI) manufaktur Januari 2025 tercatat 51,9, naik dari bulan sebelumnya, menunjukkan penguatan permintaan ekspor dan produksi industri.
Indonesia unggul dibandingkan beberapa negara Asia lain seperti Korea Selatan dan Taiwan yang PMI-nya justru stagnan. Tren ini mencerminkan daya saing produk Indonesia semakin meningkat di pasar global.
Ekspor dari sektor pertanian juga mengalami pertumbuhan positif, terutama kelapa, kopi, dan rempah. Presiden Prabowo Subianto menyatakan bahwa ekspor pertanian menjadi bagian penting dari visi swasembada pangan nasional.
Pemerintah tengah mempercepat modernisasi logistik, termasuk pembangunan pelabuhan ekspor di luar Jawa serta insentif untuk digitalisasi proses ekspor.
Kementerian Perdagangan juga memperkuat sistem National Logistic Ecosystem (NLE) untuk mempersingkat waktu dan biaya pengiriman barang ekspor.
Sejumlah pelaku usaha menyatakan bahwa perbaikan layanan ekspor melalui NLE dan Indonesia National Single Window (INSW) memberi dampak positif terhadap efisiensi.
Sejalan dengan itu, UMKM ekspor diberikan akses pembiayaan melalui program Kredit Usaha Rakyat (KUR) khusus ekspor serta pendampingan kurasi produk.
Pelaku ekspor digital juga mendapat dorongan melalui kerja sama e-commerce lintas negara dan platform digital logistik. Skema ini memungkinkan pelaku kecil menembus pasar global secara lebih murah.
Pemerintah melalui LPEI juga menginisiasi Program Ekspor UMKM untuk 500 pelaku usaha per tahun, dengan fasilitas pembiayaan hingga Rp 5 miliar per perusahaan.
Salah satu eksportir rempah asal Sumatra Barat, Rizky Harimurti, menyampaikan bahwa pendampingan dari pemerintah membantu mereka mengakses pasar di Timur Tengah dan Eropa.
Menurut Rizky, tantangan terbesar UMKM ekspor adalah standar sertifikasi dan biaya logistik. Ia berharap ada fasilitas laboratorium dan logistik bersama untuk memudahkan proses ekspor produk skala kecil.
Kinerja ekspor yang meningkat memberikan kontribusi positif terhadap pertumbuhan ekonomi nasional. Sektor-sektor unggulan kini makin kompetitif di pasar global.
Namun demikian, tantangan eksternal masih mengintai, seperti ketidakpastian geopolitik, perubahan iklim, dan volatilitas harga komoditas dunia.
Dukungan kebijakan yang berkelanjutan serta sinergi antarinstansi menjadi kunci utama agar ekspor Indonesia dapat tumbuh berkelanjutan dan inklusif.
Kinerja ekspor juga perlu diimbangi dengan peningkatan produksi domestik, nilai tambah produk, serta ketahanan logistik nasional.
Ke depan, kolaborasi erat antara pemerintah, pelaku usaha, dan mitra dagang internasional harus diperkuat demi memastikan bahwa pertumbuhan ekspor Indonesia tetap menjadi andalan pembangunan ekonomi.(*)
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v